
Langit kehilangan cahaya
mendung tiba dengan rasa iba
tapi hujan selalu gagal
membuat tanah masih terjal
Lalu para penyair menulis puisi:
Dunia ini indah sekali
dengan kesuburan tanah Pertiwi
padahal ini hanya omong kosong belaka
buktinya utang-utang semakin merajalela
Sementara tanah tidak alpa tumpah darah
meski tanpa penjajah
di dalam saling cengkeram
kikis ekologis dan ekonomi bersemayam.
Tubir Takdir
Hampir gelap senja sore hari
penyair menulis sebilah puisi
tentang lahirnya tubir takdir
yang mengusir sepi dan khawatir
Sungguh tidak terasa
angin telah membawanya
pada pekat-pekat rindu
yang begitu pandai memburu
Di sini ia kehilangan suara
juga kehilangan kata-kata
duka lara telah sempurna
menjatuhkannya ke samudra
Gerhana Malam Ini
Gerhana malam ini
membuat lahir puisi
dengan sejumlah diksi
tapi hanya sesaat: tak abadi
Mengapa?
sebab kembalinya nganga
membelenggu langit dasksina
hingga bulan gugurkan cahaya
Inilah gerhana
dalam waktu yang fana.
Mengapa
Mengapa kau datang padaku
jika hanya ingin membelenggu
lalu pergi meninggalkan aku
dengan harapan-harapan palsu
Mengapa pula kau masih datang padaku
jika hanya ingin membekaskan rindu bertalu-talu
sampai pertemuan tidak pernah lunas
membayar gelisah dan rasa cemas
selebihnya aku kata-kata menolak ranggas.
Pakondang, 2021
- Tangisan Langit - 20 November 2021