
“Kita harus selalu belajar sebagai seorang murid kecil, dengan rendah hati belajar dari mereka-mereka yang mendahului kita, belajar dari para sahabat, dan yang terpenting belajar selalu dari masa, berguru kepada masa (sejarah).” ~ Njoto.
Kalimat yang menyadarkan kita sebagai bangsa untuk selalu melihat dan menengok kembali berbagai rentetan masa. Bung Karno, dalam biografinya yang ditulis oleh Cindy Adams, menekankan kepada generasi muda, jangan sekali-kali melupakan sejarah (Jasmerah). Dari sana kita belajar memahami nilai-nilai kebangsaan sebagai usaha dalam mempertahankan eksistensi bangsa.
Tanpa melalui hal semacam itu, perjalanan bangsa di masa depan akan mengalami turbulensi, baik secara horizontal maupun vertikal. Karena rapuhnya pemahaman warga negara terhadap sejarah bangsanya sendiri. Dan di titik seperti ini, bangsa yang besar akan mudah kolaps dan terjerumus dalam kubangan yang menyesatkan. Karena nilai fundamen yang menjadi penopang berdirinya sebuah negara telah menjauh dari kesadaran warga negara itu sendiri.
Belajar dari Sejarah
Acap kali sejarah tidak benar-benar tumbuh dalam diri pemuda. Bahkan sebagai satu kesatuan dari proses bernegara ‘jarang’ disebarluaskan karena terbatasnya pengetahuan tentangnya..
Tidak boleh lupa, sejarah bangsa sering kali tidak semuanya diekspos di permukaan karena ada dimensi tertentu yang masih belum mendapatkan titik terang. Di satu sisi, kita menginginkan pembuktian dan pertanggungjawabannya atas segala peristiwa masa lalu. Tetapi, di pihak lain, kita menemukan suatu ketidakjelasan serta pengungkapannya yang masih belum jelas arahnya karena pembuktian yang belum dilakukan secara utuh.
Di sinilah sejarah bangsa menjadi kabur dan ruang pengetahuan di dalam diri pemuda tidak benar-benar terinternalisasi dengan baik. Karena titik lemahnya berada pada ketidaksiapan kita untuk membuka mata pada sejarah bangsa sendiri.
Implikasi dari persoalan di atas jelas memengaruhi pemahaman dan daya kritis anak muda akan sejarah. Dipastikan timbul kemalasan berpikir dalam diri pemuda tentangnya, karena tidak benar-benar diuangkapkan secara terbuka di ruang publik.
Di sana penafsiran pada sejarah bangsa menjadi beragam dan kesadaran anak muda nyaris kehilangan tempatnya. Jalan untuk memahami sejarah menjadi kabur, serta anak muda tidak mampu menjangkau dengan berpikir lebih pada sejarah.
Sering kali, ketika berbicara tentang sejarah, apalagi yang kebenarannya belum dipastikan, sulit bagi setiap orang, termasuk anak muda, untuk membicarakannya. Ada semacam intimidasi bagi setiap orang untuk membicarakan sejarah karena akan berdampak pada timbulnya kembali sifat amarah masa lalu.
Baca juga:
Untuk itu, alasan yang paling tepat ialah tidak dibicarakan demi menjaga keamanan dan kenyamanan berbangsa. Lagi-lagi karena soal keamanan, sejarah tidak benar-benar dibuka selebar-lebarnya kepada publik.
Di situlah kita menghadapi penyakit yang kronis karena tidak mampu membuka diri terhadap sejarah sendiri. Alhasil, anak muda menjadi sulit untuk bersikap optimis terhadap sejarah bangsanya sendiri. Karena sikap optimisme mereka justru dibatasi melalui penyekapan ruang berpikir terhadapnya.
Mengingat kembali sejarah bukan berarti kita memantik amarah masa lalu, melainkan sebagai upaya merefleksikan kembali kesadaran kita sebagai bangsa. Kesadaran kita sebagai bangsa yang selama ini selalu terpolarisasi oleh beragam isu agama, ras, suku, sehingga memantik kerusuhan di mana-mana. Kita sedang berada di tengah berbagai macam kerusuhan horizontal yang mengakibatkan kita mudah dikambinghitamkan oleh kelompok-kelompok tertentu.
Saya pikir ini merupakan suatu kegagalan kita sebagai bangsa untuk memaknai dan mendalami arti penting sejarah bangsa sendiri. Kita tidak mampu menjangkar lebih luas darinya, sehingga mudah untuk terjebak pada sebuah narasi-narasi yang dibangun untuk memecah persatuan dan kesatuan.
Lambat laun, pembelahan yang diakibatkan dari sikap politik mulai membuat kita selalu bersikap tertutup. Kita bahkan menganggap masa lalu merupakan buah dari usaha yang dilakukan oleh kelompok yang kita anuti. Sedangkan yang lain tidak punya kontribusi apa-apa untuk membangun negeri ini.
Bangun Kesadaran
Hari ini, 28 Oktober 2019, merupakan hari Sumpah Pemuda. Hari di mana seluruh pemuda Indonesia mengumandangkan sumpah yang menjadi dasar kekuatan untuk bersatu.
Apakah hanya sebatas sumpah? Tidak! Pemuda mesti menyadari serta merefleksikan sejauh mana sumpah tersebut benar-benar menjadi semangat dalam keindonesiaan.
Menjadi semangat berarti sumpah pemuda harus diletakkan dalam setiap perjuangan pemuda dalam meneruskan cita-cita awal pemuda Indonesia. Semangat perjuangan menjadi basis kekuatan yang mesti selalu dilekatkan dalam diri setiap anak muda untuk membawa Indonesia menjadi bangsa yang sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Cita-cita tersebut harus diinternalisasikan secara baik dan bijak oleh pemuda. Karena estafet perjuangan tersebut diletakkan di pundak pemuda.
Membangun kesadaran sebagai bangsa yang dulu pernah ditindas merupakan langkah bagi setiap warga negara apalagi anak muda untuk merenung setiap gerak nadir perjuangan. Tidak boleh lupa, sejarah lahir karena perjuangan para founding fathers yang berjibaku meruntuhkan segala bentuk penindasan.
Sebagai anak muda, mesti selalu terpanggil dirinya untuk melibatkan diri dalam setiap usaha mempertahankan keutuhan bangsa. Hidup di tengah keberagaman membuat kita mudah disulut amarah dengan isu-isu identitas. Ini semacam penyakit kronis yang tumbuh di atas kegagapan kita memahami masa lalu.
Anak muda harus diberikan bekal yang kuat, agar tidak mudah terjerembab dalam kubangan isu-isu tersebut. Yang harus dilakukan ialah membuka diri serta membangun kesadaran bersama atas sejarah bangsa.
Kita tidak bisa hanya begitu saja mengingat sejarah dan menyampaikan kepada generasi ke generasi. Tugas kita ialah harus mampu merefleksikan sembari membangkitkan kesadaran konstruktif dalam melihatnya. Di sana kita belajar menemukan arti penting bagaimana seharusnya kita berbangsa.
Belajar dari sejarah merupakan titik tolak menuju pada suatu sikap kritis memahami dinamika masa lalu. Selamat Hari Sumpah Pemuda.
- Berpacu Melawan Corona - 29 Maret 2020
- Pendidikan, Ancaman Global, dan Pembenahan Sistem - 3 Maret 2020
- Desa sebagai Aset Masa Depan Bangsa - 21 Desember 2019