Sengketa Tanah di Indonesia; Tanggung Jawab Siapa?

Sengketa Tanah di Indonesia; Tanggung Jawab Siapa?
©Okezone

Sengketa tanah di Indonesia bukanlah hal baru dan masih terjadi hingga saat ini.

Tanah memiliki nilai ekonomis yang tinggi terutama di kota-kota besar serta di wilayah yang eksotis untuk pariwisata. Dalam pandangan masyarakat tradisional, tanah adalah ibu sumber kehidupan sehingga harus dijaga dengan baik.

Namun seiring bertambahnya nilai tanah secara ekonomis, perburuan  tanah oleh pengusaha dan mafia tanah pun meningkat. Hal ini sering menimbulkan kasus baru dalam hal sengketa tanah. Tanah yang adalah ibu sumber kehidupan mulai diperebutkan.

Konflik sengketa tanah di Indonesia bukanlah hal baru dan masih terjadi hingga saat ini. Hal ini merupakan sebuah konsekuensi dari bertambahnya nilai jual tanah sebagai harta tidak bergerak yang sangat menggiurkan pemilik tanah maupun pengusaha.

Awalnya sengketa tanah terjadi antar-individu. Namun dalam beberapa kasus terakhir, sengketa tanah justru melibatkan pihak ketiga seperti jasa keamanan. Tak sedikit korban jiwa dan harta benda akibat sengketa yang terjadi, sebelum berakhir di meja hijau.

Saat ini sengketa tanah marak terjadi di tengah masyarakat. Hal ini disebabkan oleh laju pertumbuhan tahunan manusia dan pengelolaan tanah, seperti kehutanan, infrastruktur, dan pabrik industri.

Selama ini penyelesian kasus sengketa tanah di Indonesia adalah melalui proses rekonsiliasi dalam bentuk litigasi dan non-litigasi. Sekalipun proses ini sudah berjalan, namun dalam praktiknya masih ditemukan individu-individu yang tidak bertanggung jawab dalam penanganan dan penyelesaiannya. Prosesnya memakan waktu lama dan mahal.

Tanggung Jawab Siapa?

Di negara kita, sangat wajar jika konflik agraria terus meningkat. Alasan utamanya adalah karena jumlah penduduk Indonesia terus bertambah, sedangkan luas lahan tidak berubah. Hukum ekonomi sebenarnya telah menegaskan hal ini bahwa kebutuhan manusia terus meningkat sedangkan barang pemuas kebutuhan itu terbatas.

Sengketa tanah tentulah menguntungkan pihak-pihak tertentu tetapi juga mengorbankan pihak lain. Ironisnya, banyak rakyat biasa menjadi korban di atas tanahnya sendiri. Oleh karena itu, jika tidak diselesaikan dengan serius, maka krisis di masa depan akan menjadi lebih serius, karena laju pertumbuhan penduduk makin tidak terkendali.

UUD 1945 pasal 33 Ayat 3 mengatur tentang sumber daya alam (tanah). Pasal ini memberikan dasar hukum yang rinci bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pasal ini sebenarnya menegaskan tugas negara sebagai badan tertinggi yang  harus mengatur kekayaan alam (tanah) untuk mencapai kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi rakyat.

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) juga menegaskan peran negara untuk menentukan jenis hak atas tanah yang diberikan kepada orang perseorangan atau badan hukum. Artinya, negara harus mampu mencarikan solusi bagi masyarakat jika sengketa tanah tidak kunjung berakhir atau terus bertambah.

Pemerintah/negara harus dapat menetapkan seluruh tanah di Indonesia berdasarkan amanat Pasal 33 (3) UUD 1945. Guna mewujudkan tujuan negara, pemerintah harus bertanggung jawab penuh untuk mensosialisasikan peraturan-peraturan terkait di lapangan agar masyarakat Indonesia memiliki pengetahuan hukum dan tidak disesatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Dengan demikian permasalahan seputar sengketa tanah di Indonesia dapat teratasi, serta peran mafia tanah pun berakhir.

Baca juga:
Agusta Heatubun
Latest posts by Agusta Heatubun (see all)