
Nalar neoliberal mengonfigurasikan negara serta warga sebagai sesuatu yang hanya mengejar keuntungan ekonomi.
Dalam Undoing the Demos: Neoliberalism’s Stealth Revolution (2015), Wendy Brown membahas tentang neoliberalisme sebagai seperangkat nalar telah membatalkan (undoing) prinsip-prinsip dasar demokrasi. Neoliberalisme menurutnya telah menjadi tatanan normatif yang berfungsi untuk mengatur rasionalitas manusia berdasarkan pada ukuran-ukuran ekonomi.
Nalar neoliberal telah menyebarkan prinsip-prinsip dalam ekonomi ke segala aspek kehidupan manusia, termasuk kehidupan politik. Ia memfigurasi manusia semata aktor dalam pasar atau homo economicus, bukan homo politicus. Selain itu, nalar neoliberal juga membentuk subjek-subjek yang telah terneoliberalisasi, yaitu perilaku, praktik, nilai, serta pengetahuan yang patuh terhadap kekuasaan neoliberal.
Brown tidak memahami neoliberalisme sebagai seperangkat kebijakan negara, sebuah fase dalam kapitalisme, atau perangkat ideologi. Akan tetapi, ia sendiri tidak menampik pemahaman yang demikian. Menurutnya, neoliberalisme adalah seperangkat nalar untuk memerintah (governing reason).
Dengan menggunakan pendekatan Foucaultdian, neoliberalisme dipahaminya sebagai tatanan normatif, yang ketika berkuasa, mengambil bentuk sebagai rasionalitas yang mengatur serta memperluas nilai, praktik, dan ukuran-ukuran ekonomi ke setiap ruang kehidupan manusia. Neoliberalisme dalam hal ini menjadi mode penalaran (mode of reasoning) yang bertujuan untuk membentuk kembali kehidupan manusia sesuai prinsip-prinsip neoliberalisme.
Mengonversi Politik ke dalam Kerangka Ekonomi
Nalar neoliberal telah mengonversi kehidupan politik ke dalam kerangka ekonomi. Dalam kerangka yang demikian, kompetisi, maksimalisasi kepentingan, pencarian keuntungan, menjadi elemen dasar yang menggerakkan kehidupan politik. Di sini, daulat rakyat diganti menjadi daulat pasar, budaya kewargaan diganti dengan budaya konsumen, dan pengaturan kenegaraan disesuaikan dengan pengaturan dalam pasar.
Sedangkan homo politcus yang menjadi agen dalam demokrasi ditransformasikan menjadi sekedar homo economicus. Menurut Brown, ini terjadi karena nalar neoliberal telah menjadi tatanan normatif yang membentuk rasionalitas tentang bagaimana seharusnya kehidupan politik diatur dan digerakkan.
Dalam Bab 1 Brown memberikan penjelasan umum terkait nalar neoliberal serta implikasi politisnya terhadap kehidupan politik demokrasi, bagaimana ia menyebar, dan bagaimana ia membentuk subjek-subjek baru. Brown menyoroti proses ekonominasasi segala aspek kehidupan manusia, yang menurutnya hal ini didukung oleh kemampuan nalar neoliberal untuk membentuk subjek homo economicus dalam corak yang spesifik, yaitu sebagai modal manusia (human capital): sebuah proyek yang bertujuan untuk meningkatkan nilai seseorang (self-invest), entah itu keterampilan ataupun pengetahuan, yang memiliki daya tarik secara ekonomis.
Dalam hal ini, seseorang yang telah memiliki human capital akan terus-menerus berkompetisi untuk meningkatkan peringkat serta kemampuan, misalnya dalam hal wirausaha. Sebagai seseorang yang telah terfigurasi sebagai human capital, seseorang tidak hanya berguna untuk dirinya sendiri, akan tetapi juga kepada korporasi, negara, atau secara lebih luas menjadi piranti kapital dan kekuasaan. Mereka yang telah terinternalisasi human capital akan menganggap ketidaksetaraan dan kompetisi adalah sesuatu yang natural dalm proses ekonomi.
Baca juga:
- Politik Pengetahuan dan Pembangunan Neoliberal
- Teologi Katolik di Masa Pandemi: Antara Neoliberalisme Katolik dan Masa Depan Gereja
Selain itu, Brown juga menyoroti aktivitas kewargaan yang kehilangan sisi politis untuk memperjuangkan hal-hal publik. Kewargaan telah direduksi oleh nalar neoliberal sebagai homo economicus yang mengeleminasi segala ide tentang demos dan kedaulatan politik. Sedangkan negara dalam hal ini mengkerangkai seluruh kebijakannya hanya berdasarkan pada tujuan pertumbuhan ekonomi, sebagaimana yang ia perlihatkan pada pidato “We the People” presiden Obama saat pelantikannya pada 2013.
Obama dalam pidatonya mengemukakan gagasan yang sekilas terlihat progresif, seperti keadilan, perdamaian, dan keberlanjutan lingkungan. Akan tetapi menurut Brown, tujuan utama dalam kebijakan itu adalah mengejar pertumbuhan ekonomi. Obsesi negara terhadap pertumbuhan ekonomi adalah hasil dari konstruksi nalar neoliberal yang telah mengarahkan setiap kebijakan negara untuk melayani pasar.
Brown kemudian mulai mendiskusikan gagasan Foucault (Bab 2), terutama yang tertuang dalam Collage de France Lectures tahun 1978-79. Bagi Foucault, neoliberalisme telah membentuk kembali pengaturan liberal, seni memerintahnya, politik serta teori ekonominya agar sesuai dengan semangat dan kepentingan neoliberal.
Neoliberalisme bagi Foucault adalah suatu tatanan normatif yang spesifik, sebagai mode penalaran, yang memproduksi subjek, “conduct of conduct”, dan membentuk skema penilaian tertentu. Neoliberalisme dalam hal ini berbentuk sebagai rasionalitas untuk memerintah (governing rationality): tentang bagaimana cara terbaik untuk memerintah. Karakter neoliberalisme dalam pemahaman Foucault dapat dilihat dengan bagaimana tatanan normatif neoliberal dapat berkuasa dan membentuk perilaku subjek tanpa perlu menyentuhnya.
Kekuasaan neoliberal diaransemen tidak dengan penggunaan kekuatan yang keras, melainkan secara halus dan tersembunyi. Dalam pengaturan neoliberal ini, pasar menjadi nalar yang mengatur individu tanpa menyentuhnya. Pasar juga menjadi nalar negara, membentuk seni memerintah yang baru untuk menciptakan negara yang terbatas.
Brown lalu melanjutkan bahwa rasionalitas politik neoliberal memberikan berbagai kepercayaan serta implikasi. Neoliberalisme percaya bahwa kompetisi adalah natural, dan oleh karenanya ia suatu hal yang baik.
Selain itu, neoliberalisme telah mengganti pertukaran dalam pasar dengan kompetisi, kesetaraan dengan ketidaksetaraan, modal manusia menggantikan kerja (labor), dan wirausaha menggantikan produksi. Sedangkan di sisi yang lain, hukum telah terekonomisasi dan disesuaikan dengan kepentingan pasar, sedangkan pasar itu sendiri menjadi suatu kebenaran. Dalam kondisi ini juga, negara dibuat responsif terhadap tuntutan pasar. Sementara itu, otonomi individu serta kontestasi politik diganti dengan konsensus politik.
Brown lalu memberikan kritik kepada Foucault terutama pada obsesinya terhadap “janji liberal” tentang kebebasan, dan pengelakan Foucault terhadap pandangan Marxis yang melihat kebebasan sebagai justifikasi untuk menegakkan kepentingan kapitalis.
Halaman selanjutnya >>>
- Nalar Neoliberal dan Ekonomisasi Politik - 5 November 2022
- Politik Pengetahuan dan Pembangunan Neoliberal - 27 Februari 2022
- Memahami Civil Society Elites dan Boundary-Crossing - 8 Mei 2021