
Pada tanggal 17 Januari 2019 mendatang, para calon Presiden dan Wakil Presiden akan kembali mendebatkan isu tentang hukum dan pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) sebagai rangkaian dari agenda Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Tujuan utama terselenggarakannya debat adalah untuk menguji penguasaan kandidat terhadap permasalahan bangsa, bukan hanya sekadar ajang meningkatkan elektabilitas.
Penegakan HAM merupakan salah satu masalah krusial bangsa Indonesia. Sampai saat ini para korban dan keluarga korban masih merasakan kekecewaan permanen (permanent disappointment) terhadap penyelesaian kasus pelanggaran HAM.
Sampai dengan tahun 2018, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menerima beberapa pengaduan pelanggaran HAM yang di antaranya peristiwa kriminalisasi terhadap ulama dan aktivis, penyerangan terhadap Penyidik KPK Novel Baswedan, dan beberapa di bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Selain itu, kejadian di masa lalu juga belum dapat selesai, seperti peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II, Talang Sari, dan kerusuhan Mei 1998.
Tuntutan terhadap penyelesaian kasus pelanggaran HAM melalui yudisial merupakan syarat mutlak yang harus Indonesia lakukan sebagai negara hukum. Karena setiap orang berhak atas pemulihan yang mereka alami (access to remedy).
Indonesia telah memiliki beberapa instrumen hukum yang dapat jadi alat penegakan HAM. Namun implementasi dari peraturan perundang-undangan tidak dapat sebagai tools of law enforcement dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM. Padahal mekanisme penegakan seharusnya mengiringi keberadaan peraturan.
Permasalahan penegakan HAM di Indonesia, selain karena faktor politik, juga karena faktor yuridis. Terdapat beberapa persoalan pokok dalam peraturan perundang-undangan tentang HAM di Indonesia, di antaranya (i) kekeliruan mendefinisikan istilah pelanggaran HAM dan (ii) terbatasnya kewenangan Pengadilan HAM.
Pelanggaran HAM atau Pelanggaran HAM Berat?
Pembahasan dalam debat Capres mendatang tidak akan terlepas dari persoalan tentang pelanggaran HAM. Tim Kampanye Nasional (TKN) masing-masing calon telah menyiapkan jawaban serta pertanyaan terkait HAM untuk debat tahap pertama ini.
Pelanggaran HAM masih menjadi istilah yang jadi perdebatan dalam diskusi publik. Tidak jarang kita temukan tokoh politik yang berpendapat bahwa itu adalah genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Pendapat tersebut berpedoman pada ketentuan dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Lantas apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM? Sebelum para Capres berdebat, perlu untuk kita pahami terlebih dahulu tentang konsepnya menurut Hukum HAM Internasional.
Baca juga:
Indonesia adalah salah satu negara yang aktif meratifikasi kovenan internasional tentang HAM. Beberapa kovenan yang telah diratifikasi oleh Indonesia adalah Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik yang disahkan melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 dan Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya yang disahkan melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005.
Kedua kovenan ini, bersama-sama dengan DUHAM, tergabung dalam international bill of human rights. Kovenan ini memiliki kekuatan “mengikat secara hukum” (legally binding) bagi negara-negara yang meratifikasinya.
Sesuai dengan konsep HAM sebagai claims againts the public authorities of the state negara adalah pemangku kewajiban (duty berarer) sedangkan pemangku hak adalah warga negara (right holder). Hukum HAM mengatur tiga kewajiban dasar negara, yaitu (i) kewajiban menghormati (to respect); (ii) kewajiban melindungi (to protect); dan (iii) kewajiban memenuhi (to fullfil).
Kewajiban negara tersebut melahirkan tanggung jawab bila terjadi pelanggaran atas suatu kewajiban. Pelanggaran negara terhadap kewajibannya itu dapat dilakukan, baik dengan perbuatannya (acts of commission) atau karena kelalaiannya (acts of ommission) berdasarkan suatu perjanjian internasional tentang HAM.
Namun, jika melihat definisi hukum tentang pelanggaran HAM dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, maka akan kita temukan pengaturan tentang subjek hukum, yaitu (i) seseorang; (ii) kelompok orang; dan (iii) aparat negara.
Diaturnya “orang dan kelompok orang” dalam subjek hukum pelanggaran HAM adalah sebuah kekeliruan, dan secara langsung telah mengaburkan konsep tanggung jawab negara dalam hukum HAM internasional. Definisi ini jelas tidak melihat faktor kekuasaan negara sebagai masalah.
Dalam konteks hukum HAM, yang harus kita perhatikan adalah negara (state actor) sebagai subjek hukum utama karena negara memiliki kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM.
Halaman selanjutnya >>>
- Pelanggaran HAM dalam Tema Debat Capres 2019 - 14 Januari 2019