Surat UI untuk Ade Armando Kandung Kebohongan

Surat UI untuk Ade Armando Kandung Kebohongan
Foto: Ist.

Ahli Komunikasi Ade Armando mengungkap kebohongan di balik surat UI (Universitas Indonesia). Hal tersebut terkait kasus penolakan dirinya sebagai Guru Besar di kampus di mana ia mengajar ini.

“Saya prihatin sekali dengan cara Universitas Indonesia menangani kasus pengusulan Guru Besar saya. Yang paling memprihatinkan adalah UI bahkan berbohong dalam surat tertanggal 3 Agustus 2019 yang berjudul Tanggapan UI terhadap Unggahan Dr. Ade Armando,” tulis Ade, Senin (5/8).

Untuk diketahui, Ade sebelumnya mengunggah sebuah tulisan di Fanpage Facebook-nya bertajuk Saya Ditolak Menjadi Guru Besar UI karena ‘Integritas dan Etika’ Saya Dipertanyakan. Reach tulisan itu mencapai lebih dari 94 ribu pembaca dengan 27 ribu engagement.

Pasca-viral, seorang mantan mahasiswanya kemudian berinisiatif membuat petisi di change.org. Ia meminta pemerintah meninjau penolakan usulan Guru Besar Ade Armando. Per hari ini, petisi tersebut sudah ditandatangani oleh belasan ribu akun.

Sebagai responsnya, mencullah surat UI yang, kata Ade, mengandung kebohongan.

“Surat UI ini tampaknya resmi mewakili sikap institusi UI. Dan justru karena ini bersifat resmi, surat ini menjadi sangat memprihatinkan.”

Lalu, kebohongan apa yang terkandung dalam surat UI yang Ade maksud?

“UI menyatakan: Dr. Ade Armando telah menandatangani Pakta Integritas Sivitas Akademika UI pada 16 Maret 2018. Itu Berisi ikrar untuk menjunjung tinggi Kode Etik dan Kode Perilaku Sivitas Akademika yang berlaku di UI. Dan, menjaga martabat UI dengan menjunjung tinggi norma kesusilaan serta berkomunikasi secara santun, menghormati, dan berperilaku yang tidak mengganggu kenyamanan orang lain.”

Tetapi, jelas Ade, itu tidak benar. Ia mengaku tidak pernah menandatangani Pakta Integritas Sivitas Akademika yang surat itu maksud.

“Pada 16 Maret 2018, saya menandatangani Pakta Integritas Dewan Guru Besar Universitas Indonesia. Jadi, bukan Pakta Integritas Sivitas Akademika.”

Dari aspek isi, Pakta tersebut juga dinilai berbeda.

“Dalam Pakta Integritas DGB UI, tidak ada ketentuan bahwa saya akan menjunjung tinggi norma kesusilaan dan berkomunikasi secara santun, menghormati, dan berprilaku yang tidak mengganggu kenyamanan orang lain (yang termuat dalam Pakta Integritas Sivitas Akademika UI).”

Dijelaskan pula, yang disebut sebagai Pakta Integritas DGB UI adalah janji yang harus Ade penuhi kalau dirinya sudah masuk dalam DGB.

“Dalam Pakta itu, saya berjanji, kalau sebagai Guru Besar saya melanggar etika, saya bersedia diberhentikan sebagai Guru Besar.”

Dengan kata lain, itu adalah Pakta Integritas yang mengikat Ade Armando hanya jika dirinya sudah masuk atau menjadi Guru Besar.

“Jadi mari kita luruskan dahulu: saya tidak pernah menandatangani Pakta Integritas Sivitas Akademika yang dimaksud dalam Surat UI tersebut.”

Kesalahan yang Disengaja?

Ade Armando kemudian mempertanyakan kenapa kesalahan seperti itu bisa terjadi. Apakah hal itu disengaja pihak kampus atau tidak.

“Yang jelas, kalau orang membaca surat UI itu, sangat mungkin kesan yang terbangun adalah saya adalah orang yang ingkar dari Pakta Integritas yang sudah saya tandatangani. Isi surat itu seolah ingin mendorong masyarakat untuk menyangka bahwa sayalah yang memang berkhianat atas janji saya.”

Sekadar pembanding, Ade menjelaskan Pakta Integritas yang dirinya tandatangani. Ia mengaku berjanji akan menjunjung tinggi kejujuran, keadilan, kepercayaan, kemartabatan, tanggung jawab, kebersamaan, keterbukaan, kebebasan akademik, dan otonomi keilmuan. Serta, kepatuhan pada peraturan perundangan yang berlaku.

“Saya juga berjanji tidak akan melakukan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, plagiarisme ataupun bentuk kecurangan lain yang bertentangan dengan nilai kejujuran, baik disengaja maupun tidak disengaja.”

Menurut Ade, ia menandatangani Pakta Integritas DGB tersebut lantaran percaya bahwa apa yang termuat di dalamnya memang penting dan harus dijalankan oleh setiap Guru Besar.

“Di depan sejumlah Guru Besar yang menilai saya, saya mengatakan memang seharusnya seorang Guru Besar yang tidak menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut, sebaiknya, diberhentikan saja.”

Pun demikian dengan Pakta Integritas Sivitas Akademika yang disebut dalam Surat UI. Bagi Ade, isinya sungguh memprihatinkan.

“Misalnya, dalam Pakta Integritas itu, terdapat klausul bahwa sivitas akademika UI berjanji tidak akan mengganggu kenyamanan orang lain. Ini maksudnya apa?”

Andaikan waktu itu Ade disodori Pakta Integritas yang demikian, tegasnya, ia pasti akan menolak.

“Pasti saya tolak. Implikasinya, Pakta itu sangat serius karena bisa membungkam daya kritis sivitas akademika, kebebasan berbicara, dan kebebasan akademik.”

Ia lalu mencontohkan, kalau ia secara terbuka mengkritik Rizieq Shihab, misalnya, hal itu tentu mengganggu kenyamanan pentolan FPI itu dan pengikutnya.

“Apakah saya lantas dilarang mengkritik dia yang menurut saya membahayakan bangsa hanya karena kritik saya akan mengganggu kenyamanan orang lain?”

Kembali ke Surat UI

Sekali lagi Ade Armando tegaskan, surat tersebut sama sekali memuat penjelasan salah alias bohong mengenai dirinya. Pun dinilai naif karena mengatakan DGB tidak pernah menolak pengusulan dirinya sebagai Guru Besar.

“Ini tentu saja menggelikan. Rapat DGB UI pada 20 Mei 2018 menyatakan, mereka meminta Komite Etika untuk menilai saya. Lantas, dalam pertemuan di FISIP UI pada 31 Juli 2019, Ketua Komite Etik menjelaskan di depan sejumlah Guru Besar dan pimpinan program di FISIP UI bahwa Komite Etik tidak bisa menerima saya sebagai Guru Besar karena saya dianggap menimbulkan kontroversi dan membelah DGB.”

Diterangkan Ade, terdapat 12 orang Anggota Komite Etik. Tetapi, menurut Ketua Komite Etik, namanya baru akan disetujui menjadi Guru Besar kalau seluruh (12 orang) Anggota Komite Etik bersepakat untuk mengangkat dirinya sebagai Guru Besar.

“Itu penjelasan Ketua Komite Etik dalam rapat resmi. Bukankah itu berarti penolakan, walau tidak pernah dinyatakan secara resmi sebagai penolakan?”

Pada akhirnya Ade prihatin dengan kehadiran surat UI. Sebagai surat resmi, keberadaannya justru mempermalukan UI. [fb]