
Sistem dan perilaku yang baik akan melahirkan budaya birokrasi yang baik pula.
Perilaku dan budaya menjadi satu kesatuan yang sulit untuk dipisahkan. Keduanya saling memberi pengaruh satu sama lain. Perilaku tidak terlepas dari pengaruh budaya suatu lingkungan yang membentuknya. Sebaliknya, budaya dalam suatu lingkungan juga akan memberi pengaruh signifikan terhadap perilaku individu-individu yang ada di dalamnya.
Rohman (2018) menyatakan bahwa setiap budaya dalam suatu organisasi turut memengaruhi proses perkembangan, baik keberhasilan maupun kegagalan suatu organisasi. Demikian pula dalam birokrasi, perilaku yang diperagakan oleh masing-masing individu akan memberikan dampak pada terciptanya budaya birokrasi yang lebih besar.
Perilaku yang baik dari masing-masing individu akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap terciptanya budaya birokrasi yang baik pula. Sebaliknya, perilaku individu birokrasi yang tidak baik juga akan memberikan pengaruh buruk terhadap terciptanya birokrasi.
Jika budaya tercipta oleh perilaku masing-masing individu dalam birokrasi, maka pada hakikatnya perilaku terbentuk oleh pengetahuan individu-individu tersebut. Makin luas pengetahuan individu, maka makin bijak juga dalam berperilaku.
Dalam kajian yang lebih jauh, perilaku individu secara personal memiliki keberagaman yang luar biasa. Keberagaman ini dalam kajian manajemen menjadi penting, karena setiap individu berbeda latar belakang, pengetahuan, kepercayaan dan keyakinan. Sehingga membutuhkan manajemen yang baik agat tidak terjadi gejolak antar-individu di dalamnya. Selanjutnya, keberadaan antar-individu tersebut akan termanifestasi dalam sebuah tindakan yang tentu berbeda antara satu dengan yang lain.
Oleh karenanya, dalam konteks perilaku birokrasi, yang mejadi bahasan penting adalah perilaku-perilaku individu yang pada akhirnya akan menjadi suatu budaya birokrasi. Hal ini sejalan dengan ungkapan Mangkunegara (2005), bahwa perilaku organisasi (birokrasi) merupakan suatu kajian terhadap tindakan-tindakan (perilaku) individu dan kelompok dalam suatu organisasi yang dilakukan secara sistematis.
Baca juga:
- Relasi Birokrasi dan Politik pada Paradigma Pembangunan Ekonomi Indonesia
- Dinastokrasi Birokrasi dan Kekuasaan Oligarki
Perilaku merupakan reaksi terhadap sesuatu. Jika dikaitkan dengan birokrasi, maka secara sederhana perilaku birokrasi dapat dikatakan sebagai reaksi atau tanggapan birokrat terhadap berbagai kondisi birokrasi itu sendiri yang termanifestasi dalam tindakan-tindakan. Waluya (2007) mengatakan bahwa perilaku merupakan susunan kepribadian yang terdiri dari beberapa unsur, yaitu pengetahuan, perasaan,dan dorongan naluri.
Dari ketiga unsur ini sering kali terjadi pergolakan dan Tarik-menarik mengenai suatu objek. Pengetahuan mengarahkan tindakan seseorang yang lebih cenderung kepada penilaian objektif, sementara perasaan menarik pada penilaian yang lebih cenderung subjektif. Sering kali juga pengetahuan dan perasaan termanifestasi dalam suatu hal yang lebih konkret, yakni antara kebutuhan dan keinginan.
Dalam konteks birokrasi, hal serupa sering kali terjadi pada tindakan (perilaku) birokrat/pegawai birokrasi. Dengan kata lain, ketiga unsur yang mendorong perilaku birokrat harusnya dapat terkombinasi dengan baik dan bijaksana. Sehingga dalam menjalankan tugas-tugas dan fungsinya, perilaku birokrat dapat memberikan kenyamanan bagi diri dan lingkungannya.
Kenyamanan inilah yang pada akhirnya akan menciptakan suatu pelayanan bagi masyarakat secara maksimal dan terbaik. Hal ini perlu diketengahkan karena pada dasarnya, keberadaan birokrasi tidak lain adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Di Indonesia, penyakit birokrasi kerap kali terjadi di instansi-instansi tertentu. Ia harus membutuhkan peranan dari berbagai pihak untuk mengawasi ASN yang semena-mena menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadi.
Terlepas dari berbagai perdebatan, birokrasi hingga saat ini nyatanya belum mampu mewujudkan cita-cita yang diharapkan, yakni bagaimana memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat sesuai aturan dan standar yang berlaku.
Disinyalir, ada beberapa persoalan yang harus dibenahi untuk memperbaiki birokrasi. Salah satunya adalah keterbatasan pengetahuan pegawai tentang berbagai hal yang berkenaan dengan birokrasi. Sehingga berakibat pada perilaku birokrasi dan pada akhirnya membentuk budaya yang kurang dipercaya oleh masyarakat.
Baca juga:
- Birokrasi Kampus Islam Negeri yang Njijik’i
- Partai Politik dan Kecenderungan Oligarki dalam Birokrasi
Oleh karenanya, jika budaya terbentuk karena dari perilaku individu dalam suatu sistem tertentu, maka tentunya perilaku-perilaku individu tersebut harus diperbaiki. Perilaku berangkat dari suatu sikap yang baik, sementara sikap dibentuk oleh pengetahuan. Bila demikian kronologinya, maka untuk menciptakan birokrasi yang baik, harus ada perilaku dan budaya birokrasi yang baik pula.
Mangkunegara (2005) mengatakan bahwa budaya merupakan seperangkat sistem keyakinan, nilai, dan norma yang dikembangkan dalam suatu organisasi. Ini dijadikan tuntunan perilaku anggota-anggota di dalamnya untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, baik lingkungan internal maupun eksternal.
Hemat saya, jika ditarik dalam konteks birokrasi, maka budaya birokrasi merupakan seperangkat sistem, nilai-nilai, serta adanya norma yang dijadikan pedoman birokrat dalam berperilaku untuk mengatasi permasalahan adaptasi dengan lingkungannya. Dengan kata lain, budaya bukan hanya berbicara perilaku individu, melainkan juga terdapat sistem yang terbangun.
- Ketika Para Seniman Masuk dalam Panggung Politik - 28 Juni 2023
- Tentang si Enu dari Kutub Utara - 2 Februari 2023
- Kata Hati - 22 Januari 2023