
Ruang publik hari ini raimai dengan seputar revisi Undang-Undang KPK. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga pemerintah kini dibuat bingung.
Bagaimana tidak? Lembaga yang selama ini begitu kuat menangkap para koruptor, kini akan direvisi. Tindakan ini bukannya malah memperkuat, tetapi malah memperlemah.
Hal ini tentu memantik amarah publik karena khawatir jika revisi itu tetap berlaku, upaya untuk memberantas para koruptor akan sia-sia. Mengingat poin-poin yang terevisi sangat sensitif, sekaligus dapat membuka pintu masuk bagi koruptor untuk melakukan tindak pidana korupsi (tipikor).
Banyak pihak menuding revisi yang DPR usulkan ini sarat akan politis. DPR bahkan ternilai tidak serius dalam mendukung kinerja KPK sebagai lembaga yang memberantas korupsi.
Tampaknya Komisi Pemberantasan Korupsi satu-satunya lembaga negara yang keberadaannya tidak disenangi banyak pihak. Tentu, mereka yang tidak menyukai KPK adalah orang-orang yang memiliki kepentingan yang tidak sejalan dengan agenda antikorupsi yang KPK jalankan: koruptor dan koalisinya, Abraham Samad, Ketua KPK 2011-2015 (Opini Kompas, 09/09/2019).
Kita dapat membayangkan usulan revisi undang-undang ini sebagai alat oleh orang-orang yang tidak senang dengan keberadaan KPK. Mereka mudah menyusup untuk melakukan berbagai cara demi menggolkan kepentingannya. Karena poin-poin yang terevisi tersebut sangat mudah mematahkan gerak KPK ke depannya.
Revisi, Untuk Apa?
Melakukan revisi terhadap sebuah produk UU sah-sah saja, bahkan sangat kita benarkan. Mengingat produk UU haruslah mengikuti perkembangan yang sesuai dengan kondisi dan situasi di lapangan.
Manakala UU tidak lagi relevan dengan situasi tersebut, revisi harus dan hendak berlaku. Namun, saat ini revisi yang hendak DPR lakukan bersama pemerintah ternilai sangat politis sekaligus tidak tepat. Mengingat poin-poin yang akan mereka revisi sangat mencederai KPK sebagai lembaga independen.
Baca juga:
- UU KPK; Jalan Mempersempit Ruang Gerak Pemberantasan Korupsi
- Pelemahan KPK dan Nasib Penanganan Korupsi
Ada alasan mengapa revisi mereka lakukan karena selama ini KPK sering menyalahi Standar Operasional Prosedur (SOP).
Revisi Undang-Undang KPK sejauh ini sudah memasuki berbagai tahap. Semua fraksi di DPR bahkan menerima usulan tersebut sekaligus Presiden telah mengirimkan surat sebagai bukti tanda setuju.
Ini membuktikan bahwa keseriusan pemerintah dalam melakukan revisi memang benar-benar telah matang. Artinya, pada titik ini, publik secara luas harus dapat memberikan sinyal kepada pemerintah untuk kembali melihat secara jelas poin-poin yang hendak mereka revisi tersebut.
Hal ini lantaran revisi tersebut sangat memberatkan bagi masa depan KPK. Lembaga ini akan sangat lemah dan tidak mampu berbuat apa-apa jika hal tersebut melemahkan eksistensinya.
Pemerintah bersama DPR hendaknya tidak semudah itu melakukannya. Ada baiknya pemerintah mengkaji ulang poin-poin yang akan mereka revisi tersebut, jangan sampai masa depan lembaga ini hancur.
Apabila revisi tetap berlaku tanpa memikirkan proses panjang di kemudian hari, bukan tidak mungkin upaya memberantas korupsi di negeri hanyalah sia-sia belaka. Jika revisi berlaku hanya kerena selama ini KPK sering menyalahi SOP, pemerintah bisa saja membentuk badan pengawas.
Lembaga ini punya kerja, yaitu mengawasi agar SOP yang sudah ada bisa terpatuhi. Bukan malah mengambil satu kesalahan KPK lantas mereka jadikan sebagai acuan untuk merevisi semua.
Halaman selanjutnya >>>
- Berpacu Melawan Corona - 29 Maret 2020
- Pendidikan, Ancaman Global, dan Pembenahan Sistem - 3 Maret 2020
- Desa sebagai Aset Masa Depan Bangsa - 21 Desember 2019