Di tengah kehidupan masyarakat Mamuju, sebuah kota yang terletak di Sulawesi Barat, ada satu entitas yang seharusnya berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar, yaitu air bersih. Namun, realitas di lapangan jauh dari harapan. Perusahaan Air Daerah Mamuju, atau yang lebih dikenal dengan nama PDAM Mamuju, sering kali menjadi sorotan kritik tajam dari masyarakat. Kenapa? Karena banyak warga menyatakan bahwa layanan PDAM justru membahayakan kesehatan mereka. Tulisan ini akan menggali berbagai aspek terkait PDAM Mamuju, menyoroti permasalahan serius yang dihadapi, serta mengupayakan solusi demi masa depan yang lebih baik.
Untuk memahami permasalahan ini, penting untuk memperhatikan komitmen yang pernah dijanjikan oleh PDAM. Sejak didirikan, perusahaan ini berkewajiban untuk menyediakan air bersih yang layak untuk dikonsumsi. Dalam setiap kampanye, mereka mencanangkan bahwa air bersih adalah hak setiap warga negara. Namun, janji-janji muluk ini sering kali bertolak belakang dengan kenyataan di lapangan. Banyak keluhan dari masyarakat yang merasa tidak mendapatkan pasokan air yang berkualitas. Bahkan, tak jarang pasokan air tersebut terputus tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Masalah yang paling mendasar adalah kualitas air yang dielu-elukan sebagai sumber mata air bersih. Hasil pengamatan dan laporan oleh berbagai pihak menunjukkan bahwa air yang disuplai sering terkontaminasi. Hal ini berpotensi menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Berbagai penyakit, terutama yang berkaitan dengan saluran pencernaan, semakin marak muncul. Keluhan seperti diare dan penyakit kulit mengintai hampir setiap warga yang mengonsumsi air dari PDAM Mamuju. Ini menjadi sinyal darurat yang seharusnya mendapatkan perhatian serius dari pihak perusahaan.
Selain kualitas, aspek lain yang tak kalah krusial adalah distribusi air. Kasus-kasus di mana warga terpaksa mengantri berjam-jam untuk mendapatkan air bersih menjadi pemandangan sehari-hari di banyak daerah. Aliran air yang tidak merata membuat banyak keluarga kesulitan memenuhi kebutuhan dasar mereka. Mendesak untuk menyediakan layanan yang lebih baik, PDAM seharusnya mempertimbangkan inovasi dalam sistem distribusi mereka agar bisa menjangkau lebih banyak warga dengan lebih efektif.
Tentunya, ada tanggung jawab pemerintah yang harus diambil dalam masalah ini. PDAM Mamuju tidak bisa bertindak sendiri tanpa adanya dukungan dari pemerintah daerah. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk lebih proaktif dalam memantau dan mengawasi kinerja PDAM. Ini bukan hanya masalah administratif, melainkan berkaitan dengan kesehatan dan kelangsungan hidup masyarakat. Keterlibatan pemerintah dalam merumuskan kebijakan dan memberikan alokasi anggaran yang tepat untuk perbaikan infrastruktur sangatlah penting.
Namun, yang lebih mendasar lagi adalah bagaimana masyarakat dapat berperan aktif dalam menuntut hak mereka atas air bersih. Edukasi melalui seminar atau forum-forum diskusi tentang pentingnya akses terhadap air bersih bisa menjadi langkah awal yang efektif. Kesadaran masyarakat untuk bersuara mengenai masalah yang dihadapi akan memberikan tekanan lebih kepada PDAM untuk memenuhi tuntutan tersebut. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas masyarakat dalam memahami hak mereka perlu ditingkatkan agar dapat melakukan tindakan yang lebih konkret.
Berbicara tentang solusi, ada beberapa langkah yang bisa diambil. Pertama, PDAM Mamuju perlu melakukan audit secara menyeluruh terkait dengan kualitas dan distribusi air yang mereka tawarkan. Kolaborasi dengan lembaga swadaya masyarakat atau akademisi yang memiliki kepedulian terhadap isu air bersih juga dapat membawa perspektif baru dalam usaha perbaikan. Hal ini akan menciptakan transparansi dan akuntabilitas yang diperlukan dalam mengelola perusahaan air daerah.
Kedua, penggalangan dana untuk memperbaiki infrastruktur dan sistem distribusi menjadi kebutuhan mendesak. Menggandeng sektor swasta atau donor luar negeri bisa menjadi salah satu alternatif untuk mendapatkan investasi yang dibutuhkan. Berinvestasi dalam teknologi modern untuk pengolahan air bersih dapat mempercepat proses dan meningkatkan kualitas air yang dihasilkan.
Ketiga, aplikasi teknologi informasi untuk memantau sistem distribusi bisa menjadi langkah inovatif yang harus diadopsi. Dengan adanya sistem berbasis aplikasi, masyarakat bisa mendapatkan informasi real-time mengenai ketersediaan air, serta melaporkan kualitas air yang mereka dapatkan. Ini akan menjadi ruang partisipasi langsung bagi warga dalam memantau kinerja PDAM.
Tentu, harapan besar ada pada kolaborasi antara pemerintah, PDAM, dan masyarakat dalam mengatasi masalah air bersih ini. Apakah PDAM Mamuju masih akan menjadi “pembunuh” di tengah ketidakpastian kesehatan masyarakat? Ataukah akan ada perubahan? Semua itu bergantung pada tindakan dan partisipasi aktif dari setiap elemen yang terlibat. Jika langkah kongkret tidak diambil, mimpi akan air bersih dan sehat dapat terus menjadi ilusi bagi masyarakat Mamuju.
Dengan berakhirnya tulisan ini, semoga kita semua dapat merenungkan pentingnya akses terhadap air bersih dan berkontribusi menjadikan Mamuju sebagai kota yang lebih sehat dan berkelanjutan. Mari kita jadikan suara kita sebagai katalis perubahan, demi mengubah wajah PDAM Mamuju menjadi lebih baik—bukan saja untuk hari ini, namun untuk generasi mendatang.






