PLN, Mati Listrik, dan Kompensasi

PLN, Mati Listrik, dan Kompensasi
Foto: Liputan6

PLN harus beri kompensasi kepada konsumen yang sudah jadi korban selama dua hari terakhir ini. Harus ada ganti rugi! ~ Tsamara Amany

Nalar WargaTwit itu ramai sekali. Banyak kritik juga bully.

Nggak apa-apa. Itu biasa saja di Twitter. Ada yang bilang saya bias kota & bias kelas. Ada pula yang bilang manja. Ada yang bilang gak peduli dengan kawasan Indonesia Timur. Ramailah.

Okay, sekarang saya tertarik untuk jawab beberapa seliweran di timeline, ya. Ada yang bilang warga Jakarta nggak usah manja, nggak usah banyak komplain, dan seterusnya.

Sebenarnya, menurut saya, seluruh warga berhak manja dan komplain kalau ada kasus pemadaman listrik. Bukan hanya Jakarta atau Jawa, ya. Kenapa? Lho, warga itu konsumen. Dan konsumen berhak manja dan dijadikan raja oleh perusahaan yang juga butuh dan dapat untung dari konsumen.

Kalau kompensasi itu dikatakan manja, dalam artian negatif, saya agak bingung. Karena ini logika perusahaan dan konsumen biasa saja. Kalau Go-Food makanannya salah, ya digantikan. Kalau pesawat ditunda berhari-hari, ya mereka sediakan penginapan atau tawarkan tiket lain. Wajarnya gitu.

Dalam hal ini, konsumen adalah warga negara. Perusahaannya, ya PLN. Di mana persoalannya?

Di Australia, sebagai contoh, kejadian semacam ini juga ada kompensasinya. Baca cerita di link ini tentang pohon tumbang yang mengakibatkan listrik terganggu di Australia.

Perlunya Kritik

Mekanisme ganti rugi itu nggak perlu uang. Kawan saya punya ide soal voucher belanja sebagai salah satu cara. Juga ini bukan sekadar soal nominal. Ini soal tanggung jawab perusahaan! BUMN kita, dalam hal ini PLN, harus punya corporate management yang baik dalam berhubungan dengan konsumen.

“Oh, gak sensitif nih dengan luar Jawa.” Kalau menurut saya sih, tuntutan ini ya nggak harus tentang Jakarta atau Jawa saja. Kalau kamu di luar Jawa mengalami masalah serupa, ya suarakan sekeras mungkin.

Mungkin akan ada yang bilang jarang didengar atau nggak didengar. Tapi itu bukan alasan untuk kita berhenti bersuara atau berhenti berjuang. Atau bahkan pada akhirnya menerima itu sebagai “nasib”. Itu sesuatu yang harus terus dikritik terus. Itu hak.

“Kok selama ini Anda gak bersuara di luar Jakarta?” Hanya karena kita nggak ngetwit, bukan berarti gak bersuara. Di forum luar jawa, ketika saya juga hadir ke NTT, ke Mamuju, saya juga ngomong soal pembangunan Indonesia Timur; listrik, air, dan lain sebagainya.

Kalau mau kolaborasi menyuarakan masalah listrik di daerah luar Jawa, ayo, saya terbuka. Saya nggak masalah. Setuju dan tertarik bahkan.

Hanya saja, menurut saya, karena masalah semacam ini sering dirasakan luar Jawa, bukan berarti apa yang terjadi dua hari kemarin harus dibiasakan atau dibenarkan. Kita kritik juga. Itu hak warga juga.

Bias Kota?

Banyak yang bilang, kritik saya tentang persoalan listrik ini bias kota. Makanya saya terbuka nih kalau ada yang mau sama-sama menyuarakan. Ayo, kita seriusin. Meski ini juga bukan pertama kali saya bicara soal ini.

Tapi, sebenarnya, bagi orang-orang yang tinggal di kota dan gak paham daerah, dan mereka kesal karena mati listrik kemarin, nggak bisa 100 persen salahkan mereka dan kasih cap macam-macam. Karena, seperti Cania bilang, mereka sudah punya standar sendiri tentang hidup.

Jadi, nggak fair juga, menurut saya, kalau kita memaksakan cara pikir kita ke mereka. Mereka juga konsumen dan punya hak kritik. Siapa pun itu, mau dia punya privilege atau nggak, ya dia tetap konsumen yang punya hak.

Persoalan listrik Indonesia itu sesuatu yang harus terus diperjuangkan. Bukan diterima dengan ikhlas sebagai “nasib”. Kayak narasi: “Oh, di daerah saya udah biasa.” Lho, ya gak bisa jadi pembiasaan begitu.

Momentum Berbenah

Apa yang saya nyatakan ini sebenarnya nggak ada yang wow dan biasa saja. Kalau baca teori krisis komunikasi/perlindungan konsumen, ya upaya untuk mengatasi dengan kompensasi itu biasa dan wajar dilakukan.

Jadi, daripada saling tunjuk mana yang lebih buruk dan lebih menderita, mana yang boleh kritik dan mana yang tidak, mana yang punya privilege atau tidak punya, kenapa nggak ini kita jadikan momentum berbenah saja?

Yang dirugikan, kan, juga kita semua sebagai warga? Kalau ada yang kurang dari pembangunan Indonesia, kita suarakan bersama. Bahwa keadilan listrik adalah hak kita.

Saya dengar Bang Kadir Karding juga sedang inisiasi investigasi soal PLN di DPR RI. Semoga gak terbatas pada apa yang terjadi kemarin, tapi bisa buka pintu untuk terus melihat daerah-daerah yang sering byar-pet/pemadaman bergilir.

Tapi, dari semua ini, satu hal yang ingin saya tekankan. Inti dari argumentasi saya, PLN harus memiliki corporate management yang baik dalam menangani berbagai persoalan listrik Indonesia dan dalam berhubungan dengan konsumen. Itu penting.

Begitu saja. Semoga jelas, ya. Dan betul, bagusnya judul thread ini memang mati listrik. Karena yang terdampak bukan sekadar lampu.

*Tsamara Amany

Warganet
Latest posts by Warganet (see all)