
Pada perempuan, kiranya tak ada hal lebih utama yang harus kita respons selain soal peran dan fungsinya dalam kehidupan publik (partisipasi politik perempuan). Bahwa perempuan, juga laki-laki, sama-sama punya peran signifikan bagi keberlanjutan pembangunan suatu bangsa, teruntuk pula bagi Indonesia.
Adalah masa kelam ketika dulu perempuan melulu orang tempatkan hanya dalam ranah domestik belaka (kasur, dapur, atau pengurus rumah tangga beserta isinya). Penilaian semacam ini, jika kita telaah lebih dalam, terang bahwa itu bersumber dari pandangan filsafat misoginis yang patriarkis—sebuah filsafat dusta yang membenci perempuan sembari menggaungkan laki-laki sebagai penguasa atas perempuan.
Satu pelajaran menarik yang dapat kita temui dari seorang Kartini. Meski dirinya jauh lebih beruntung daripada perempuan-perempuan sebayanya yang tak bisa mengakses pendidikan, Kartini tetap terbelenggu dalam pandangan filsafat dusta di atas. Di usianya yang masih belia, ia harus terpaksa menanggalkan kebebasan masa mudanya dalam sebuah ikatan perkawinan (Pram, Panggil Aku Kartini Saja).
Dari sekelumit kisah Kartini, dapat kita ambil satu pelajaran bahwa dulu perempuan terposisikan secara marginal alias tak manusiawi. Beruntung, terutama sejak dideklarasikannya semangat kemerdekaan, terlebih gerakan reformasi, politik perempuan sudah mulai menunjukkan eksistensinya sebagaimana laki-laki. Posisi perempuan kini sudah tampak setara, meski kebanyakan hanya baru berada dalam taraf pemikiran.
Sungguh, sebagaimana cita-cita kemerdekaan dan reformasi, perempuan pun memiliki hak dan kewajiban sama yang seharusnya memang demikian. Seperti laki-laki, keduanya harus kita tempatkan pada posisi yang setara, setidaknya berkesempatan sama untuk menunjukkan eksistensinya secara lebih luas. Partisipasi politik perempuan harus kita bangun.
Partisipasi Politik Perempuan
Memang politik hanyalah soal tentang bagaimana mengatur urusan-urusan publik seperti pemerintahan dan kebijakan bagi masyarakat. Karena perannya adalah mengatur, tak ada istilah batasan terkait siapa yang lebih berhak mengambil dan melaksanakannya. Bahwa tiap-tiap manusia adalah “khalifah”. Perempuan atau laki-laki, semua berposisi sama sebagai pengatur urusan-urusan duniawi.
Tersadari atau tidak, peran dan fungsi perempuan ini bukan lagi sesuatu yang tabu untuk kita perbincangkan. Justru sebaliknya, sebab-sebab seperti adanya gerakan emansipasi, misalnya, menjadikan peran dan fungsi perempuan saat ini layak untuk kita perhitungkan kembali.
Tentu sudah banyak kita jumpai wajah-wajah perempuan yang ikut andil dalam dunia perpolitikan. Sejumlah dari mereka telah menduduki jabatan-jabatan strategis. Mereka ikut punya peran memutuskan kebijakan publik seperti apa yang harus negara canangkan.
Baca juga:
Lihat, misalnya, peran seorang Nara Masista Rakhmatia yang menjadi diplomat muda mewakili Indonesia dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York. Dengan gaya yang lantang, ia menjawab tegas sejumlah pertanyaan dari beberapa kepala negara sekitar Pasifik mengenai adanya isu dugaan pelanggaran HAM di Papua dari gerakan separatis (UMLWP).
Sebagaimana kita ketahui, gerakan ini yang kemudian memengaruhi sejumlah negara, seperti Nauru, Kepulauan Marshall, Vanuatu, Solomon, Tuvalu, dan Tonga, untuk mempertanyakan kedaulatan Indonesia saat sidang PBB berlangsung.
Sosok perempuan lainnya, yakni Ima Matul Maisaroh. Sebelumnya, dia seorang pramuwisma (TKW) yang bekerja pada keluarga keturunan Indonesia di Los Angeles. Dalam pekerjaannya ini, dia tak jarang mendapat perlakuan tidak adil dari sang majikan.
Mungkin lantaran keberaniannya menyatakan sikap untuk keluar dari siksaan dan serta menolak human trafficking, dia lalu dinobatkan dan menjadi anggota Dewan Penasehat Gedung Putih. Bahkan, dia menjadi salah satu tamu undangan yang berpidato di depan puluhan ribu delegasi dalam Konvensi Nasional Partai Demokrat yang digelar di Philadelphia.
Kesejahteraan Perempuan
Tentu masih banyak lagi perempuan-perempuan yang sudah sukses menunjukkan eksistensinya di ranah publik, termasuk di Indonesia. Sebut saja Walikota Surabaya, Tri Rismaharini. Atau yang belakangan ini pernah menjadi sorotan media, yakni calon Wakil Gubernur DKI Jakarta pasangan Agus Harimurti Yudhoyono, Silvyana Murni.
Kita juga mengenal sosok Sri Mulyani yang kini menduduki posisi sebagai Menteri Keuangan Republik Indonesia, yang juga memiliki track record yang patut kita acungi jempol.
Tak usah lagi tanya soal mantan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri; Khofifah Indar Parawansa, Menteri Pemberdayaan Perempuan di Kabinet Persatuan Nasional dan Menteri Sosial di Kabinet Kerja; atau juga Rieke Diah Pitaloka, Anggota DPR-RI untuk Daerah Pemilihan Jawa Barat II.
Halaman selanjutnya >>>
- Pandemi dan Ruang Cerita - 6 Juni 2020
- Walaupun Kau - 23 Juli 2018
- Yang Tak Lagi - 19 Juli 2018