Permikomnas: Indonesia Darurat Ketelanjangan Data

Permikomnas: Indonesia Darurat Ketelanjangan Data
©khusniforest/IG

Ketelanjangan data kembali terulang.

Nalar Politik – Di tengah kemajuan teknologi yang makin hari terus meningkat ini, ternyata ada hal negatif yang membarenginya, yaitu penjualan data pribadi yang kian masif—seharusnya dijaga, malah marak diperjualbelikan. Tentu saja, hal ini terjadi karena sistem keamanan data di Indonesia yang masih lemah.

“Banyak deretan kasus kebocoran data. Yang lebih parahnya lagi, di tengah pandemi begini, data 1,3 juta WNI di eHac juga bocor dan Kemenkes secara serampangan malah meminta masyarakat menghapus aplikasi eHac,” kata Khusni, Ketua Umum Perhimpunan Mahasiswa Informatika dan Komputer Nasional (Permikomnas) melalui rilis persnya ke redaksi (31/8).

“Kebocoran adalah bahasa yang dinormalisasi di masyarakat. Sebenarnya data kita semua telanjang,” tambah mahasiswa dari Universitas Negeri Yogyakarta ini.

Sebelum data di eHac bocor, Khusni turut menginformasikan bahwa di awal Mei 2020, sebanyak 91 juta data pengguna dan lebih dari tujuh juta data merchant Tokopedia dikabarkan dijual di situs gelap (dark web). Selain itu, ShinyHunters mengklaim telah menjual 1,2 juta data pelanggan Bhinneka pada Mei 2020 lalu.

“Kasus yang menghebohkan juga adalah tersebarnya Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2014. Data tersebut dibagikan di forum komunitas hacker dalam bentuk file berformat PDF, serta banyak kasus lainnya yang mengindikasikan ketelanjangan data,” jelas Khusni.

Maraknya kasus penjualan data ini, menurut motor penggerak Permikomnas tersebut, perlu menjadi keprihatinan bersama.

“Pemerintah harus segera memperbaiki sistem keamanan data karena selama ini data penduduk Indonesia benar-benar telanjang,” pungkasnya.

Baca juga: