PSI dan Kaki Politik Jokowi

PSI dan Kaki Politik Jokowi
©HarianSIB

Langkah PSI yang menjadikan Kaesang sebagai ketua umum partai dapat diartikan sebagai bagian dari kaki politik Jokowi.

Terpilihnya Kaesang Pangarep menjadi ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) adalah pertanda mundurnya etika dalam berdemokrasi. PSI yang selama ini selalu identik dengan partai anak muda tidak mencerminkan rekrutmen partai politik yang baik.

Meski dalam peristiwa politik di Indonesia bukan saja PSI yang telah melakukan rekrutmen serupa, hal demikian acap kali membuat demokrasi berjalan mundur. Privilage sebagai anak seorang Presiden mengantarkan Kaesang Pangarep menjadi ketua umum partai dan hanya berselang waktu selama 2 hari dari menjadi kader partai.

Peristiwa politik seperti ini meski menjadi otoritas partai politik. Namun terpilihnya Kaesang Pangarep menjadi ketua umum partai makin menegaskan bahwa partai politik hanya bertujuan memenangkan Pemilu. Ada garansi politik ketika Kaesang menjadi ketua umum partai bahwa harapan di Pemilu tahun 2024, PSI mampu mencapai Presidential Threshold dengan dukungan dari Jokowi mania serta popularitas seorang Kaesang.

Momentum politik di akhir masa jabatan Jokowi sebagai Presiden serta hubungan Jokowi dengan PDI-P yang akhir akhir ini tidak terlihat baik benar-benar dilihat oleh PSI sebagai peluang dalam mendulang popularitas partai. Meski popularitas tidak sebanding lurus dengan pengaruh, langkah PSI yang menjadikan Kaesang menjadi ketua umum partai dapat diartikan sebagai bagian dari kaki politik Jokowi.

Namun jauh sebelum terpilihnya Kaesang menjadi ketua umum partai, telah muncul dukungan dari berbagai pihak yang mengusung pasangan capres dan cawapres Prabowo-Gibran. Tentu hal ini tidak muncul dengan sendirinya. Ada indikasi keterlibatan Jokowi di dalamnya.

Dan indikasi ini pun kemudian diperkuat dengan adanya uji materi di Mahkamah Konstitusi mengenai persyaratan usia untuk menjadi Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden berusia paling rendah 40 tahun yang tertuang dalam pasal 169 huruf (q) Undang Undang Pemilu no 7 Tahun 2017.

Para pemohon yang mengajukan uji materi tersebut antara lain adalah PSI yang mengajukan batas usia minimal Capres dan Cawapres adalah 35 Tahun. Selain itu, pemohon lainnya adalah dari Partai Garuda yang di mana ketua umumnya Ahmad Ridha Sabada merupakan adik kandung dari Ketua DPP Partai Gerindra yaitu Ahmad Riza Patria. Partai Garuda meminta batas usia capres dan cawapres adalah di bawah 40 tahun.

Selain PSI dan Partai Garuda, para pemohon juga terdiri dari kepala daerah seperti Erman Safar yang merupakan Wali Kota Bukit Tinggi dan Kader Partai Gerindra serta Pandu Kesuma Dewangsa yang merupakan Wakil Bupati Lampung Selatan dan kader partai Gerindra.

Baca juga:

Adanya para pemohon yang berlatar belakang dari PSI dan Gerindra makin menegaskan bahwa pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka merupakan pasangan yang “dipaksakan” mengingat umur Gibran saat ini 35 tahun dan hal itu bertentangan dengan UU Pemilu no 7 Tahun 2017 pasal 169 huruf (q).

Namun selain hal demikian, yang perlu digarisbawahi juga Ketua MK adalah ipar dari Jokowi dengan kata lain Anwar Usman selaku ketua MK sekarang sedang menentukan nasib dari keponakannya sendiri menjadi calon wakil presiden di tahun 2024.

Terlepas dari hasil keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai uji materi tersebut, tentu diharapkan MK dapat memutus perkara ini dengan indipenden tanpa intervensi dari Presiden Jokowi selaku iparnya.

Namun di akhir masa jabatan presiden yang akan datang, Jokowi diisyaratkan meninggalkan jejak politik dinasti yang tercermin pada anak, menantu serta iparnya dan hal demikian merupakan degradasi dalam berdemokrasi, serta akan menjadi kesan buruk selama kepemerinahan Jokowi berlangsung.

Raden Putra
Latest posts by Raden Putra (see all)