Orang Gila dan Kegilaaan Orang-Orang

Kedua, sorotan saya tertuju pada  masyarakat Indonesia yang saat ini sedang darurat akal sehat. Situasi ini dianggap sebagai kejadian luar biasa (KLB), di mana sebagian orang tidak lagi dapat membedakan antara keonaran dari orang gila dengan keonaran yang dari kegilaan orang-orang.

Saya ambil dua contoh untuk kita pertimbangkan. Pertama, ada orang yang secara medis telah berstatus ODGJ. Karenanya, cenderung membuat keonaran, mengancam tokoh agama, dan lain sebagainya. Masyarakat khawatir, kecemasan akhirnya berujung pada tindakan kekerasan?

Kedua, ada orang yang secara medis sehat jasmani dan rohani. Karenanya, mereka punya kesempatan untuk menjajal kursi DPR, membuat produk UU MD3 yang meresahkan, mengancam seluruh rakyat yang ia wakili. Lalu, masyarakat, apa yang mereka lakukan?

Untuk dua video di atas pun demikian. Logika masyarakat umum saat ini telah terbalik. Penyebar konten hoax dan ujaran kebencian disematkan label pahlawan. Sementara, bagi yang gangguan jiwa, tertuduh sebagai pelaku kejahatan yang mengancam.

Terhitung sejak Januari hingga Februari saja, pihak kepolisian telah berhasil menangkap 26 pelaku penyebaran hoax. Apakah masyarakt tidak membaca berita ini? Apakah tujuan (memprovokasi) kelompok ini masih ingin kita debat? Wajar saja, masyarakat kehilangan akal sehat.

Masyarakat kita “sebagian” tidak menyadari bahwa penggiring isu hoax dan ujaran kebencian jauh lebih berbahaya ketimbang orang gila itu sendiri. Alih-alih menghambat lajunya pertumbuhan hoax, yang ada justru menghambat lajunya pemberantasan hoax.

Dua video di atas menjadi satu bukti nyata untuk menggambarkan darurat akal sehat masyarakat Indonesia. Video tersebut tidak mendapat perlakuan yang sama guna meminimalkan kejadian yang tidak kita inginkan.

Inilah satu alasan mengapa saya memberi judul tulisan ini seperti itu. Saya melihat masyarakat telah keliru menilai antara mana keonaran yang orang gila lakukan dengan keonaran dari yang waras.

Baca juga:

Kekeliruan tersebut berimbas fatal, di antaranya kecemasan-kecemasan di hari mendatang. Ironisnya, sasaran yang semestinya kita cemaskan ternyata salah arah. Tak ayal, kecemasan seperti ini hanya akan menimbulkan kemarahan yang bersifat merusak. Pada detik itu juga, rasa yang dimiliki pribadi seseorang menjadi teror bagi dirinya sendiri.

Saya menyesalkan keadaan negara, di mana warganya memiliki hubungan interaksi bermoduskan “kecurigaan”. Terlebih mencurigai orang dengan gangguan jiwa. Sia-sia saja.

Abu Bakar
Latest posts by Abu Bakar (see all)