Stereotipe Gender dalam Profesi Guru Pendidikan Anak Usia Dini

Persepsi masyarakat bertahan dari masa ke masa dalam rentang waktu yang cukup lama sehingga sulit dihapuskan. Persepsi bernada stereotipe dalam profesi guru PAUD tidak dapat dilepaskan dari stereotipe gender, di mana laki-laki dan perempuan cenderung dibedakan sifat dan karakteristiknya berdasarkan penilaian subjektif.

Perempuan dinilai lebih peka, sehingga pada praktiknya mereka banyak dilibatkan dalam komunikasi interpersonal. Kegiatan-kegiatan sosial umumnya banyak melibatkan komunikasi interpersonal ini dan karena sebab itulah bidang pekerjaan yang melibatkan aktivitas komunikasi interpersonal umumnya didominasi oleh kaum perempuan (Theresia Alviani Sum, dkk., 2018).

Padahal profesi tidak berkaitan dengan masalah identitas gender seseorang. Artinya, siapa pun boleh memilih profesi tertentu yang sesuai dengan passion-nya, lebih-lebih bila menggunakan alasan bahwa jenis seks tertentu lebih emosional dibandingkan jenis seks lainnya. Sungguh suatu kesimpulan yang terburu-buru.

Padahal laki-laki dan perempuan sama-sama makhluk tuhan yang dibekali emosi dengan variasi yang tidak bisa disamaratakan setiap individunya. Karakterisasi terhadap laki-laki dan perempuan sebagai dua subjek yang berbeda turut menjadi pangkal dari lahirnya persepsi, yang pada akhirnya mengakibatkan pemilahan peran dan tugas.

Di samping itu, pendidikan anak usia dini merupakan garda terdepan dalam mengonter rendahnya literasi masyarakat terhadap gender melalui pengenalan tentang gender bagi anak sejak dini. Pentingnya mengenalkan peran gender sejak dini sangat erat kaitannya dengan perkembangan dan pembentukan pola perilaku dan kepribadian anak di masa dewasa. Oleh karena itu, segala informasi yang benar berkaitan erat dengan peran gender harus ditanamkan secara tepat agar dapat tersimpan di memori anak dalam jangka panjang.

Di sisi lain, keberadaan guru laki-laki dalam PAUD tak sekadar soal mewujudkan keseimbangan peran gender, tetapi juga mengikis pemikiran stereotipe yang telanjur subur di masyarakat. Masyarakat juga perlu mempertimbangkan pandangan lainnya yang tidak memberikan label negatif bagi laki-laki yang bekerja sebagai guru PAUD.

Tidak semua orang menganggap laki-laki yang menjadi guru PAUD sebagai sesuatu yang tidak pantas. Pendidikan merupakan kunci bagi terwujudnya keadilan gender. Karena pendidikan merupakan tempat masyarakat mentransfer norma-norma, pengetahuan, dan kemampuan mereka.

Karena itulah, sesungguhnya tak ada dinding dalam perekrutan guru di tingkat PAUD itu. Laki-laki atau perempuan, semua harus diberi peluang mengisi wadah pengajaran.

Baca juga:
Istifadatul Ghoziyah
Latest posts by Istifadatul Ghoziyah (see all)