Perihal Purnama

Perihal Purnama
©Yale

Menjelang purnama,
Tersingkap satir rasa dalam carut frasa yang tak kunjung temu dengan empunya
Sedari awal,
Aku tak sanggup melukis purnama
Merengkuh kian detik, menit nan jam perihal rasa
Sampai nanti,
Rapuh akan menyapa, kembali memeluk walau enggan bernestapa
Kupeluk sendiri perihal ini
Karena kutahu kau enggan menemani
Apalah daya, berkelok kutak berdaya
Menyerah, dengan rindu dendam dalam setiap getar jiwa
Berpasrah diri, walau setiap embusan terdapat sekelebat menyesakkan
Meringkih, merunduk dalam diam, walau nyata hati tak mampu menyimpan
Semenjak itu,
Aku terlena kepada purnama malam yang terang
Walau dingin menerpa, hangat tutur melebihi segalanya.
Ah iyya,,, sekarang aku masih terkalahkan oleh hati, waktu, dan asa

Awal Purnama

Ini Purnama Pertama tanpa petuah larut dingin menyejukkan
Kau tahu?
Sejak itu sajakku tak mampu menampung segala rasa
Semenjak secangkir kopi terbalut bayang bijaksana kandas tak tersisa
Bagaimana lagi harus ku mendasar?
Saat dimensi teramat dalam setara palung samudera aku tenggelam
Ntah ini purnama keberapa aku meringkuh rasa
Berpeluk mesra bersama luka tertimbun tawa
Sedasar apa, di mana, seperti apa, dan bagaimana aku tak tahu
Yang aku tahu hanya pasrah jalan terbaik dari buntu
Setiap jejak, ruang, suara dan watu ku temui bayang berpucuk rindu
Hanya gelar sajadah biru bisu merangkul bisik hati kepada bumi
Kepada langit yang senantiasa menjadi tempat pulang abadi
Memuarakan takhta rindu kasih sayang hati
Dan semoga, rindu selalu rapi tersimpan syahdu dalam laci sanubari
Hingga alam berbaik hati, mendukung aku dan kamu menjadi kita yang abadi

Aku bersemoga, semoga semogaku sama dengan semogamu
Berpadu menjadi satu meng-amin.kan harap-harap untuk menyatu

Renjana

(Suara Hati Paling Dalam)
Ini hanya frasa, yang mungkin saja dari renjana
Tenang saja, tak perlu risau.
Alam yang akan menuntaskan semuanya.
Karena sampai sekarang kau tetap menjadi brahma
Apalah daya daku yang hanya seorang sudra?
Langkahmu terlalu panjang untuk sekedar aku yang tak mampu berjalan
Tatapmu terlalu tajam, untuk aku yang hanya bias tepejam
Ucapmu terlalu lantang, untuk aku yang bungkam
Pun hingga detik ini,
Kau terlalu dalam untuk aku selami
Terlalu tinggi untuk aku daki, terlampau sulit untuk aku pahami
Sungguh terjal untuk aku turuni
Hingga diripun tak sanggup menyamai.
Menghinggapmu ku tak berdaya
Memilikimu sebatas angan saja
Hingga akhirnya,
Dalam diam dan segala manipulasi daya aku menyerah kepada rasa
Sungguh, biarkan ini menjadi urusaku
Biarkan namamu menjadi perbincangan hangat dalam setiap deru derai langkah penghambaanku.

Ingin Bersajak

Aku hanya ingin bersajak,
Walau sejatinya kata tak pernah mampu mewakili rasa
Aku hanya ingin bersajak,
Walau sejak itu sajakku buram, terlalu suram untuk kata yang tak karuan.
Diksiku kacau, sejak sumber sajak merantau ke tanah seberang.
Heyy,, selamat malam
Semoga selalu nyaman dalam pekat yag menenangkan.
Kau tahu?
Sejak itu sajakku tak selesai, tintaku tertelan malam dalam lembar
Hingga dengan kertas aku berupaya menyingkap ujar
Dengan tinta aku mengayuh perasaan
Dan dalam sajadah aku melangitkan angan-angan .

Kepada Frasa ku singkap diksi rasa untuk sebuah asa
yang tak pernah ada matinya dengan rapalan dibalut pena.

Kalimat Semu

Ini hanya sekumpul abjad yang merindu
Ingin bersatu menjadi kalimat yang padu nan tak baku
Ke mana kalimat itu?
Sedari ia terpaku kepada purnama rasanya sajak memilih hilang makna
Abjad itu hanya berhasil kurangkai sepenggal
Setelah carut marut perasaan dan akal tak pernah reda pelik untuk berkobar
Apa kabar?
Satu kata ini saja yang temui maknanya,
Dan setelah itu, semua hilang seketika.
Kata yang menjadi kalimat dalam satu paragraf itu terbawa angin malam
Melambung dengan anganku yang tak kunjung padam
Tuan,
Ini semua masih tetap sama
Meski katamu perasaan akan hilang seiring dengan berjalannya waktu
Bagiku itu hanya kalimat semu.
Bukan hanya waktu,
Rasanya memang semuanya berkonspirasi agar kita tak pernah menjadi satu
Termasuk kamu, kan?
Tenang saja, jangan dijadikan gundah
Ini hanya perihal aku yang meminjam namamu dalam setiap detik detak nadi
Tak perlu resah,
Biarkan hanya aku yang berada dalam lembah luka ini
Kamu jangan.

Patah Hati Hujan Kopi

Selamat ngopi
Selamat pagi
Selamat, aku merindukanmu lagi
Mari berbasa basi
Dengan secangkir kopi di kursi reyot ini
Sembari menikmati orkestra  kenangannya para pluviophile
Dan aku akan berkisah tentang kisah yang mengkisahkan kisahnya
Kisah yang berkisah perihal kisah kasihnya
Kisah yang tak kunjung temu dengan ujungnya.
Sampai hujan ini reda,
Mungkin barang sekejap saja
Hingga  aku dan kamu benar benar menuntaskan semuanya.
Dan pada akhirnya,
Kau memilih ketidak sediaan sebagai ujung muara
Setelah lelah kita berkelana dengan dalih sebatas asing yang kemarin tak pernah saling bersua
Hingga luka itu tak menjadi duka.
Semoga ini perpisahan terakhir dari paling akhirnya pisah
Kisah kasih yang tak pernah utuh karena tak pernah saling sanggup untuk merengkuh
Terima kasih sudah menjadi bagian dari hujan untuk menjadi kenangan yang tergenang
Mengingatkan pahitnya kopi dengan secangkir patah hati yang kau tuang

Seroja Ainun Nadhifah
Latest posts by Seroja Ainun Nadhifah (see all)