Membongkar Taktik Intelijen dalam Operasi Militer di Papua

Buku dengan judul dan penulis yang sama tapi dengan cakupan pendasaran dan pembahasan yang sedikit berbeda juga terbit. Berikut sinopsis singkat buku tersebut;

  • Judul: Filafat Intelijen: Sebuah Esai ke Arah Landasan Berpikir, Strategi, serta Refleksi Kasus-Kasus Aktual.
  • Penulis: Prof. Dr. A.M. Hendropriyono
  • Penerbit. PT Hendropriyono Stretegic Consilting.
  • Tahun Terbit: 2023.
  • Tebal Buku: xii + 204.

Filsafat Intelijen, seperti asas identatis (kesamaan dengan objek acuan), nonkontradiktif, (prinsip konsistensi) dan exclusive middle (prinsip pemilihan). Bab ketiga menjelaskan tentang hakikat filsafat intelijen sebagai sebuah disiplin ilmu yang bergerak secara beririsan antara filsafat dan intelijen. Bab keempat dalam judul “Kecepatan (velox) dan Ketepatan (exatus)” mengeruk lebih dalam tentang intelijen.

Bab ini menjadi pertaruhan ketika epistemologi kebenaran harus berbanding dengan ketepatan sebagai wilayah praksis. Bab kelima berjudul “Filsafat Strategi”. Isinya refleksi atas kasus-kasus yang sedang dihadapi oleh dunia. Masing-masing bab dihiasi dengan foto-foto esai yang relevan dengan penjelasan.

Foto-foto tersebut tidak sekadar memberi nuansa santai, tetapi berhasil membawa pesan pengarang. Pengarang diberi kemampuan yang lebih dibanding yang lain dalam mengolah daya pikir, daya juang, dan daya hidup untuk bangsa. Sebagai contoh pengarang mengangkat kasus kedatangan diplomat Jerman ke kantor suatu lembaga swadaya masyarakat yang kini telah dibubarkan. Kasus ini menjadi bagian dari metode hitam dalam spionase.

Paparan tersebut tampak dalam kutipan di bawah ini:  Kedatangan seorang diplomat Jerman ke markas Front Pembela Islam pada tanggal 17 Desember 2020, jelas menunjukkan suatu pelanggaran terhadap konvensi Jenewa dalam hubungan internsional dan etika diplomatik. Walaupun alasan diplomat tersebut adalah hanya berbelasungkawa pribadi atas tertembaknya 6 anggota lasykat FPI, tetapi perilaku itu tidak logis dilakukan oleh seorang diplomat (Hendropriyono, 2021; hlm. 171).

Kutipan itu memberikan contoh aktual dengan sikap ilmiah yang jelas. Hal itu menurutnya dItunjukkan sebagai bagian dari praktik “hitam” oleh diplomat Jerman dan pertimbangan-pertimbangan yang tidak logis dalam membangun komunikasi di negeri orang. Metode klandestin ini secara sadar atau tidak sadar menjadi bagian dari praktik-praktik intelijen di dunia.

Contoh lain, Kasus terorisme yang mengemuka pada dua dekade terakhir tak luput menjadi perhatian dari penulis. Menurutnya, kasus tersebut mengikutsertakan berbagai taktik dalam intelijen. Mulai dari metode abu-abu hingga keterlibatan pelaku di dalam perang proxi. Merncermati rentang kasus yang panjang dan rumit, pengarang berhasil menguraikan secara jernih. Dia memberi solusi: Strategi intelijen pengamanan adalah menjalankan deradikalisasi.” Itu dilakukan melalui istilah oprasi balik inteliien (OBI). Teknik deradikalisasi merupakan pendekatan lunak terhadap pelaku sebelum mereka melaksanakan aksi terorime.

Gaya bahasa, contoh-contoh yang aktual, serta anaisis yang tajam membuat buku filsafat intelijen ini tidak tergantikan. Pendek kata, sekalipun buku ini berasal dari pengalaman militer yang sangat kental, tetapi gagasannya yang merentang panjang memberi inspirasi pada wacana kebudayaan. Buku ini sangat dibutuhkan oleh praktisi dalam berbagai bidang ketika dunia kompetisi berjalan sangat ketat.

Seorang manajer perusahaan membutuhkan informasi dan analisis intelijen untuk melakukan proyeksi atas produk yang hendak dipasarkan. Demikian pula seorang ahli politik, sosial, maupun budaya. Analisis data yang tepat akan menghasilkan putusan-putusan strategis dan sangat bermanfaat untuk masa depan.

Kelebihan buku ini sangat mencolok. Langkah-langkah yang ditulis oleh seorang praktisi di bidang intelijen sekaligus sebagai seorang guru besar di bidang intelijen cukup detail. Ini pantas saja karena pengarang tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai satu-satunya guru besar bidang intelijen di dunia. Tidak sulit kiranya menyatakan bahwa gagasan ini perlu dilihat sebagai sebuah ikhtiar pertama dan terbesar dalam mengembangkan filsafat intelijen sebagai sebuah disiplin ilmu yang mandiri.

Filsuf sebagai Intelijen Ideal: Sebuah Hakikat Filsafat Intelijen

Secara sederhana hemat Hendropriyono Intelejen itu sama seperti indra dalam diri manusia. Untuk memahami sesuatu manusia sangat membutuhkan indra baik itu melihat, mencerap, merasa, mencium, dan mendengar. Hasil informasi yang didapatkan dari indra ini segera akan dikirim ke otak untuk dianalisis, dibongkar-pasang atau dicari jalan keluarnya.

Bahwa menurut Hendropriyono adalah sebuah proses dan kerja berpikir atas suatu fenomena atau realitas dalam kehidupan. Berikut ini beberapa poin yang hendak penulis kemukakan terkait arti dan makna intelejen menurut Hendropriyono;

Pertama, Intelejen itu adalah indra daripada sebuah negara bangsa. Tanpa intelejen bangsa dan negara tersebut akan susah hidup bersaing dan berdampingan dengan bangsa-bangsa lain baik secara ekonomi, sosial, politik, budaya dan agama.

Kedua, Buku Filsafat Intelejen adalah buku yang mengabungkan ilmu intelejen dan ilmu filsafat sebagai metode berpikir taktis, strategis dan sistematis logis. Intelejen itu sendiri berkaitan dengan kecerdasan atau intelegensia, filsafat itu sama bahwa ia merupakan ilmu kritis atau ilmu berpikir, sehingga kedua ilmu tersebut dirasa oleh Hendropriyono penting untuk digabungkan sehingga mampu mengahsilkan manusia-manusia yang unggul, cerdas dan hebat.

Jadi Intelijen terbaik versi Hendropriyono adalah seorang filsuf, pemikir yang tidak pernah berhenti berpikir untuk melahirkan inovasi, terobosan, opsi, dan solusi terhadap pertanyaan-pertayaan yang disuguhi hidup.

Halaman selanjutnya >>>
Siorus Degei
Latest posts by Siorus Degei (see all)