
“Nak, aku menamaimu Maria.”
Bisik seorang ibu di telinga anak wanitanya yang baru lahir
Ibu ingin kamu menjadi seorang perempuan
Yang tegar merawat lara sebab pipimu kan selalu basah, nak
Ketika kamu menceritakan kehamilanmu yang adalah rencana Tuhan
Jiwamu akan terhunus pedang ketika perihnya kamu menyaksikan penderitaan
Putramu pada jalan salibNya
Susahmu melebihiku tapi kamu tidak melibatkan siapa pun
Dalam remuknya jiwamu
Dalam setiap gelisahmu
Pipimu makin basah, nak
Ketika menyadari kamu tak bisa berbuat apa-apa
Kecuali menjaga nada ucapanmu
Agar terdengar bergetar
Agar kamu berpikir kamu tegar
Ketika di pelukmu tubuh tanpa nyawa putramu setelah empat belaskali
Mengalami penderitaan sebagai yang dituduh penjahat oleh umatnya sendiri
Nak, namamu Maria adalah doa
Tempat segala keturunan menyebut kamu yang berbahagia
Tempat segala harapan dan tobat meminta ampun
Dari doamu Maria
Ledalero, Oktober 2019
Pesan Ayah
Semalam lima cangkir kopi kuhabisi mengenang
Cerita ayah yang tak terselesai selepas terik yang membakarnya
Tangan yang kusam memeluk rumput atau sikap lugu mencari uang
Tidak hanya itu, ayah juga menciptakan rindu bersama kopi
Ketika senyum meyakinkan ayah baik-baik saja, nak
“Nak, jika kelak engkau sukses dan ditanya orang-orang apa impianmu selanjutnya
Jangan pernah ucapakan aku ingin membahagiakan orang tuaku
Sebab ayah telah bahagia sejak ayah berusaha membahagiakanmu
Bilang saja kepada mereka ayahku sangat egois dalam hal duka
Ia tidak pernah membagikan sedikit dukanya kepadaku
Malahan ia makin bersyukur karena bagi ayah syukur adalah sebuah doa
Dari setiap rezeki yang di peroleh dalam sehari”
Pesan ayah suatu sore ketika kami menghabiskan kopi bersama
Ledalero, 2019
- Bidadari Terakhir - 20 April 2020
- Surat Cinta untuk Adonai - 20 April 2020
- Ennu - 19 April 2020