
Kabinet Indonesia Maju baru saja melakukan reshuffle jilid II setelah melantik menteri baru pada Rabu, 28 April 2021 yang lalu. Komposisi menteri tidak mengalami banyak perubahan karena menteri yang dilantik adalah sosok yang sudah masuk dalam lingkaran kabinet sejak awal kabinet Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dibentuk.
Perubahan struktur komposisi dengan mengganti atau mengubah posisi bagian pemerintahan bukanlah sesuatu yang buruk dan tabu untuk dilakukan. Pentingnya untuk melakukan pergantian harus didasarkan pada kebutuhan presiden menjalankan visi-misi yang akan dibantu untuk dikerjakan oleh para menteri yang sejalan dan sesuai kebutuhan.
Reshuffle kedua pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dilakukan guna menata pos kementerian/lembaga yang mengalami perubahan nomenklatur, yaitu peleburan antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) menjadi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek).
Kedua, memisahkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang sebelumnya melekat pada Kemenristek menjadi badan tersendiri. Ketiga, membentuk Kementerian Investasi dari yang sebelumnya adalah Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Nadiem Anwar Makarim yang sebelumnya menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) dilantik sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud-Ristek). Penambahan bidang Riset dan Teknologi kepada kementerian bidang pendidikan seperti mengulang perubahan yang dilakukan pada Kabinet Kerja saat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) didesain mengurusi pendidikan dasar dan menengah, sedangkan pendidikan tinggi ada di Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
Posisi Menteri Investasi diserahkan kepada Bahlil Lahadalia yang sebelumnya menjabat Kepala BKPM. Menteri Bahlil yang dilantik menjadi Menteri Investasi seperti hanya menaikkan status lembaga yang dipimpinnya dari awalnya badan koordinasi menjadi kementerian, maka pimpinannya pun berubah dari kepala menjadi menteri.
Menaikkan status dari level badan menjadi kementerian jelas menyampaikan pesan bahwa sektor investasi akan digarap lebih serius di sisa masa jabatan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Pemerintah memang selama ini dikenal sangat pro-investasi yang terlihat dari berbagai statemen presiden serta proyek-proyek strategis nasional yang didanai oleh investor termasuk investor asing.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang sebelumnya melekat dengan Kemenristek setelah dipisahkan menjadi badan tersendiri mengalami perubahan kepemimpinan. Kemenristek/BRIN sebelumnya dijabat Bambang Brojonegoro dan saat ini BRIN di kepalai oleh Laksana Tri Handoko yang sebelumnya adalah Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Perubahan Nomenklatur
Perubahan nomenklatur Kemendikbud dan Kemenristek/BRIN menjadi satu kementerian akan menambah porsi tugas dari kementerian tersebut nantinya.
Sektor pendidikan sebenarnya sudah banyak pekerjaan rumahnya karena harus mengurusi pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Persoalan mengenai kesejahteraan tenaga pendidik, sarana dan prasarana pendidikan, sistem pendidikan yang berorientasi maju, dan banyak lainnya dan kini justru ditambah dengan sektor riset dan teknologi.
Menempatkan riset dan teknologi dalam satu kementerian dengan bidang pendidikan, selain menambah porsi tugas kementerian bidang pendidikan, juga menurunkan derajat riset dan teknologi.
Di tengah persaingan global yang banyak dipengaruhi perkembangan teknologi, justru Indonesia seperti menarik diri dari persaingan dengan hanya menempatkan bidang riset dan teknologi pada bagian dari kelompok bidang yang lainnya. Antara bidang pendidikan dengan bidang riset dan teknologi memang tidak saling bertolak belakang bahkan justru berkaitan, tetapi yang perlu diingat fungsi dan arah kementerian menjadi kurang terfokus karena banyaknya bidang yang dikerjakan.
Baca juga:
Sektor riset dan teknologi seharusnya lebih diperkuat, bukan justru “dititipkan” pada kementerian bidang pendidikan. Pemerintah dapat memperkuat BRIN sebagai badan yang bertanggungjawab penuh dalam urusan riset dan teknologi dengan lebih terfokus pada orientasi kemajuan teknologi. Dengan adanya Riset pada Kemendikbud menimbulkan pertanyaan apa bedanya Riset dalam Kemendikbud dengan Riset dalam BRIN.
Bila jelas penegasannya dapat saja riset yang dilakukan di sektor pendidikan (perguruan tinggi) misalnya pada bidang teknologi dapat masuk dan disupport oleh BRIN, sedangkan riset yang lainnya tetap ada di sektor pendidikan terutama perguruan tinggi karena dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi jelas ada penelitian didalamnya. Hal ini dapat menertibkan tumpang tindih identitas yang melekat pada dua lembaga tersebut karena menyandang status sebagai lembaga negara yang mengurusi riset.
Persoalan riset dan pengembangan teknologi akan sulit diharapkan maju pesat dengan berada dibawah Kemendikbud-Ristek karena kehadirannya sebatas bagian dari induk kementerian bidang pendidikan. Sedangkan riset dan teknologi jika diserahkan pada BRIN selain riset yang juga sudah melekat juga pengembangan teknologi menjadi lebih optimal karena menjadi indikator mutlak keberhasilan badan ini. Artinya riset tidak hanya selesai dikerjakan, tetapi juga dipantau perkembangan berupa aplikatifnya.
Membandingkan pembentukan Kementerian Investasi dan memperkuat sektor Ristek (bidang Riset dan Teknologi) rasanya penguatan bidang Ristek akan lebih memberi dampak besar bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam jangka panjang. Memang sektor investasi juga penting, tetapi melebur kementerian dan menambah satu kementerian seakan hanya menjadi proses tukar guling agar jumlah institusi kementerian tetap sama jumlahnya sebagaimana ketentuan Undang-Undang nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Kementerian Investasi dalam jangka pendek mengukur indikator keberhasilannya lebih mudah dibanding tugas bidang Ristek. Kementerian Investasi utamanya adalah meningkatkan investasi baik asing maupun dalam negeri, mempermudah pelayanan perizinan investasi serta keberlangsungan proyek investasi yang tidak menimbulkan permasalahan. Sedangkan bidang Ristek tolak ukurnya tidak hanya hasil riset tetapi juga implementasi hasil riset serta pengembangan teknologi yang dilakukan di dalam negeri dan dikerjakan oleh anak negeri.
Arah Riset Industri
Kemajuan teknologi kurang dapat diikuti oleh bangsa Indonesia dan tertinggal dari negara-negara lain karena kurangnya riset-riset terkait teknologi. Pengembangan riset dan kemajuan teknologi seharusnya dapat menjadi prioritas dari pemerintah karena menyangkut keberimbangan Indonesia dengan negara-negara lainnya.
Riset yang dilakukan di Indonesia selama ini diakui oleh banyak pihak masih memiliki beragam persoalan mulai dari minimnya dukungan pendanaan oleh pemerintah, manajemen riset yang tidak sejalan dengan kemajuan industri, dan ketersediaan sarana penelitian serta Sumber Daya Manusia (SDM) yang minim.
Kemajuan teknologi dari hasil riset seharusnya dapat diaplikasikan dengan optimal sehingga riset yang dilakukan tidak menjadi hal yang sia-sia. Riset yang tidak terkonsep dengan mengikuti arah perkembangan era dan teknologi hanya akan menghasilkan inovasi yang tidak berdaya guna.
Ke depan, iklim riset terutama yang berfokus pada teknologi dan industri harus lebih dioptimalkan serta dukungan nyata dari pemerintah dalam hal kemudahan izin dan akses dalam rangka pengembangan teknologi.
- 14 Tahun Bawaslu: Membangun Sistem Pengawasan Efektif - 26 April 2022
- Integrasi Data: Menuju Indonesia Satu Data - 21 Oktober 2021
- Manajemen Kesiapsiagaan Menghadapi Potensi Bencana - 9 Agustus 2021