Sastra Protestan John Milton yang Membebaskan

Sastra Protestan John Milton yang Membebaskan
©Cylla Von Tiedemann/The Theatre Times

Apa yang disuarakan oleh John Milton sangat dibutuhkan oleh hajat hidup manusia serta sebagai pemantik untuk selalu bebas berkarya.

Hari Puisi sudah berlalu. Berulang dan berulang lagi tiap tahun. Yang abal-abal lewat begitu saja. Yang ambyar akan kekal selamanya. Terngiang, tersoal, terbahas, dan tersuarakan hingga sampai kapan.

Hingga pada akhir senja, kudengar sebuah lagu berjudul Paradise Lost dari grup Total Tragedy dengan alunan khas mendayu ala gothic metal punya arek-arek Surabaya ini.

Memang judul lagunya tak ada hubungannya dengan karya sastra protestan yang fenomenal itu, Paradise Lost karya John Milton. Namun, lirik-lirik lagu dari Total Tragedy Surabaya tersebut mewakili amanat kebebasan individu yang disuarakan lantang oleh John Milton dalam karya sastra Paradise Lost.

“Firdaus yang Hilang” atau Paradise Lost banyak memberi inspirasi dunia, khusus dunia musik. Banyak judul lagu yang menggunakan judul karya sastra kebebasan John Milton ini.

Termasuk pula tema-tema liriknya yang menggunakan emanasi Paradise Lost-nya John Milton. Emanasi tentang kebebasan. Tentang hidup atas kuasa diri. Kebebasan yang tak terbelenggu oleh kuasa orang lain, apalagi kuasa dan dominasi pemerintah.

Sebuah petikan seorang Libertarian, F.A. Harper, akan mengawal tulisan ini dalam menyoal otoritas sastra John Milton dalam karya “Firdaus yang Hilang” (Paradise Lost): “Not in government or force, not in slavery or war, but in the creative, and thereby spiritual, power of freedom, shall our inspiration be found.”

Sebagai Penyair Inggris, John Milton telah matang sebagai seorang pembela kebebasan sekaligus seorang Protestan. Hal menarik darinya, dia yakin dan percaya bahwa setiap pembaca Alkitab boleh dan bebas menafsirkan ayat-ayatnya sesuai kemampuan nalar masing-masing. Tanpa dibatasi, tanpa ditakuti, dan tanpa diatur-atur.

John Milton memulai pembebasannya dengan mendobrak kebiasaan berorasi saat itu yang dilakukan dalam bahasa Latin. Dengan pembacaan syair-syairnya yang berbahasa Inggris, ia mengawali kebebasan literasi dan kebahasaan. Aksi heroiknya adalah selalu mengawali pembacaan syair-syairnya dengan kalimat Hail native language! Agunglah bahasa ibu!

Jelas, kalimat seru tersebut menunjukkan kebebasan dalam karya sastra yang tidak hanya terpaku dan kaku dengan menggunakan Bahasa Latin. John Milton menyeru untuk gunakan bahasa apa pun yang berbasis bahasanya masing-masing (bahasa ibu/mother tongue).

Inilah beberapa karyanya yang menjunjung tinggi kebebasan pribadi dan mereduksi peran-peran otoriter dari pihak mana pun dan oleh persona siapa pun.

1. Paradise Lost

Karya yang berkisah tentang kepahlawanan ini memberikan sentuhan unik tentang setan yang menjelma pada sifat orang-orang yang berkuasa. Sifat-sifat anti-kebebasan seperti menolak otoritas pribadi menjadi menu utama pesan moral karya ini.

Syair kepahlawanan Paradise Lost, yang diterbitkan pada 1667 ini, terinspirasi kisah Alkitab tentang genesis (penciptaan), the fallen (kejatuhan Adam dan Hawa), serta the rebellion (pemberontakan Iblis melawan Tuhan), extradition (pembuangan Iblis dari surga).

Paradise Lost adalah puisi epik yang terdiri dari sepuluh buku. Pada edisi kedua 1674, disusun menjadi dua belas buku.

2. Paradise Regained (1671)

Sekuel Paradise Lost yang legendaris itu akhirnya lahir, yaitu Paradise Regained yang berkisah tentang penolakan Yesus terhadap godaan Iblis. Gagasan utamanya adalah bahwa pahlawan sejati menang bukan dengan paksaan, melainkan melalui kerendahan hati dan iman dalam Tuhan.

3. Samson Agonites (1671)

Ini dianggap sebagai drama Inggris terbesar berdasarkan model Yunani dan dikenal sebagai Closet Tragedy (karya yang bagus dibaca daripada dibuat untuk drama pertunjukan).

4. On the Death of a Fair Infant, Dying of the Cough (1628)

Karya ini berupa puisi besar berbahasa Inggris yang pertama darinya. Sebuah puisi tragedi tentang kematian bayi saudara perempuannya.

5. On the Morning of Christ’s Nativity (1629)

Karya yang merayakan kekuatan kasih ilahi yang menyatukan para pembebas.

6. Milton Pamphlet (1641 dan 1642)

Dia mengeluarkan traktat (selebaran) yang menentang kontrol agama yang dilakukan oleh para oknum. Kontrol ketat dan berlebihan oleh agama merupakan bentuk kekuasaan yang otoriter. Kekuasaan berlebihan yang didasarkan atas tradisi buatan manusia, kepentingan diri sendiri, ketidakpedulian, takhayul, dan tipuan yang terencana.

7. Of Education (1644)

Karya sastra yang membahas tentang kebebasan bermasyarakat, bagaimana mengembangkan disiplin, pemakaian rasio dan nalar yang waras, bebas berbudaya, serta pengembangan kemampuan dan kemandirian hidup.

8. Areopagitica (1644)

Karya tentang pembelaannya terhadap hak manusia untuk berbicara dan berdiskusi dengan bebas. Aksi diskusi dan aksi berbicara bebas dipandang sebagai alat terbaik untuk mengedepankan kebenaran dan mendelegasi suara.

Termasuk urusan liberty of Unlicensed Printing yang ditujukan kepada Parlemen Inggris. Pamflet ini bertujuan memrotes ketatnya aturan dan perintah yang mengekang kebebasan menulis yang dikeluarkan oleh parlemen. Aturan tentang semua buku dan karya sastra harus membutuhkan persetujuan pemerintah atau tentang lisensi buku dan karya yang diterbitkan.

9. The Tenure of Kings and Magistrates (1649)

Karya ini menyatakan bahwa manusia memiliki hak alami untuk bebas. Setiap perjanjian menyangkut kewarganegaraan yang telah dibuat dengan para penguasa dan negara adalah sesuatu yang bersifat sukarela dan bisa dihentikan.

10. A Treatise of Civil Power (1659)\

Karya tentang usaha dia untuk kembali mendesak adanya toleransi dan pemisahan antara gereja dan negara.

11. Ready and Easy Way (1660)

Karya yang memberikan pendapat untuk terpeliharanya suatu pemerintahan republik tempat warga negaranya memegang kekuasaan dan memiliki suara untuk memilih para pejabat sebagai wakil mereka dalam pemerintahan.

12. To My Late Departed Saint (1663)

Karya soneta tentang pernikahan Kathrine Woodcock yang meninggal setelah melahirkan seorang anak.

***

Itulah karya-karya John Milton yang banyak menjunjung dan menyuarakan kebebasan dan otoritas individu. Apa yang disuarakan oleh John Milton sangat dibutuhkan oleh hajat hidup manusia serta sebagai pemantik untuk selalu bebas berkarya.

“Tujuan dari segala pembelajaran adalah untuk mengenal Allah, dan hasil dari pengetahuan itu adalah untuk mengasihi dan meniru Dia.”  — John Milton