Pendidikan, Ancaman Global, dan Pembenahan Sistem

Pendidikan, Ancaman Global, dan Pembenahan Sistem
©RiauSky

Wajah pendidikan Indonesia mengalami perubahan ketika berada di bawah kendali Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nadiem Makarim. Terobosan Nadiem dalam menggagas sistem pendidikan Indonesia menuai banyak pujian dan kritik.

Nadiem boleh dibilang serius menangani permasalahan pendidikan Indonesia yang masih tertinggal jauh dari negara di Asia, seperti Malaysia, Singapura, Jepang, dan Cina. Pendidikan Indonesia akan mengalami kemajuan yang pesat di kemudian hari jika hari ini ditangani dengan serius serta membutuhkan sinergitas dari semua pihak.

Untuk itu, tidak tanggung-tanggung Nadiem Makarim menyebut bahwa ada tiga dosa dalam sistem pendidikan Indonesia yang harus segera diselesaikan. Pertama, dosa intoleransi. Dosa ini, dalam banyak kasus, dapat menyebabkan kemandekan sistem pendidikan Indonesia yang sedang berjalan dan mengakibatkan wajah pendidikan kita tidak menghadirkan manusia yang mengedepankan aspek toleransi di tengah keberagaman.

Untuk itu, sistem pendidikan akan menciptakan ruang belajar yang nyaman jika manusia yang ada di dalamnya menghargai perbedaan sebagai modal sosial (capital social). Dengan ini, sistem pendidikan tersebut akan melahirkan manusia yang unggul tanpa mengalami disrupsi dan sekat identitas akibat keliru memahami keberagaman.

Kedua, dosa kekerasan seksual. Wajah pendidikan Indonesia setiap tahun selalu memberitakan persoalan yang sama, yaitu kekerasan seksual. Kekerasan semacam ini seolah sudah menjadi akut dan erat kaitannya dengan lingkup pendidikan yang justru dituntut harus menciptakan kenyamanan. Kekerasan seksual yang masif dialami oleh beberapa anak menyebabkan sistem pendidikan kita sulit menghadirkan ruang pendidikan yang nyaman, merdeka, dan membebaskan.

Dosa kekerasan seksual yang kerap menghantui anak-anak dalam sistem pendidikan di tanah air selalu berimbas terhadap karakter anak dalam mengenyam pendidikan. Persoalan ini, menurut Nadiem Makarim, harus ditangani dengan serius sehingga dapat menghadirkan pendidikan yang membebaskan. Pendidikan harus menciptakan rasa aman, karena kekerasan seksual pada anak dapat berimplikasi pada rusaknya citra pendidikann Indonesia di masa depan.

Ketiga, dosa bullying. Setiap tahun pendidikan Indonesia selalu memberitakan soal bullying di sekolah. Perilaku ini jelas tidak sesuai dengan citra pendidikan yang mengedepankan aspek humanis. Wajah pendidikan yang selalu dibelenggu di bawah perilaku bullying akan merusak karakter individu yang dibentuk dalam lingkungan pendidikan.

Baca juga:

Implikasi dari perilaku bullying bukan hanya menyebabkan seorang anak kehilangan semangat belajar, melainkan dapat menyebabkan perilaku anak sulit mengaktualisasikan nilai-nilai pendidikan dalam kehidupan masyarakat. Karena ruang pendidikan telah menggerus nilai dan semangat untuk belajar dan berekspresi.

Untuk itu, dosa bullying yang kerap menghantui pendidikan Indonesia harus diberantas. Agar sistem pendidikan, selain dapat mencerdaskan, menumbuhkan semangat kecintaan anak terhadap nilai-nilai yang mereka dapatkan di ruang belajar.

Nadiem Makarim sangat serius mempersoalkan ketiga dosa dalam sistem pendidikan Indonesia yang selama ini marak terjadi di lingkup pendidikan. Alih-alih semua pihak mendorong pendidikan yang mencerdaskan, namun jika dosa pendidikan tersebut tidak dapat terselesaikan, yang ada pendidikan akan menciptakan ruang yang membentuk karakter manusia yang beringas dan kejam.

Menciptakan manusia yang pintar dapat dengan mudah dibentuk, namun membentuk manusia yang mencintai ketaqwaan, kemanusiaan, dan mencintai keberagaman membutuhkan waktu yang lama.

Pendidikan, dalam logika Mohammad Hatta, tidak sekadar membentuk manusia yang cerdas, namun membentuk manusia yang berbudi pekerti. Di sinilah sebetulnya tanggung jawab pendidikan di bawah kontrol Nadiem Makarim makin berat dan membutuhkan sikap tanggap dan solutif.

Jika pendidikan Indonesia dapat menyadari apa yang dipikirkan oleh Nadiem Makarim dan bahu-membahu mendorong arah pendidikan yang membebaskan, saya yakin generasi yang unggul akan kita capai.

Namun hal itu harus berangkat dari kesadaran semua pihak untuk memberikan respons bahwa pendidikan kita hari ini harus bertransformasi menuju pendidikan yang humanis. Pendidikan model ini akan melahirkan seorang intelektual yang dalam pemikiran Antonio Gramsci (1891-1937) sebagai intelektual organik.

Baca juga:

Model intelektual seperti ini akan menghadirkan pemikiran dan sikap tanggap terhadap masalah yang ada di tengah masyarakat. Di sanalah sebetulnya muara pendidikan yang mencerdaskan dan dengan karakter yang unggul didedikasikan bagi kemajuan dan kemaslahatan bangsa.

Wajah pendidikan Indonesia tidak sekadar hanya berorientasi pada pemenuhan pribadi manusia yang unggul, tetapi mampu berkiblat pada tatanan masyarakat dan membangun tatanan baru. Itulah pendidikan yang sesungguhnya.

Dengan ini, saya yakin tantangan global dapat kita hadapi bersama dan darinya kita mampu membangun kemajuan bangsa. Di sanalah pendidikan, selain menciptakan kebaruan (novelty) dalam iklim pengetahuan, namun juga menghadirkan nuansa pendidikan yang humanis.

Untuk itu, sangat tepat jika Nadiem menyebut bahwa dosa pendidikan harus segera diselesaikan. Jika ini dibiarkan terus, yang ada pendidikan akan membentuk dan melahirkan manusia yang, dalam bahasa Thomas Hobbes, bellum contra omnes. Karena pendidikan tidak lagi berakar dan bertumpu pada rasa kemanusiaan serta menciptakan ruang yang merdeka dan membebaskan.

Memerdekakan Prinsip

Kebijakan Nadiem dalam menciptakan iklim pendidikan di tanah air harus berbarengan dengan sikap sadar dari semua pihak (pemerintah, LSM, media, dan masyarakat). Semua harus terpanggil untuk mendukung dan memajukan pendidikan Indonesia di tengah tantangan global yang makin kuat dan masif.

Semua pihak yang terlibat harus merasa bahwa soal pendidikan merupakan tanggung jawab bersama. Itu berarti dibutuhkan kesigapan setiap elemen untuk membangun tatanan pendidikan yang unggul dan berkualitas.

Atas dasar itulah, hemat saya, kemajuan pendidikan Indonesia di masa mendatang harus dimulai dengan memerdekakan prinsip yang menjadi landasan dan pijakan kita bersama dalam mengusahakan pendidikan yang berkualitas. Dalam bingkai memerdekakan prinsip tersebut, semua pihak harus membangun pemikiran yang selaras bahwa kita harus menciptakan pendidikan yang mencerdaskan dan humanis. Di sanalah proses memanusiakan manusia akan terjawab melalui iklim pendidikan.

Untuk itu, prinsip harus dibentuk dari semua pihak untuk mendorong iklim pendidikan yang maju dengan karakter ke-Indonesiaan. Di sinilah sebenarnya tantangan global itu harus kita sikapi.

Pada akhirnya, kebijakan Nadiem tidak berarti apa-apa jika tidak didukung dari berbagai pihak. Semua pihak yang ada didalamnya harus membangun kesadaran dan prinsip yang sama demi pendidikan Indonesia.

Patrisius Jenila
Latest posts by Patrisius Jenila (see all)