Pendidikan sebagai Pembebas Kaum Marginal, Petani, dan Miskin Kota

Pendidikan sebagai Pembebas Kaum Marginal, Petani, dan Miskin Kota
©Estu Fanani

Seorang mahasiswa tentunya tak sekadar belajar di ruang kelas, namun juga menjadi pembebas kaum marjinal, petani, dan miskin kota.

Mereka itulah yang berhasil menembus batas-batas kestandaran di luar kelas. Mereka masuk ke dimensi lebih luas tentang arti sebuah tanggung jawab sebagai pembebas.

Mahasiswa pertanian bukan hanya mempelajari ilmu-ilmu tanah, tanaman, tumbuhan, dan pangan. Jika hanya itu yang kita pelajari dan memosisikan diri sebatas akademisi murni, bagaimana masa yang akan datang? Sebab hari ini terciptanya suatu peristiwa dan lusa akan kita sebut sebuah sejarah.

Ijazah yang kita dapatkan dari sekolah hingga perguruan tinggi itu sebagai bukti bahwa kita pernah sekolah. Akan tetapi, ijazah tidak bisa membuktikan kalaupun kita adalah pemikir akan realitas. (Rocky Gerung)

Jangan jadikan tembok kampus sebagai penjara kata (Najwa Shihab). Dan sebagai pelajar, dari kalangan pertanian khususnya, saat ini kita dalam relasi yang tersembunyi daripada kelas-kelas yang akan membuat kita teralieniasi.

Dalam sejarah, petani merupakan sang pembebas pula yang menghidupi seluruh manusia. Kadang sekelompok manusia menganggap kaum tani sebagai kaum paling bawah. Penulis tidak tahu apa yang ada di pikiran mereka yang hendak merendahkan kaum tani.

Sebagai orang yang lahir dari keluarga petani, tentunya tidak ingin terbawa arus. Walupun tidak semua orang menyadarinya. Bahkan belum ada yang tampak melawan arus dan mendobrak ketidakadilan tersebut. Inilah mungkin bukti bahwa penulis ini sudah terbayang apa yang akan terjadi hari ini dan kelak, namun imbasnya sudah terasa lebih besar.

Sebagai keluarga yang termarginalkan, memang sulit menadi pembebas dalam kehidupan yang keras ini. Sebenarnya kesulitan dan tantangan ini tidak terjadi secara alami, namun karena faktor kebijakan para penguasa. Para masyarakat awam, khususnya penulis, sering mendengar pilu mereka akan serba-kesulitan. Itu semua dampak akan ekonomi.

Baca juga:

Terkadang penulis merasa jenuh melihat maupun mendengar para kalangan birokrat yang kian sok-sokan kasihan pada kaum pengangguran. Mereka sudah tahu jumlah penduduk yang pengangguran, tetapi tidak tahu apa penyebab dari pengangguran ini. Mereka tidak pernah jadi pembebas sebagaimana penulis harapkan.

Penulis sering jumpai manusia yang tergoolong kaum pengangguran. Tidak ada alasan mereka selain keterbatasan ekonomi.

Memang benar kata mereka. Sebab negeri ini serba tukar-menukar selembar kertas uang dan tenaga. Kata sejahtera, bagi mereka, penulis rasa, itu sangat jauh. Lagi-lagi, ini semua karena kebijakan penguasa.

Dari sektor pertanian, semua ada unsur penindasan. Pendidikan apalagi. Manusia yang bisa mengeyam pendidikan hanyalah orang yang mampu dari faktor ekonomi; dan selebihnya yang miskin bagaimana? Apakah hakikat manusia memang untuk kita petakan dan pertarungkan dalam persaingan? Jika seperti itu, buat apa ada pemimpin?

Tidak ada kesejahteraan masyarakat bawah jika kelas-kelas masih ada, kebijakan-kebijakan yang pro dengan kapitalis, kemudian pendidikan. Jika paradigma pendidikan yang kita pakai selama ini kita pertahankan (status quo), maka demokrasi pun tidak bisa tercapai. Sebab partisipasi aktif seluruh rakyat sangat tidak kentara.

Meskipun posisi rakyat sebagai subjek dalam pendidikan, tetapi hanya sebatas subjek pasif. Maksudnya, dalam konteks pendidikan, rakyat memang berperan sebagai pelaku. Namun mereka menjalankan kewajiban itu bukan atas kesadarannya maupun keinginannya sendiri. Mereka melakukannya atas tekanan pemerintah yang mewajibkan pendidikan. Wajar jika pendidikan telah menjajah perlahan.

Jika rakyat selamanya berposisi sebagai subjek pasif, maka pendidikan tidak lain hanyalah sebatas penindasan.

Seharusnya rakyat kita posisikan sebagai subjek aktif, yakni posisi subjek yang menyadari betul-betul akan arti penting sebuah pendidikan itu. Dengan demikian, rakyat Indonesia khususnya bisa melampaui batas fase kesadaran diri (naif ataupun magis mungkin) dan bisa kritis.

Halaman selanjutnya >>>
Johar Prayoga Hajra
Latest posts by Johar Prayoga Hajra (see all)