Membongkar Taktik Intelijen dalam Operasi Militer di Papua

Pertama, Kembali ke Honai dan Tungku Api Diri, Keluarga, Marga, Submarga, Suku, Alam, Leluhur dan Tuhan. Orang Papua adalah korban Spiritsida dan Etnosida, juga Genosida dan Ekosida justru itu orang asli Papau mesti mau merendahkan hati untuk kembali ke Honai dan Tungku, jika tidak tidak ada buatlah itu, kembalikan spritual, mental, jati diri dan identitas kepapauan bangsa Papua yang proto.

Hal ini perlu supaya hubungan orang Papua biak secara pribadi, keluarga, marga, submarga, suku, dan bangsa bisa terpulihkan kembali baik relasi harmonis antara manusia Papua dengan dirinya sendiri, dirinya dengan alam, dirinya dengan sesama, dirinya dengan leluhur dan dirinya dengan Tuhan.

Kedua, Menuju Dialog dan Rekonsiliasi Damai lintas Tiga Tungku Api, yaitu Adat, meliputi Suku-Suku (Wilayah Adat), Marga-Marga dan Sumarga-Submarga, Keluarga-Keluarga, dan Individu-Individu. Lintas Agama, meliputi 5 Keuskupan Se-Regio Papua (Keuskupan Agung Merauke, Sorong-Manokwari, Jaypura, Agats-Asmat dan Timika), Dekenat-Dekenat, Paroki-Paroki, Quasi-Quasi, Stase-Stase, Kombas-Kombas (Krin-Krin atau KBG-KBG), Keluarga-Keluarga, dan Individu-Individu.

Agama Kristen Protestan, meliputi Sinode-Sinode, Klasis-Klasis, Jemaat-Jemaat, Kelompok-Kelompok, Keluarga-Keluarga, dan Individu-Individu. Agama Islam lintas Masjid dan Musola. Berikutnya Lintas Organisasi Pergerakan, Perlawanan dan Perjuangan baik Sipil, Diplomat dan Gerilyawan mulai dari tingkat dalam negeri, luar negeri.

Setelah Dialog dan Rekonsiliasi Damai lintas Tiga Tungku ini dilakukan dengan baik dan benar sesuai Panduan Doa Rekonsiliasi Untuk Pemulihan dari Jaringan Doa Rekonsiliasi Untuk Pemulihan Papua (JDRP2), maka tiba saatnya untuk diadakannya Dialog dan Rekonsiliasi Damai Bangsa Papua sebagai Satu Bangsa, Satu Jiwa (One People, One Soul), Satu Tungku dan Satu Honai, West Papua.

Ketiga, penulis melihat bahwa jalan dialog dan rekonsiliasi damai pada poin kedua di atas ini adalah tata cara paling jitu untuk membongkar dan memusnahkan lilitan dan jalinan rente dan gurita intelijen, baik hitam maupun putih, terutama klandestin dalam tubuh adat, agama dan organ perjuangan bangsa Papua. Dengan melakukan dialog dan doa rekonsiliasi, maka esensi dan eksistensi daripada adat, agama dan organ perjuangan yang selama ini dicokol oleh intelijen klandestin dapat kita sucikan, pulihkan, sucikan, dan murnikan dari segala noda dosa kinerja-kinerja intelijen.

Kita berdoa, berharap, dan berjuang dengan positivisme dan optimisme yang mengebu-ngebu bahwasanya semuanya akan berkahir dengan cepat dan tepat dalam waktu dekat. Tetap beruang saling terus-menerus memulihkan diri, menyiapakan jalan pembebesan, kemerdekaan dan perdamaian bagi bangsa dan tanah air.

Mari kembali ke honai dan tungku api, buang semua ego, gengsi dan ambisi palsu ciptaan para filsuf intelijen NKRI dan kroni-kroninya berkedok klandestin. Mari torang bicara dulu di para-para adat, agama, dan organ perjuangan, wujudkan “Revolusi Honai dan Tungku Api” menuju alam Perdamaian Sejati.

Daftar Pustaka
  • Henropriyono A.M. 2013. Filsafat Intelejen Negara Republik Indonesia. Jakarta: KOMPAS.
  • Hendropriyono A.M. 2021. Filsafat Intelejen: Sebuah Esai Ke Arah Landasan Berpikir, Strategi, Serta Refleksi Kasus-Kasus Aktual. Jakarta: Hendropriyono Stretegic Consilting.
  • Lengkeru Guna Frans. 2021. Teologi Sosial. Abeupura-Jayapura: Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Fajar Timur.
  • Alua Alue Agus. 2006. Papua Barat Dari Pangkuan Ke Pangkuan: Suatu Iktihar Kronologis. Jaypura: Sekretariat Presidium Dewan Papua dan Bior Penelitian STFT Fajar Timur.
Siorus Degei
Latest posts by Siorus Degei (see all)