Mimesis Empal Brewok

Empal brewok bukanlah sesuatu yang dibuat untuk meniru realitas sehari-hari, tetapi untuk menggambarkan ide-ide manusia sedemikian rupa sehingga kesadaran pengamat itu bisa tercerahkan. Pembeli yang sudah kekenyangan dengan porsi nasi menggunung itu merasa tercuci pemikirannya. Aristoteles menyebut “penyucian” ini sebagai “catharis”.

Sesaat kemudian, pertanyaannya tentang pistol gombyok terjawab sudah. Tak seperti empal brewok yang berupa potongan daging sapi yang digoreng setelah dibumbui, namun pistol gombyok tak berupa gorengan daging seperti pistol atau sejenisnya. Pistol gombyok benar-benar tak dijual di warung itu. Tak ada dalam daftar menu!

Selang kemudian pembeli benar-benar telah mencuci “pistol gombyok” miliknya yang sesungguhnya.

“Enak, Mas?” tanya mbak penjual.

“Banget,” jawabnya yang sudah berkeringat.

Mbak penjual tersenyum manis bak seorang seniman yang berhasil menyediakan ide murni dari seni dan keindahan yang melintas liar dalam benak pembelinya.

Ide selalu melebihi karya seni itu sendiri. Ide pistol gombyok akan kehilangan kesatuan asli dan kemurniannya saat berhubungan dengan empal brewok yang bernapas.

Untuk membuat ide, penjual itu harus banyak melihat model pistol gombyok. Namun, karena pelanggannya banyak yang tak sesuai pistol gombyoknya, maka dengan bijaksana akan menggunakan ide yang sempurna dan terindah yang pernah ia miliki.

Pembeli lega, tak sedikit pun menyesal. Baginya, itu bukan tragedi, namun ia adalah puncak dari mimesis itu sendiri. Mungkin awam menyebutnya sebagai takdir.