Pengakuan Mohammad Nuruzzaman tentang Permainan Isu SARA Partai Gerindra

Pengakuan Mohammad Nuruzzaman tentang Permainan Isu SARA Partai Gerindra
Mohammad Nuruzzaman

Nalar PolitikMengejutkan. Wakil Sekjen DPP Partai Gerindra Mohammad Nuruzzaman keluar dari Partai Gerindra. Apa sebab?

Aktivis Banser NU ini, dalam pengakuannya di “surat terbuka” yang ia layangkan kepada Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, mundur lantaran kecewa berat dengan Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon. Anggota DPR RI ini dianggap telah menghina Katib Aam PBNU Yahya Cholil Staquf terkait kunjungannya ke Israel.

Nuruzzaman mengungkapkan, kekesalannya kepada Gerindra juga lantaran kelakuannya yang kerap memainkan isu SARA, terutama dalam Pilkada DKI Jakarta. Bahkan tak hanya di tingkatan daerah, isu SARA juga sering digunakan petinggi Partai Gerindra dalam urusan perpolitikan nasional secara umum.

Berikut isi lengkap surat terbuka Mohammad Nuruzzaman yang ditujukan kepada Prabowo Subianto:

_________________

Kepada Yth,
Bapak Prabowo Subianto
Ketua Umum DPP Partai Gerindra
yang saya banggakan

Dengan hormat,

Melalui surat ini, saya akan sampaikan hal yang pribadi terkait posisi saya sebagai kader dan juga pandangan umum yang saya dapatkan ketika melakukan turlap yang berhubungan dengan isu dan hal strategis terkait Partai Gerindra.

Pertama, perlu saya sampaikan kepada Bapak bahwa saya bergabung dengan Gerindra pada medio 2014, tepat di masa pertarungan Pilpres. Dan saya berbangga hati bisa mengawal Bapak di perhelatan akbar Pilpres melawan Bapak Joko Widodo.

Hal utama dan terutama yang melatarbelakangi saya mendukung Bapak adalah jiwa kepedulian dan keberanian. Dua hal itu adalah napas saya untuk berjuang bersama Gerindra. Karena karakter kita sama, maka saya merasa berada di rel perjuangan yang benar.

Lihat juga: Yahya Cholil Staquf: Saya ke Israel atas nama Kegelisahan dan Kesedihan

Saya juga pernah mencalonkan diri sebagai Caleg pada tahun yang sama, 2014, dan saya masuk di kepengurusan Partai Gerindra walau jarang diundang mengikuti rapat. Tidak terlalu masalah bagi saya, karena selama Bapak yang pimpin, saya pertaruhkan kepercayaan saya dan ikhtiar saya ke Gerindra.

Bahkan saya masih bangga walau Bapak kalah. Tapi muka dan dada Bapak tidak menunjukkan kekalahan sebab Bapak adalah pemenang bagi saya.

Waktu pun berjalan. Partai Gerindra ternyata belok menjadi sebuah kendaraan kepentingan yang bukan lagi berkarakter pada kepedulian dan keberanian, tapi berubah menjadi mesin rapuh yang hanya mengejar KEPENTINGAN SAJA! Mark my words, Pak Prabowo.

Manuver Gerindra yang sangat patriotik sekarang lebih menjadi corong kebencian yang mengamplifikasi kepentingan politis busuk yang hanya berkutat pada kepentingan saja. Sama sekali hilang INDONESIA RAYA yang ada di dada setiap kader Gerindra.

Makin parah lagi, pengurus Gerindra makin liar ikut menari pada isu SARA di kampanye Pilkada DKI. Saya merasa sangat berat untuk melangkah berjuang karena isi perjuangan Gerindra hanya untuk kepentingan elitenya saja sambil terus-menerus menyerang penguasa dengan tanpa data yang akurat.

Isu SARA yang sudah melampaui batas dan meletakkan Jakarta sebagai kota paling intoleran adalah karena kontribusi elite Gerindra yang semua haus kekuasaan dunia saja, tanpa mau lagi peduli pada rakyat di mana Bapak harusnya berpijak.

Saya adalah santri yang berjuang berdasarkan platform kepedulian dan keberanian. Garis yang sama seperti saya kenal Bapak di awal yang kemudian saya kecewa karena Bapak sudah makin tuli untuk mendengar kami yang masih ingin berjuang demi Indonesia melalui Partai Gerindra.

Oleh sebab itu, saya sudah berpikir untuk mundur dari Gerindra pada Desember 2017 lalu karena kontibusi dan ketulusan saya berjuang bersama tidak pernah terakomodir. Sehingga, tinggal mencari momen yang tepat yang sesuai dengan premis awal saya di atas.

Lihat juga: Plonga-plongo, Fadli Zon, dan Kerapuhan Partai Gerindra

Hari ini, 12 Juni 2018, saya marah. Kemarahan saya memuncak karena hinaan saudara Fadli Zon kepada kiai saya, KH Yahya Cholil Staquf, terkait acara di Israel yang diramaikan dan dibelokkan menjadi hal politis terkait isu ganti Presiden.

Bagi santri, penghinaan pada kiai adalah tentang harga diri dan marwah, sesuatu yang Pak Prabowo tidak pernah bisa paham karena Bapak lebih mementingkan hal politis saja.

Akhir kata, saya Mohammad Nuruzzaman, kader Gerindra, hari ini mundur dari Partai Gerindra. Saya pastikan, saya akan berjuang untuk melawan Gerindra dan elite busuknya sampai kapan pun.

Semoga Bapak selalu sehat.

Cirebon, Selasa, 12 Juni 2018

Wallahul Muwafiq ila aqwamith Thariq
Wasalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Mohammad Nuruzzaman
Wakil Sekjen DPP Partai Gerindra

___________________

Artikel Terkait: