Pancasila dan Masalah-Masalahnya

Pancasila dan Masalah-Masalahnya
©Berdikari

Siapa yang tak marah dan kesal ketika Pancasila hendak orang copot dari hati bangsa ini?

Sedari awal Bung Karno pernah mengingatkan bahwa perjuangan Indonesia lebih berat karena perjuangan melawan rakyat sendiri.

Terbukti memang. Tragedi pada 30 September 1965 menampakkan wajah paradoksal sebuah bangsa. Peristiwa kelam tersebut menandai suatu pikiran bahwa bangsa yang besar ini memiliki potensi besar, potensi kekayaan alam dan potensi pertarungan tanpa akhir.

Pancasila, apa makna Pancasila? Pertanyaan tersebut layak kita lontarkan pada saat ideologi tersebut mulai teragukan kekuatannya. Pengikisan makna dan fungsinya tanpa kita sadari tampak di mana-mana.

Di ruang publik yang politis, Pancasila orang peralat sebagai pemanis mulut untuk pemulus ambisi temporal. Di ruang suku, bahasa, etnis, ia hanyalah juru damai tanpa tindak nyata. Pada ruang agama, tambah kehilangan wibawanya. Ya, bagian agama inilah Pancasila jadi soal yang sebenarnya tanpa soal. Begitulah.

Lalu, apa hubungannya Pancasila dengan pernyataan Bung Karno di atas? Tentu hubungannya terletak pada ide dasar munculnya.

Pancasila terbentuk dengan segala pengorbanan pendiri bangsa ini untuk sesuatu yang lebih besar manfaatnya bagi Indonesia. Oleh karenanya, apabila keberadaan ideologi paten ini mulai kita tinggalkan, maka saat itu pula keamanan bangsa ini terancam.

Dan tidak perlu jauh untuk menemukan contoh. Gerakan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bagus untuk kita bahas di sini. HTI sebagai organisasi keagamaan begitu konsisten menyuarakan ajaran-ajarannya. Sekalipun itu bertentangan dengan Pancasila. Dan betul sekali, HTI malah menolak Pancasila dan ngotot mau menggantinya dengan sistem Khilafah.

Siapa yang tak marah dan kesal ketika Pancasila hendak orang copot dari hati bangsa ini?

Baca juga:

Seruan dan dakwah HTI tersebut pun menuai protes. Penolakan pada HTI ini, bagaimanapun, akan terus masif dan kolektif. Sebetulnya unjuk protes ini bukan sebab dakwahnya. Tidak. Dakwah HTI, apa pun itu, baik karena juga menginginkan manusia menjadi hamba Tuhan yang baik.

Tetapi, sebaik apa pun ajarannya, kalau sampai mau mencabut Pancasila yang sudah mengakar ini, tentunya wajib untuk kita tantang. Mengakar karena kata Driyarkara, Pancasila sesuai dengan kodrat manusia Indonesia. Jadi, tidak perlu kita ganggu lagi.

Atau saya perlu menambahkan kutipan pidato historis yang Soepomo sampaikan pada saat rapat pembentukan panitia persiapan kemerdekaan Indonesia pada Mei 1945?

Tuan-tuan, menciptakan suatu negara Islam di Indonesia akan berarti bahwa kita tidak menciptakan suatu negara kesatuan. Jika suatu negara Islam kita ciptakan di Indonesia, maka pasti akan timbul persoalan minoritas, persoalan golongan agama yang kecil, dari orang-orang Kristen dan lain-lainnya.

Walaupun suatu negara Islam akan menjamin kepentingan golongan-golongan lain sebaik-sebaiknya, golongan-golongan agama yang lebih kecil ini pasti tidak akan dapat merasa diri terlibat dengan negara. Oleh karena itu, cita-cita suatu negara Islam tidaklah sesuai dengan cita-cita suatu negara kesatuan yang sedang kita usahakan dengan penuh semangat.

Demikian pidato Soepomo yang lugas dan argumentatif.

Nah, gerakan HTI yang masif dan keras ini mengingatkan soal keamanan Pancasila. Selama ideologi negara ini tetap kita amalkan, maka pengaruh jahat dari mana saja tidak akan mempan. Dengan begitu, seperti awal tulisan bahwa bangsa ini berat karena melawan rakyatnya sendiri. Ini juga berarti, Pancasila dengan sendirinya dihancurkan oleh penganutnya sendiri.

Baca juga:

Bagi saya, perjuangan bangsa ini tidak kurang beratnya karena melawan rakyat sendiri. Tetapi kepentingan kapitalisme, pengaruh imperialis global pun tambah-menambahi betapa mengerikan perjuangan bangsa ini. Sungguh menyedihkan rasanya kalau masih ada pejabat pemerintah yang masih gemar memperebutkan kue kekuasaan, masih ada oknum tertentu yang ribut mengamankan perut masing-masing.

Jadi, siapa saya yang harus menghakimi? Selebihnya kalian yang berhak memaknai tulisan ini, seperti ucapan akhir pidato Bung Karno mengenai Pancasila, “mewujudkan asas-asas ini memerlukan usaha.” Jadi, ya begitulah.

Muhdar Muhrianra
Latest posts by Muhdar Muhrianra (see all)