Stunting di NTT: Sebuah Studi Sosiologi bagi Upaya Pemecahannya

Menurut teori ini, masalah sosial adalah salah satu bentuk kondisi sosial di mana masyarakat menciptakan kondisi yang merugikan mereka secara fisik dan mental. Unit basis analisis masalah sosial stunting di sini terutama masyarakat yaitu struktur sosialnya di samping itu tidak terlepas dari individu yang membentuk masyarakat itu sendiri.

Meskipun masalah stunting dapat merupakan persoalan perilaku individu yang disebabkan oleh individu itu sendiri, misalnya karena cacat pembawaan, catata fisik, mental, dan kultural, tetapi fokus kajian analisis di sini akan lebih menitikberatkan pada masalah sistem dan struktur untuk menggali akar permasalahan stunting di NTT.

Dalam kaitan dengan ini individu menjadi korban dalam masalah stunting karena sistem yang membentuk perilaku individu. Penyelesaian masalahnya pun akan berfokus pada perbaikan sistem. Masalah pada sistem ini melibatkan banyak elemen di dalamnya yaitu individu yang bekerja dalam sistem dan persoalan sistem itu sendiri yang bersumber dan berakar pada sistem yang lebih luas.

Masalah utama penyebab stunting sebagaimana terlangsir dalam Liputan6.com (16/10/2020) oleh Menteri Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengungkapkan, penyebab stunting di NTT ialah pada permasalahan sanitasi, imunisasi, dan pemenuhan sumber air. Sanitasi berkaitan dengan perilaku masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan dan tempat buang air yang layak.

Namun, secara umum dr. Wan Nedra, dkk. (sehatq.com 24/7/2019) mengutarakan beberapa persoalan yang menjadi penyebab stunting pada anak sebagai berikut. 1. Faktor gizi buruk yang dialami ibu hamil dan anak balita; 2. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi sebelum hamil, saat hamil, dan setelah melahirkan; 3. Terbatasnya akses layanan kesehatan, termasuk akses kayanan kehamilan dan postnatal (setelah melahirkan); 4. Kurangnya akses air bersih dan sanitasi; 5. Kurangnya akses makanan bergizi karena ketidakmampuan biaya.

Dari sebab-sebab masalah yang dikemukakan di atas akan dianalisis lebih lanjut dalam kajian Sosiologi Masalah Sosial dari Teori Konflik dengan Pendekatan Struktural atau sistem. Di sini terdapat konflik kepentingan di dalam sistem yang tidak merata perhatiannya.

Elisabet Bre Boli, dkk. (2018) dalam temuan penelitiannya disimpukan bahwa Pemerintah Provinsi NTT dalam platform anggaran hanya berfokus pada program jaminan sosial, cadangan pangan, akses riset penyuluhan pertanian, jaminan kesehatan, dan jaminan terhadap pengendalian penyakit menular maupun tidak menular; dan kurang memperhatikan anggaran untuk komitmen perbaikan gizi. Berikut beberapa kajian teoritis untuk mengidentifikasi sebab- sebab masalah stunting di NTT.

Stunting sebagai Masalah Individu yang Berasal dari Sistem

Ketika masyarakat kehilangan daya rasional kritisnya terhadap suatu masalah sosial yang terjadi, maka cenderung suatu masalah dilihat sebagai masalah individu itu sangat tinggi. Apa lagi bila terdapat kesenjangan status sosial yang cukup tinggi di dalam suatu masyarakat.

Jika masalah stunting dominan dialami oleh orang-orang kecil, maka diri mereka sendirilah yang cenderung dilihat sebagai masalah atas masalah stunting itu. Dalam studi ini justru akan dikemukakan bahwa individu menjadi korban atas sistem dengan pokok permasalahan berikut sebagaimana dilaporkan RRI Kupang (16/06/2020). Banyak kasus gizi buruk yang tidak terlaporkan, “ketika dalam kondisi komplikasi baru dilaporkan”.

Dalam kehidupan masyarakat pedesaan yang minim akan pengetahuan kesehatan masyarakat cenderung sibuk dengan berbagai kegiatan ekonomi di ladang pertanian setiap harinya dan kurang memperhatikan soal gizi dan kesehatan anak atau ibu hamil. Dengan begitu akses ke layanan kesehatan terdekat terjadi apa bila ada ibu hamil yang sakit atau anak balita yang kritis dengan masalah kesehatan, maka akan menjadi fatal bila yang terjadi bayi atau ibu yang ditangani itu sudah dalam kondisi komplikasi.

Belum lagi hal mendasar dalam persoalan ini ialah terjadi karena akses masyarakat terhadap layanan kesehatan terbatas. Dengan demikian masalah individu disebabkan oleh sistem yang cacat.

Sistem yang tidak pro-rakyat untuk menyediakan semaksimal mungkin bagi kemudahan akses masyarakat individu terhadap kesehatan ini yang menjadi tolok ukurnya. Maka yang menjadi masalah di sini ialah sistem yang menyebabkan akses individu terbatas dan menjadi masalah.

Masalah individu lainnya yang dipengaruhi oleh sistem sebagaimana Ketua Pokja NTT Ir. Sarah Lery Mboeik (16/07/2020), mengatakan bahwa berdasarkan hasil monev Pokja terkait indikator penyebab stunting ditemukan juga bahwa Bina Keluarga Balita atau BKB dan Konseling atau Pola Asuh Anak masih kurang. Banyak ibu atau orang tua setelah melahirkan anaknya dititipkan di keluarga sehinngga perhatian terhadap anak tidak maksimal.

Dari persoalan ini, individu di dalam sistem seharusnya memiliki daya persuatif dan edukatif untuk mengawasi dan menekan turun perilaku-perilaku individu masyarakat yang masih terpuruk dalam budaya yang demikian. Bisa jadi juga bahwa sebab dari soal ini ialah karena keterbatasan individu terhadap akses kesehatan yang tidak dijamin oleh sistem.

Stunting sebagai Masalah Sistem yang Bersumber dari Individu di dalam Sistem

Sering kali sistem manajemen kesehatan di NTT masih dinilai buruk. Banyak Polindes atau Puskesmas dibangun hanya untuk memenuhi standar kemandirian suatu desa atau sekadar perealisasian dari suatu program nasional atau regional. Namun tidak diimbangi dengan fasilitas, tenaga medis, dan sarana prasarana pendukungnya.

Kembali RRI Kupang (16/06/2020) mencatat, adanya distribusi yang tidak seimbang dalam pemanfaatan sumber daya antara lapisan dan golongan masyarakat. Permasalahan ini bertalian dengan distribusi sarana dan prasarana kesehatan termasuk penempatan tenaga medis yakni kinerja para tenaga medis yang kurang profesional untuk bekerja sesuai dengan tuntutan konteks masyarakat tempat di mana mereka melakukan pelayanan.

Halaman selanjutnya >>>
Fancy Ballo