
Pegiat Pendidikan Indonesia (PUNDI) Angkat Bicara soal aturan terbaru Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 122 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Katalog Elektronik dan Nomor 124 Tahun 2022 tentang Tim Penilaian Indeks Kebijakan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Tahun 2022 tanggal 1 April 2022.
Dalam kegiatan “Ngaji Konstitusi” yang diselenggarakan untuk membedah aturan hukum ini, teman-teman PUNDI menemukan banyak permasalahan dalam regulasi terbaru dari LKPP ini. Mereka mengungkapkan bahwa aturan ini bagai buah simalakama, sebab kemudahan regulasi bisa berujung pada munculnya agregator barang/jasa.
Adapun analisis kebijakan dari teman-teman PUNDI adalah sebagai berikut: Pertama, berdasarkan keputusan Kepala LKPP No. 122 Tahun 2022 dalam hal pencantuman produk, ditemukan kemudahan atau pemangkasan alur pencantuman produk pada katalog elektronik.
Hal ini tentu berbanding terbalik dengan kebijakan sebelumnya yaitu peraturan LKPP No. 11 Tahun 2018, yang di mana dalam regulasi ini alur pencatuman produk pada katalog elektronik melalui metode tender atau negosiasi dengan tahapan dan alur yang ketat.
Kemudian yang kedua, dalam analisis kebijakan tentang ketentuan E-Purchasing di Katalog Elektronik, maka Pejabat Pembuat Komitmen/Pejabat Pengadaan (PPK/PP) yang akan melakukan E-Purchasing katalog memilih barang dan jasa pada Katalog Elektronik dengan urutan/prioritas yang sudah ditetapkan.
Dalam ketentuan E-Purchasing di Katalog Elektronik ini, teman-teman PUNDI menemukan bahwa urutan/prioritas yang ditetapkan khususnya pada poin 3 dapat menjadi gerbong untuk masuknya para agregator nakal.
Direktur Eksekutif PUNDI, Haryono Kapitang, juga mengungkapkan bahwa dalam proses pembuatan kebijakan LKPP No. 122 Tahun 2022 ini, terdapat poin yang menjadi pintu masuk para agregator untuk melakukan aktivitas manipulatif dalam penayangan produk di Katalog Elektronik.
“Ini bisa dilihat dalam ketentuan E-Purchasing poin 3 yang menyatakan bahwa dalam hal kondisi angka 1 dan 2 tidak dapat dipenuhi, maka PPK/PP dapat memilih produk dengan label PDN namun belum mempunyai nilai TKDN,” ujar Haryono.
Baca juga:
Lebih lanjut Haryono mengatakan bahwa adapun tindakan manipulatif tersebut di antaranya ialah para agregator membeli komponen di luar negeri yang tidak berlabel melebihi jumlah yang telah ditentukan dan selanjutnya mereka menayangkan produk tersebut di Katalog Elektronik dengan label Produk Dalam Negeri (PDN).
“Padahal komponennya sebagian besar berasal dari luar negeri dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tidak mencapai 25%,” tambah Haryono.
Di lain pihak, Pakar Analisis Kebijakan Publik yang juga mantan Komisioner Ombudsman DIY 2018/2021, Fuad, S.H, M.H, M.K., juga menyatakan bahwa seharusnya dalam pembuatan kebijakan publik, perangkatnya harus menyentuh dari hulu sampai ke hilir. Termasuk platform pembuatan regulasinya harus betul-betul dipersiapkan. Artinya, perlu adanya kebijakan yang sifatnya preventif dari setiap kebijakan yang dikeluarkan.
Diketahui sebelumnya, aturan LKPP No. 122 Tahun 2022 ini adalah turunan dari Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2022 Tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi.
Regulasi ini merupakan komitmen pemerintah untuk memperkuat dan menggalakan penggunaan Produk Dalam Negeri (PDN), sekaligus strategi pemerintah untuk meminimalisir produk impor yang masuk ke Indonesia yang selama ini menunjukan bahwa produk impor masih mendominasi kebutuhan institusi/lembaga maupun berkaitan dengan life style sehari-hari dibanding penggunaan produk dalam negeri.
- Lepas Penerima Beasiswa, Pergunu Alor Siap Tingkatkan SDM Berkualitas - 16 September 2023
- Sensus Pertanian 2023, Ikhtiar dan Tantangan Mewujudkan Kesejahteraan Petani - 1 Juni 2023
- Menyongsong Pilpres 2024 dan Pemimpin Harapan Rakyat - 18 Agustus 2022