Menggagas Ruang Pemberadaban

Menggagas Ruang Pemberadaban
©Balairungpress

Membincang pendidikan tentu bukan sekadar mendiskusikan bagaimana perpindahan ilmu dari satu subjek ke subjek lain (transfer of knowledge). Lebih dari itu, ia merupakan suatu proses penciptaan ruang pemberadaban, proses yang akan menjadikan manusia memahami segala aspek kehidupan etika, estetika, dan filsafatnya secara individu, terlebih secara sosial.

Peradaban merupakan pencapaian agung sebuah kebudayaan. Sedang kebudayaan merupakan hasil perpaduan pemahaman dan aktualisasi antara etika (baik-buruk), estetika (indah-jelek), metafisika (ada-tiada), dan filsafat (pengetahuan) di kehidupan sehari-hari.

Bagaimana kita bisa memperolehnya, menggagas ruang pemberadaban? Tentu saja dengan pendidikan, baik dari proses verbal (tutur), visual (pengamatan), ataupun ritual (praktik).

Tetapi sangat disayangkan kesadaran sebagian besar masyarakat hari ini. Pendidikan mereka maknai hanya sebagai kegiatan institusional di lembaga-lembaga pendidikan.

Padahal, lembaga institusional ini hanyalah satu dari sekian banyak media pendidikan. Di luar itu, ada banyak media yang juga utama, misalnya, di dalam keluarga dan masyarakat untuk penciptaan ruang pemberadaban.

Tetapi mari kita lihat pendidikan dalam arti institusional di atas sebagaimana banyak masyarakat kita pahami (common sense). Sebut saja, misalnya, semua lembaga pendidikan institusional ini adalah ‘sekolah’, baik dalam arti sekolah umum, madrasah, pesantren, hingga universitas atau perguruan tinggi dan semacamnya.

Fenomena sekolah saat ini lebih mirip dengan markas tentara daripada ruang pemberadaban. Satu hal yang membedakan adalah tentara lahir untuk berperang sedangkan pelajar tidak.

Sekolah lebih sebagai wilayah instruksional daripada ruang dialogal. Konsekuensinya, pelajaran di dalam sekolah cenderung tidak ‘membumi’. Tidak memberi pengaruh pada ranah politik, kekuasaan, pendominasian, ekonomi, sosial hingga kemanusiaan. Tidak ada tanggung jawab sosial yang ia emban (bahkan ini sering tidak kita sadari) setelah memperoleh pengetahuan.

Baca juga:

Segala kegiatan sekolah diatur dalam aturan-aturan yang mengikat, terbatas dan sempit. Mulai dari konten pembelajaran, strategi mengajar, hingga urusan remeh-temeh, seperti aturan jenis sepatu yang boleh peserta didik gunakan.

Guru menjadi sulit berimprovisasi. Keinginan dan ide-idenya ‘ditutup’ agar sesuai dengan aturan baku menurut kepentingan tertentu. Meski begitu, jarang sekali ada guru yang mempertanyakan alasan-alasan, motif, dan ideologi macam apa di balik semuanya. Seperti inikah ruang pemberadaban?

Jenis Pengetahuan

Salah seorang tokoh pendidikan kritis, Henry A. Giroux, mengatakan, ada dua jenis pengetahuan, yakni pengetahuan produktif dan pengetahuan direktif.

Pengetahuan produktif adalah pengetahuan yang terkait dengan hal-hal eksak, dapat kita ukur, kuantifikasi, klasifikasi, kuasai, dan manipulasi. Ia tidak hanya berkaitan dengan sains, tetapi juga berkaitan dengan ilmu-ilmu di luar itu, selama pengetahuan yang menjadi hasilnya hanya bersifat definitif.

Kita ambil contoh sejarah penjajahan di Indonesia. Pengetahuan produktif hanya berada pada wilayah definisi, seperti waktu terjadinya penjajahan, siapa yang menjajah dan terjajah, di mana penjajahan terjadi, atau bagaimana bentuk penjajahan itu.

Adapun pengetahuan direktif sifatnya lebih filosofis. Pengetahuan ini terkait dengan alasan-alasan, seperti mengapa suatu ilmu harus kita pelajari.

Dalam contoh di atas, pengetahuan direktif memberi klarifikasi terkait alasan mengapa penjajahan (di Indonesia) terjadi, apa motif para penjajah, latar belakang, sampai ideologi apa yang ada di balik penjajahan itu. Pengetahuan ini memberi kesadaran pada guru dan siswanya tentang manipulasi, marginalisasi, dan kekuatan tersembunyi di balik sebuah peristiwa.

Hematnya, pengetahuan direktif mampu menjawab hal-hal yang tidak kita ketahui di dalam pengetahuan produktif. Pengetahuan direktif membentuk kesadaran, sedangkan yang produktif membentuk pengetahuan itu sendiri.

Halaman selanjutnya >>>
Nia Annasiqie
Latest posts by Nia Annasiqie (see all)