Pesan Ketua Mpr Jadilah Tuan Bukan Kuli

Dwi Septiana Alhinduan

Pada sebuah forum yang cukup bersejarah, Wakil Ketua MPR RI, Jazilul Fawaid, mengungkapkan sebuah pesan yang sangat mendalam dari Sukarno: “Jadilah Tuan, Bukan Kuli.” Namun, apa sebenarnya makna dari ungkapan tersebut dalam konteks masyarakat Indonesia masa kini? Mari kita telaah lebih dalam dengan menyoroti pentingnya peran masyarakat sebagai penggerak utama dalam pembangunan bangsa.

Dalam dunia yang serba cepat ini, tantangan kita sangat beragam. Dari meningkatnya ketidakadilan sosial hingga ketidakpuasan terhadap kebijakan publik, bagaimana seharusnya kita berposisi? Masyarakat seringkali merasa terpinggirkan, seolah-olah hanya menjadi ‘kuli’ dalam kehidupan sosial dan politik. Apakah kita telah menjadi ‘tuan’ yang menguasai takdir kita sendiri? Ini adalah pertanyaan yang relevan, yang seharusnya menggugah kesadaran kita bersama.

Di balik kalimat sederhana ini, tersimpan harapan akan otonomi dan pemberdayaan diri. Apa arti menjadi ‘tuan’? Ini berarti kita harus bertanggung jawab atas nasib bangsa kita. Kita tidak boleh hanya menjadi penonton pasif dalam setiap dinamika politik. Masyarakat yang aktif berpartisipasi dalam pembangunan dan pemilihan kebijakan adalah fondasi yang kuat untuk demokrasi yang berkualitas.

Lalu, bagaimana cara kita mewujudkan pesan ini? Pertama, penting bagi kita untuk meningkatkan kesadaran politik. Pendidikan politik perlu digalakkan agar semua lapisan masyarakat memahami hak dan tanggung jawabnya dalam bernegara. Dalam hal ini, pendidikan bukan sekadar tugas institusi pendidikan formal, tetapi juga tanggung jawab setiap individu untuk terus belajar dan berkomunikasi mengenai isu-isu penting yang mempengaruhi hidup kita.

Kedua, keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan dan politik sangatlah krusial. Menjadi anggota partai politik atau organisasi sosial bukan hanya sekadar label, tetapi juga panggilan untuk berkontribusi aktif dalam pengambilan keputusan. Ketika kita terlibat dalam diskusi dan tindakan kolektif, suara kita akan lebih terdengar dan diperhitungkan. Ini adalah cara nyata untuk menjadi ‘tuan’ atas lingkungan dan masyarakat kita.

Seiring dengan itu, kita juga harus selalu membuka diri terhadap berbagai perspektif. Dalam era informasi yang melimpah seperti sekarang ini, kemudahan akses terhadap berbagai sumber pengetahuan harus dimanfaatkan dengan bijak. Terlibat dalam dialog dan perdebatan yang konstruktif memungkinkan kita untuk memahami sudut pandang yang berbeda, sekaligus memperkuat kapasitas kita dalam merumuskan solusi bagi permasalahan yang ada.

Tantangan selanjutnya adalah bagaimana memanfaatkan teknologi untuk meraih tujuan tersebut. Digitalisasi membuka peluang untuk mempercepat penyebaran informasi dan mobilisasi massa. Media sosial, misalnya, merupakan alat yang sangat powerful untuk menyuarakan aspirasi dan kekhawatiran kita. Namun, kita harus hati-hati agar tidak terjebak dalam ‘echo chamber’, di mana kita hanya mendengar suara yang sejalan dengan pendapat kita sendiri. Masyarakat perlu pintar untuk memilah informas dan menggunakan teknologi sebagai alat untuk memberdayakan, bukan membodohkan.

Pada akhirnya, menjadi ‘tuan’ berarti kita harus mampu memimpin diri sendiri dan orang lain menuju perubahan yang lebih baik. Ini bukan hanya tentang memegang kekuasaan, tetapi mengenai bagaimana kekuasaan itu dipraktikkan untuk kepentingan umum. Kita perlu menyadari bahwa ‘kuasa’ yang paling berpengaruh bukan selalu berasal dari posisi formal dalam struktur pemerintahan, tetapi dari kemampuan kita untuk memotivasi dan mempengaruhi orang lain.

Saatnya bagi kita untuk bertanya: sudahkah kita mengambil langkah untuk menjadi ‘tuan’ atau apakah kita masih terjerat dalam rutinitas menjadi ‘kuli’? Mempunyai keberanian untuk bertindak, berpendapat, dan berkontribusi adalah fondasi untuk membangun masa depan yang lebih cerah.

Ini adalah tantangan yang harus dihadapi, bukan hanya oleh individu atau kelompok tertentu, tetapi oleh seluruh elemen masyarakat. Perubahan tidak akan terjadi secara instan, tetapi dengan langkah-langkah kecil yang terencana, kita dapat memperkokoh posisi kita sebagai ‘tuan’ atas nasib bangsa ini. Mari kita bangun kesadaran, tingkatkan partisipasi, i dan jadi bagian dari solusi. Dalam menjalani perjalanan ini, kita tidak hanya meraih kebebasan, tetapi juga menemukan makna dari perjuangan kebangsaan yang sesungguhnya.

Dengan demikian, mari kita refleksikan diri dan bertindak untuk mewujudkan cita-cita bersama sebagai sebuah bangsa. Menginternalisasi pesan penting dari Ketua MPR adalah langkah awal yang sangat berharga. Ternyata, menjadi ‘tuan’ dalam konteks kebangsaan bukan hanya sekadar ambisi pribadi, tetapi sebuah panggilan untuk kita semua.

Related Post

Leave a Comment