Tak Terfungsikan

Dwi Septiana Alhinduan

Dalam konteks politik Indonesia, istilah “tak terfungsikan” menjadi semakin relevan, terhitung dari permasalahan di tingkat pemerintahan hingga interaksi sosial di masyarakat. Pertanyaannya pun muncul, sejauh mana kita, sebagai masyarakat, dapat mengatasi situasi di mana berbagai kebijakan dan program pemerintah tidak berjalan sesuai harapan? Di satu sisi, kita sering kali menjumpai kebijakan yang dirancang dengan baik, tetapi di sisi lain, pelaksanaannya sering kali terhambat oleh berbagai faktor. Mari kita telusuri lebih dalam fenomena ini.

Pengertian “tak terfungsikan” dalam konteks ini mencakup berbagai kebijakan yang terabaikan, program yang tidak berjalan, serta inisiatif yang bukannya membawa manfaat, malah hanya menjadi pajangan belaka. Dalam rangka memahami lebih baik, kita harus memecah masalah ini menjadi beberapa segmen. Apakah ini disebabkan oleh kurangnya transparansi, akuntabilitas, atau mungkin budaya paternalistik yang masih mengakar kuat dalam tubuh pemerintahan?

Seringkali, kita melihat adanya kebijakan yang tampaknya akan membawa perbaikan, namun saat implementasinya tiba, program tersebut gagal mencapai tujuannya. Mari kita ambil contoh konkret: program bantuan sosial yang dijanjikan untuk menangani kemiskinan. Ketika dana dialokasikan, jumlah penerima yang terdaftar jauh lebih sedikit dibandingkan dengan angka kemiskinan yang ada. Mengapa demikian? Apakah ini hanya kesalahan administrasi, atau ada faktor lain yang lebih kompleks yang perlu kita telusuri?

Selain itu, media juga memiliki peran penting dalam menyebarluaskan informasi mengenai program-program yang ada. Apakah media cukup aktif dalam mengawasi dan melaporkan? Dalam menjalankan tanggung jawabnya, media seharusnya tidak hanya berfungsi sebagai saluran informasi, tetapi juga sebagai pengawas, mendorong transparansi dan akuntabilitas. Tanpa tekanan dari publik dan media, kebijakan yang “tak terfungsikan” ini bisa terus berlanjut tanpa ada perbaikan.

Setelah menelaah aspek kebijakan, penting untuk menyentuh sisi masyarakat. Bagaimana perilaku masyarakat terhadap kebijakan yang ada? Sering kali, ada ketidakpercayaan yang mendalam terhadap pemerintah, yang berpangkal dari pengalaman pahit di masa lalu. Ketika masyarakat telah menjadi skeptis, hal ini dapat menyebabkan ketidakaktifan dalam melibatkan diri atau bahkan memanfaatkan kebijakan yang ada. Apakah kita, sebagai individu dalam masyarakat, berperan dalam memperbaiki citra dan fungsi program yang ada? Jika ya, di mana titik awal yang bisa kita pilih?

Pertanyaan penting lainnya yang muncul adalah, apakah pendidikan politik di kalangan masyarakat sudah cukup memadai? Dalam banyak kasus, banyak orang tidak mengerti hak-hak mereka dan bagaimana cara memanfaatkan berbagai fasilitas yang ada. Misalnya, pemahaman tentang bagaimana cara mengajukan keluhan terhadap pelayanan publik yang buruk. Dengan pendidikan yang tepat, masyarakat dapat menjadi lebih berdaya dan terlibat aktif dalam proses politik.

Setelah merenungkan berbagai segi yang berbeda, kita harus menghadapi tantangan selanjutnya: bagaimana menciptakan suatu perubahan yang nyata. Ini bukanlah tugas yang mudah, tetapi bukan juga sesuatu yang mustahil. Pertama, pemerintah perlu meningkatkan kapasitas birokrasi untuk lebih responsif terhadap masyarakat. Jika sebuah kebijakan tidak terfungsikan, pemerintah harus memiliki mekanisme untuk mengidentifikasi masalah dan melakukan perbaikan secara berkala.

Selanjutnya, keterlibatan masyarakat pun harus ditingkatkan. Dalam konteks ini, membangun forum-forum diskusi publik yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan bisa menjadi langkah awal yang baik. Ketika masyarakat diberdayakan, mereka tidak hanya menunggu perbaikan dari atas, tetapi juga mulai berperan aktif dalam mengevaluasi dan memberi masukan bagi kebijakan yang ada.

Dari sudut pandang komunitas, kolaborasi antara berbagai elemen masyarakat, seperti LSM, akademisi, dan sektor swasta, dapat memperkuat pengawasan terhadap kebijakan yang ada. Dengan saling berbagi informasi dan pengalaman, kita bisa lebih memahami dinamika dan tantangan yang ada di lapangan. Mengapa tidak? Menciptakan jaringan yang kuat kini menjadi suatu kebutuhan yang mendesak dalam menghadapi fenomena “tak terfungsikan”.

Dalam penutup, pertanyaan-pertanyaan ini semakin menantang kita untuk berani melangkah maju: bagaimana kita sebagai individu dan masyarakat dapat berkontribusi dalam memerangi segala bentuk kebijakan yang tak terfungsikan? Tugas ini tidak hanya terpaku pada pemerintah semata, melainkan juga menjadi tanggung jawab kita bersama. Mari kita gunakan suara kita, mendampingi kebijakan yang ada, dan mendorong agar segala yang telah direncanakan berdampak positif bagi masyarakat luas.

Di sinilah letak kekuatan kita; dalam kesadaran kolektif, kita mampu mengubah setiap kebijakan menjadi lebih dari sekadar teks yang tertulis di atas kertas. Mungkin ini adalah tantangan yang harus kita hadapi di masa mendatang – sebuah tantangan untuk tidak hanya hidup dalam realitas yang ada, tetapi untuk berani memperjuangkan apa yang seharusnya. Siapkah kita?

Related Post

Leave a Comment