Sekularisme, Beragama secara Modern

Sekularisme, Beragama secara Modern
Foto: al-Arabiya

Dunia modern ditandai dengan sekularisme, di mana kekuasaan negara dipisahkan dari agama. Negara dikelola berdasarkan kepentingan warga yang majemuk, tidak mewakili kepentingan satu golongan saja.

Nalar Warga Agama itu kebutuhan dan pilihan pribadi. Seseorang boleh memuja apa saja, menyembah apa saja. Saya sering beri contoh ekstrem, kalau seseorang ingin menyembah batu, apa masalahnya? Tidak ada.

Agama baru jadi masalah ketika ia hendak dipaksakan kepada orang lain. Apa masalahnya? Sesuatu yang bebas, lantas dipaksakan. Jelas itu sebuah masalah, karena pemaksaan oleh satu pihak menghilangkan kebebasan pihak lain.

Masalah agama dimulai ketika ia menjadi organized religion. Ia tak lagi menjadi soal pribadi, tapi komunal. Seorang penyembah batu tak cukup hanya menyembah batu sendiri. Ia menganggap setiap orang harus menyembah batu, agar kelak setelah mati setiap orang masuk surga.

Tidak hanya itu. Penyembah batu percaya bahwa dunia harus ditata dengan prinsip-prinsip yang diwahyukan oleh Dewa Batu. Bila tidak, maka akan timbul kekacauan. Aturan hidup menurut ajaran Dewa Batu adalah yang terbaik, sedangkan aturan lain salah dan kacau.

Lebih pelik lagi, penyembah batu yakin bahwa Dewa Batu akan murka kalau banyak manusia tidak menyembah batu, dan tidak hidup menurut tata cara yang diajarkan oleh Dewa Batu. Nah, kalau Dewa Batu murka, ia akan mengirim bencana yang mencelakakan. Tidak hanya orang-orang yang ingkar kepadanya, tapi yang taat juga ikut celaka.

Jadi, meski ia sendiri sudah menyembah dengan taat, seorang penyembah batu merasa wajib untuk mengajak dan memastikan orang lain menyembah batu seperti dirinya. Itu untuk menghindarkan dirinya dari murka Dewa Batu, sekaligus membuat dirinya menjadi lebih mulia di sisi Dewa Batu kelak. Pada titik itulah berbagai pemaksaan terjadi, baik secara formal dengan memakai institusi negara, maupun pemaksaan sosial melalui komunitas.

Sementara itu, para penyembah api juga berprinsip dan berperilaku sama. Bagi mereka, manusia harus menyembah api, dan hidup menurut tata cara yang diajarkan Dewa Api. Maka, mereka berusaha keras untuk itu.

Tidak hanya itu. Ada pula golongan penyembah pohon, penyembah gunung, penyembah laut, dan sebagainya. Semua bersikap sama.

Siapa yang benar? Lha, embuh. Tidak ada satupun manusia yang tahu pasti siapa yang paling benar. Tak ada satupun dari manusia yang pernah melihat dewa-dewa yang mereka sembah.

Bahkan mereka juga tidak pernah bertemu dengan manusia yang mengajarkan untuk menyembah dewa tertentu. Mereka hanya menerima ajaran itu secara turun-temurun, lalu meyakini kebenarannya. Berbekal keyakinan turunan itu orang bisa melakukan apa saja.

Di masa lalu, agama berimpit dengan syahwat kekuasaan. Para penganut agama tak hanya mengajak orang untuk menyembah sesuatu. Mereka memakai senjata untuk menaklukkan pihak lain, agar mereka tunduk.

Tunduk sama artinya membuat orang atau bangsa lain mengikuti mereka, termasuk dalam hal sesembahan. Maka berperang adalah tugas suci yang dianggap sebagai amanat dari Tuhan.

Sebenarnya tak jelas juga, apakah benar orang-orang itu berperang untuk kepentingan Tuhan, atau untuk kepentingan mereka sendiri. Sering kali perang menjadi semakin absurd, karena para penyembah dewa yang sama sering pula berperang dengan sesama. Masing-masing merasa sebagai pihak yang paling benar. Sepanjang sejarah, entah sudah ada berapa miliar manusia yang mati dalam perang yang melibatkan agama.

Agama sudah terbukti mampu menggerakkan manusia untuk berbuat apa pun, dari yang paling baik, hingga paling keji. Maka sudah biasa terjadi sepanjang sejarah, agama dipakai sebagai energi untuk menguasai pihak lain. Juga dipakai untuk merebut, memperluas, dan mempertahankan kekuasaan.

Dunia modern ditandai dengan sekularisme, di mana kekuasaan negara dipisahkan dari agama. Negara dikelola berdasarkan kepentingan warga yang majemuk, tidak mewakili kepentingan satu golongan saja. Berbagai peraturan ditetapkan bedasarkan kebutuhan, bukan dalam rangka mengikuti perintah dewa tertentu.

Tentu saja orang-orang masih boleh menyembah Tuhan mereka masing-masing. Mereka juga boleh menerapkan aturan yang ditetapkan oleh agama mereka. Tapi hanya terbatas dalam ruang lingkup pribadi mereka, tidak boleh diterapkan untuk publik.

Kenapa? Karena publik beragam. Kalau aturan suatu agama dipilih untuk menjadi aturan publik, maka akan terjadi pemaksaan terhadap pihak yang tidak menganut agama itu. Hal ini tidak boleh terjadi.

Sekularisme sangat sulit diterima oleh orang-orang yang masih berpikir dengan pola pikir abad X dan sebelumnya. Di masa itu negara dikelola dengan agama. Memaksakan aturan agama pada manusia dibolehkan. Bahkan masih dibolehkan membunuh orang yang enggan masuk dan taat pada aturan suatu agama.

Orang-orang dengan pola pikir begini menganggap sekularisme adalah musuh mereka. Sekularisme menghalangi kehendak mereka untuk memaksa agar tata cara hidup diatur dengan aturan agama mereka. Maka sekularisme dianggap sebagai strategi kaum agama lain untuk menghancurkan agama mereka.

Padahal, sekularisme tidak memihak pada agama mana pun. Sekularisme memperlakukan agama-agama secara sama, yaitu memisahkannya dari negara. Kalau sampai terjadi pemberian keistimewaan kepada suatu agama, maka itu bukan lagi sekularisme.

Sulit bagi orang-orang dengan pola pikir tertinggal 1 milenium itu untuk paham. Padahal soalnya sederhana. Tanyalah pada mereka, maukah hidup mereka diatur dengan aturan agama yang tidak mereka anut? Tidak. Nah, kalau begitu, kenapa mereka mau memaksakan agar aturan agama mereka dipakai untuk mengatur orang lain?

Karena agama kami ini baik, kata mereka. Lho, penganut agama lain juga mengklaim begitu.

Karena kalau tidak pakai aturan agama kami, nanti terjadi kekacauan, kata mereka. Penganut agama lain juga bisa melakukan klaim yang sama.

Kalau tidak dijalankan, nanti Tuhan kami marah, dan menurunkan bencana. Penganut agama lain juga mengklaim begitu.

Bila saling klaim itu dibiarkan, maka kita akan kembali ke abad X, di mana manusia saling bunuh untuk memaksakan agama mereka. Maka, suka atau tidak, sekularisme adalah solusi terbaik untuk zaman modern ini.

Berdoalah pada setiap Tuhan yang kalian sembah, agar Dia maklum dan menerima sekularisme ini, dan tidak murka lagi.

*Kang H Idea

___________________

Artikel Terkait:
Warganet
Latest posts by Warganet (see all)