Surat Terbuka Untuk Presiden Jokowi Masyarakat Turungan Baji Tolak Pengalihan Jalan Ke Balabbara

Dwi Septiana Alhinduan

Di tengah kancah pergolakan pembangunan yang marak, Surat Terbuka untuk Presiden Jokowi menjadi sebuah jembatan yang menghubungkan harapan masyarakat Turungan Baji dengan telinga pemimpin negara. Surat ini adalah ungkapan rasa resah dan ketidakpastian yang melanda komunitas setempat, seolah-olah membicarakan sebuah ladang yang hendak dipugar, tanpa mengindahkan para petani di sekelilingnya. Dalam hal ini, pengalihan jalan ke Balabbara bukan sekadar isu infrastruktur, melainkan satu bagian dari kisah kehidupan yang sarat akan makna.

Masyarakat Turungan Baji, di sudut Pulau Sulawesi, sejak lama memiliki hubungan erat dengan jalan yang kini terancam akan dipindahkan. Jalan tersebut bukan hanya sekadar akses transportasi; ia adalah urat nadi yang menyatukan rasa kebersamaan, harapan, dan keberanian penduduknya. Ibarat pilar dalam sebuah bangunan, jalan ini menopang kehidupan sehari-hari, menyediakan jalur untuk perdagangan, pendidikan, hingga kesehatan. Ketika jalan itu diubah, fisik dan jiwa masyarakat akan terfragmentasi, seolah-olah kita tengah menyaksikan reruntuhan sejarah yang penuh cerita.

Suara penolakan masyarakat terhadap rencana pengalihan ini tidak bisa dianggap remeh. Mereka menggema layaknya gelombang pasang yang menerjang pantai, tak terelakkan dan sangat terdengar. Dalam surat terbuka ini, para warga menegaskan bahwa rencana tersebut sama sekali tidak mencerminkan aspirasi masyarakat lokal. Masyarakat menilai, seharusnya dialog yang konstruktif menjadi landasan utama dalam setiap keputusan. Seperti seorang juru masak yang mengaduk bumbu, orang-orang tidak ingin suaranya terabaikan dalam potongan rasio yang lebih besar.

Beberapa poin dalam surat tersebut menyoroti tiga isu mendasar. Pertama, aksesibilitas dan dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari. Pengalihan jalan ke Balabbara akan menyebabkan perjalanan masyarakat menjadi lebih jauh dan melelahkan. Saat ini, hanya dengan melewati jalan yang ada, mereka dapat mencapai pasar, sekolah, dan pusat kesehatan dengan cepat. Namun, bayangkan apabila mereka harus menempuh jarak yang jauh; itu seakan memisahkan mereka dari akses kehidupan yang seharusnya lebih mudah.

Kedua, dampak ekonomi yang menanti di ujung jalan pengalihan ini tidak bisa diabaikan. Masyarakat Turungan Baji sangat bergantung pada kegiatan perdagangan yang berlangsung di sekitar jalan saat ini. Setiap hari, pedagang kecil menjajakan hasil pertanian mereka, dan pembeli dari desa-desa tetangga berbondong-bondong datang. Jika jalan ini dialihkan, sejumlah pedagang mungkin akan kehilangan pelanggan tetap mereka, sebuah kerugian yang akan terus menggulung hingga penghidupan mereka runtuh. Seperti gula yang larut dalam air, keberlangsungan usaha mereka bisa berangsur memudar tanpa disadari.

Ketiga, nilai sosial yang ada di dalam setiap pertemuan masyarakat di jalan yang terus hidup ini. Jalan bukan hanya sekadar jalur, melainkan tempat pertemuan, dialog, dan berbagi kisah hidup. Saat seseorang melangkah di sana, mereka tidak hanya berpindah fisik, tapi juga bertukar informasi, membuat hubungan sosial yang erat. Pengalihannya akan membawa dampak serius bagi rasa kebersamaan dan identitas masyarakat, ibarat memisahkan sepasang sahabat yang telah berjalan bersama sepanjang waktu.

Dalam pandangan masyarakat, pengalihan jalan ke Balabbara menimbulkan pertanyaan yang lebih besar: Siapa yang diuntungkan? Dan siapa yang akan menderita? Angin segar yang diharapkan sebagai pendorong pembangunan bisa menjadi badai yang menenggelamkan eksistensi masyarakat setempat. Oleh karena itu, surat terbuka ini adalah panggilan bagi Presiden Jokowi untuk mendengarkan, bekerja sama, dan merancang ulang aspek pembangunan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Menyelami lebih dalam, surat ini juga meminta pemimpin untuk mengadakan pertemuan terbuka antara masyarakat dan pemerintah. Dialog adalah inti dari keberlanjutan, sebuah sumber inspirasi yang kadang tercecer di tengah kebisingan pembangunan. Sangat penting untuk menjalin komunikasi yang baik dan terbuka, dengan mendengarkan aspirasi dan keluhan masyarakat. Di sinilah, harapan akan tercipta sinergi antara visi pembangunan dan kebutuhan masyarakat setempat.

Dalam benak masyarakat, mereka berharapan agar surat terbuka ini tidak hanya dianggap sebagai secarik tulisan, tetapi sebuah penanda bahwa suara mereka masih berarti. Jalan yang akan dipindahkan ini mungkin hanya satu dari sekian banyak rencana pembangunan, tetapi dampaknya akan terasa selamanya. Jika suara rakyat tidak didengar, resonansi penolakan akan terus menghantui setiap langkah yang diambil. Oleh karena itu, Presiden Jokowi, dengarlah seruan kami. Kami bukanlah sekadar suara dalam keramaian, melainkan bagian dari harmoni yang memerlukan perhatian dan penghargaan yang layak.

Dengan penutupan, Surat Terbuka ini menggambarkan apa yang mungkin dianggap sebagai kasih yang tulus untuk tanah air. Masyarakat Turungan Baji tidak meminta lebih dari sekadar dikasihi sebagai bagian dari bangsa. Keberlanjutan pembangunan yang inklusif adalah harapan yang teramat tinggi, dan surat ini menjadi lilin yang menerangi jalan kami, saat kami bergerak bersama menuju masa depan yang lebih baik.

Related Post

Leave a Comment