
Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, mengimbau seluruh kader partainya agar tetap solid bergerak untuk Indonesia raya. Hal tersebut ia tegaskan melalui pidato politik dalam Kongres V PDI Perjuangan di Bali, 8 Agustus 2019.
“Telah saya katakan berulang kali, jika kita tidak solid, pasti kalah. Tetapi jika kita solid, apa artinya? Setengah pertarungan politik pasti telah kita menangkan dari awal,” gebunya.
Berikut ini adalah transkrip pidato politik Megawati Soekarnoputri yang redaksi rangkum dari channel YouTube MetroTV:
Solid Bergerak untuk Indonesia Raya
Saudara-saudara sekalian,
Dari kajian pusat analisa dan pengendali situasi partai, PDI Perjuangan memperlihatkan satu fenomena disintegrasi yang muncul secara sistematis pada pemilu 2019. Fenomena tersebut hampir saja mengoyak persatuan dan kesatuan bangsa.
Bagi PDIP, hal ini merupakan suatu isu serius yang tidak bisa dimungkiri dan tidak boleh diabaikan. Partai memiliki kesadaran penuh bahwa hanya persatuan dan kesatuan adalah syarat mutlak bagi suatu bangsa. Tidak ada satu pun kebaikan yang dapat dicapai oleh bangsa ini jika terjadi perpecahan; jika terjadi “perang saudara”.
Atas pertimbangan tersebut, maka saya sebagai Ketua Umum, yang mempunyai hak prerogatif, memutuskan Kongres partai untuk dipercepat.
Sikap politik partai, langkah dan strategi partai, terutama menyangkut upaya mencegah terjadinya disintegrasi bangsa, harus diputuskan dalam suatu rapat tertinggi partai, institusi tertinggi partai yang dinamakan Kongres partai.
Saudara-saudara sekalian,
Saya secara pribadi pun melakukan perenungan yang dalam atas fenomena disintegrasi pada pemilu 2019. Saya sehingga teringat pada pesan ayah saya, Bung Karno, dalam amanatnya pada 17 Agustus 1954, menjelang pemilu pertama 1955. Saya kutip:
Dan sebagai sudah kukatakan berulang-ulang, janganlah pemilihan umum ini nanti menjadi suatu arena pertempuran politik demikian rupa hingga membahayakan keutuhan bangsa. Gejala-gejala akan timbulnya pertajaman, pertentangan-pertentangan antara kita, antara sesama kita, telah ada gejala-gejala akan karamnya semangat toleransi sudah muncul.
Tidakkah orang sadar bahwa tanpa toleransi, maka demokrasi itu akan karam? Oleh karena demokrasi itu sendiri adalah sebuah penjelmaan daripada toleransi.
Kader-kader PDI Perjuangan yang saya cintai,
Resapi kata-kata Bung Karno tersebut. Toleransi dan demokrasi adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam berpolitik.
Jika sikap perilaku intoleransi kalian gunakan dalam kampanye pemilihan umum, maka Demokrasi Pancasila yang kita cita-citakan akan musnah; persatuan bangsa akan musnah; kekuatan bangsa akan musnah; kejayaan semangat gotong royong akan musnah. Dan yang nanti tinggal hanyalah teror dan anarki, kekacauan dan kepedihan.
Ingat, tahun depan, kita sudah memasuki kembali agenda Pemilihan Umum, yakni Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020 atau Pilkada. Di sana termaktub Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur terjadi di 9 provinsi. Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di 224 Kabupaten yang terjadi di 32 provinsi. Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota di 37 kota yang berada di 18 provinsi. Banyak.
Bayangkan jika fenomena disintegrasi pada Pemilu 2019 justru menguat di Pilkada Serentak 2020, yang kemudian menjadi air, air bah yang tak terbendung, apa yang akan terjadi dengan Indonesia?
Harus kita renungkan bersama. Jika hal itu terjadi, lalu apa makna dari sebenarnya faedah kemenangan Pemilihan Umum bagi rakyat, bangsa, dan negara? Siapa yang menderita? Bukan kaum elite, tetapi rakyat kita.
Saya ingatkan kepada seluruh kader partai. Jangan karena ambisi menduduki kursi kekuasaan lantas membuat lupa daratan. Kader Banteng tidak boleh berprinsip asal menang lalu mainkan metode teror, propaganda kebencian, dan fitnah.
Jangan kalian merekayasa keyakinan masing-masing sebagai satu-satunya kebenaran mutlak. Tidak ada kebenaran mutlak di dunia ini. Seolah kebenaran personal dan kelompok adalah kebenaran yang absolut. Padahal kebenaran absolut hanya pemiliknya, yaitu Tuhan Yang Mahakuasa, Allah.
Strategi seperti itu jelas membahayakan keutuhan bangsa.
Ingat, anak-anakku. Jika strategi itu yang kalian pilih, maka pemilihan langsung yang telah direncanakan dan dibuat begitu sulit oleh rakyat untuk memilih pemimpin justru akan berujung derita bagi rakyat.
Saudara-saudara sebangsa dan setanah air,
Demokrasi yang Indonesia anut tidak sama dengan demokrasi lain negara. Demokrasi Indonesia adalah Demokrasi Pancasila.
Dalam Pancasila, demokrasi adalah suatu alat; alat untuk mencapai masyarakat adil makmur yang sempurna. Bisakah hal itu terjadi? Bisa.
Sedangkan Pemilihan Umum adalah alat untuk menyempurnakan demokrasi itu. Jadi, namanya saja Pemilihan Umum: orang secara umum memilih. Siapa yang umum itu? Kita semua warga negara Indonesia. Jadi, Pemilu sekadar alat untuk menyempurnakan Demokrasi Pancasila.
Kalau sikap dan perilaku menebarkan kebencian dan hujatan merajalela karena Pemilihan Umum; kalau keutuhan bangsa berantakan karena Pemilihan Umum; kalau tenaga bangsa remuk redam karena Pemilihan Umum; maka sebenarnya, dengan pikiran jernih, sesungguhnya demokrasi itu telah dilumpuhkan.
Jika ada yang memainkan strategi itu dalam Pemilihan Umum, maka Pemilu akhirnya hanya menjadi suatu alat untuk menyeret bangsa ini, pasti, meninggalkan Pancasila; menjadi alat yang dengan sistematis membuat bangsa ini mengingkari amanat UUD 1945.
Artinya, siapa pun yang menggunakan pola-pola tersebut telah, dengan sengaja pula, memporak-porandakan negara kesatuan Republik Indonesia. Dan, dengan sengaja pula, melenyapkan Bhinneka Tunggal Ika dari bumi Indonesia.
Dapatkah kalian bayangkan sekiranya hal ini terjadi? Lalu apa solusinya? Dan adakah solusinya? Menurut saya, tidak ada. Ya sudah, porak-poranda.
Saudara-saudara sekalian,
Bung Karno pernah mengatakan, “Jangan sekali-kali melupakan sejarah,” atau disingkat, “Jasmerah.”
Izinkan saya mengingatkan kembali warisan bagi kita dari para pahlawan, para pendiri bangsa ini. Mereka wariskan pada kita Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Keempat prinsip tersebut bersifat final dan binding; sudah final dan mengikat seluruh elemen bangsa; tidak dapat ditawar-tawar lagi.
Saya tegaskan pula bahwa Pancasila adalah sebuah ideologi, jalan hidup bangsa Indonesia. Jangan diperdebat-debatkan lagi.
Saya yakin, tidak ada satu pun dari kita yang sedang berupaya “mengakal-akali” Pemilihan Umum sebagai tumpangan ideologi lain. Saya percaya, tidak ada satu pun dari kita yang sedang meretas jalan, berkolaborasi dengan siapa pun mereka yang ingin menggantikan Pancasila.
Rakyat Indonesia yang saya cintai,
Pemilu 2019 telah usai. Saatnya kita duduk bersama dalam semangat Pancasila, demokrasi, melalui jalan musyawarah untuk mufakat. Saatnya kita bermusyawarah mencari cara agar Pancasila dapat dibumikan. Saatnya bermufakat untuk menemukan jalan konkret untuk implementasi Pancasila agar Pancasila dapat dirasakan dan dinikmati secara nyata oleh rakyat.
Dalam perspektif ideologis yang diajarkan Bung Karno kepada saya, Pancasila itu bukan suatu ideologi yang utopis; bukan. Pancasila adalah ideologi terbuka yang kehadirannya dapat dirasakan oleh rakyat dalam wujud kesejahteraan dan keadilan sosial.
Karena itu, sudah saatnya Pancasila dijalankan dalam kebijakan pembangunan nasional di segala bidang kehidupan, baik itu dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, mental dan spiritual, maupun dalam bidang lingkungan hidup.
Kebijakan pembangunan tersebut harus berdasarkan pada keutuhan riil rakyat. Dan dijalankan dengan memanfaatkan seluruh kekuatan dan potensi bangsa melalui riset yang terencana, terarah, dan terukur.
Saya sangat mengapresiasi suatu UU yang telah diputuskan bersama oleh pemerintah dan DPR RI, yaitu UU sistem nasional ilmu pengetahuan dan teknokogi. UU ini mematrikan kehendak kuat untuk melahirkan kebijakan pembangunan yang berlandaskan pada hasil riset, ilmu pengetahuan, dan teknologi dengan berpedoman pada haluan ideologi Pancasila.
Artinya, Pancasila itu tidak hanya sebagai pedoman bagi kehidupan bermasyarakat, tetapi harus menjadi pedoman pula dalam perencanaan pembangunan nasional di segala bidang kehidupan.
Semoga peraturan turunan dari UU ini segera lahir. Sehingga Indonesia kembali memiliki sebuah haluan negara berdasarkan ideologi Pancasila. Sehingga pembangunan berjalan di atas rel ideologis yang dapat dipertanggungjawabkan secara etis dan ilmiah, bukan sekadar memenuhi aspek kepatuhan atas prosedur normal teknokratis.
Kader-kader PDI Perjuangan,
Kongres adalah ruang musyawarah mufakat untuk merumuskan dan memutuskan strategi, yaitu berupa langkah konkret partai untuk membuhul kembali rasa persaudaraan dan semangat kebangsaaan. Itulah tanggung jawab yang kita pikul sebagai partai politik.
Kongres akan memutuskan satu pedoman untuk melakukan evaluasi sekaligus menjadi ajang konsolidasi dengan pilar partai, yaitu kader partai yang ditugaskan di struktur legislatif dan eksektuif. Kongres pun akan memutuskan satu pedoman interaksi politik antara partai dan pemerintah untuk melahirkan suatu sinkronisasi kebijakan politik pembangunan yang etis, ilmiah, dan sekaligus ideologis seperti telah saya sampaikan di atas.
Kader-kader partai,
Kongres V PDI Perjuangan bukan hanya untuk mencari jalan perubahan menuju perbaikan lahir. Partai ini tidak sekadar mencari naiknya semangat.
Ingat, perubahan yang lahir dari setiap waktu bisa luntur. Semangat pun setiap saat bisa luntur. Berupayalah menemukan satu jalan perubahan yang lebih dalam daripada itu. Temukan jalan perubahan untuk menyongsong regenerasi di internal bangsa maupun di global.
Untuk itu semua, tiga pilar partai harus mampu mengukuhkan kristalisasi kesadaran politik ideologis yang sedalam-dalamnya. Kristalisasi itu harus masuk tulang, masuk sumsum, masuk pikiran, masuk rasa, masuk roh, masuk jiwa. Kristalisasi kesadaran ideologis tersebut dibutuhkan untuk menjadikan PDI Perjuangan sebagai pelopor.
PDI Perjuangan harus menjadi partai yang memiliki satu kedisiplinan penuh: satu disipilin ideologi, satu disiplin teori, satu disiplin tindakan, dan satu disiplin gerakan. Dengan kata lain, PDI Perjuangan harus menjadi satu partai ideologis yang solid.
Telah saya katakan berulang kali, jika kita tidak solid, pasti kalah. Tetapi jika kita solid, apa artinya? Setengah pertarungan politik pasti telah kita menangkan dari awal.
Dalam hal itu, maka tema Kongres ditetapkan satu terminologi “solid bergerak”. Gunakan imajinasi politik kalian. Partai ini harus bergerak dalam kondisi solid. Solid bergerak sebagai partai yang berideologi Pancasila.
Tentu saja tidak mudah. Tetapi jangan mengeluh. Karena keluh itu sudah pasti mengeluarkan setengah energi. Dan itu adalah tanda kelemahan jiwa.
Banyak kesulitan yang harus kita hadapi sebagai partai politik. Tetapi perjalanan yang telah kita lampaui membuktikan bahwa kita bisa survive.
Salama kita solid, kita dapat mengatasi kesulitan-kesulitan itu. Yakinlah, selama kita solid untuk tidak pernah tinggal rakyat sebagai sumber dan tujuan politik, yakinkanlah, kita tidak pernah surut. Hakulyakin, ada Bung Karno bersama kita. karena sesungguhnya kita berjuang dengan Pancasila untuk kemenangan rakyat, bangsa, dan negara.
Terima kasih kepada seluruh rakyat Indonesia yang telah memberikan kepercayaan kepada PDI Perjuangan. Kepercayaan itulah yang membuat kita selalu bangkit.
Kader-kaderku,
Jangan ingkari kepercayaan rakyat. Setialah kepada sumbermu. Setialah kepada rakyat sebagai sumbermu. Jadikan kesetiaan itu sebagai energi bagi PDI Perjuangan untuk membangkitkan semangat rakyat.
Bangkitlah banteng-banteng di seluruh tanah air. Bangkitlah seluruh rakyat Indonesia. Bangkit dengan jiwa Pancasila. Berderap serempak, bergerak serentak. Satukan jiwa pengabdian, mengabdi kepada Allah, mengabdi kepada tanah air, dan mengabdi kepada bangsa Indonesia.
Solid bergerak untuk Indonesia raya, Indonesia yang sejati-jatinya merdeka. Merdeka! Merdeka! Merdeka!
*Video: Pidato Politik Megawati di Kongres V PDIP 2019 di Bali
- Figur Presiden Lebih Kuat daripada Partai Politik - 8 September 2023
- Rakyat Indonesia Menolak MPR Jadi Lembaga Tertinggi Negara - 27 Agustus 2023
- Tren Dukungan Bakal Calon Presiden 2024 - 25 Agustus 2023