Tolak RKUHP Ngawur dan Pasal Zombie

Tolak RKUHP Ngawur dan Pasal Zombie
Ilustrasi: Tolak RKUHP Ngawur

Ulasan PersHai, sob. Sudah pada tahu, kan, kalau isi dari RKUHP betul-betul mengkhawatirkan? Rumusannya masih mempertahankan pasal-pasal yang selama ini dinilai membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi. RKUHP ngawur.

Di RKUHP tersebut, masih ada pasal pidana penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden. Pun pasal pidana penghinaan terhadap pemerintahan yang sah dan terhadap proses penyelenggaraan peradilan (Contempt of Court).

Pasal tersebut bisa kita sebut sebagai “Pasal Zombie”. Kenapa? Sebab MK sudah pernah membatalkan pasal tersebut. Namun, dalam RKUHP saat ini, pasal tersebut dihidupkan kembali.

Dipertahankannya pasal-pasal penghinaan itu tentu saja merupakan kemunduran besar bagi iklim kebebasan berekspresi dan demokrasi di Indonesia. Sebab, pasal-pasal tersebut selama ini sering digunakan penguasa untuk membungkam orang-orang yang bersuara kritis terhadap pemerintah.

Tentu kita ingat kasus Supratman, Redaktur Harian Rakyat Merdeka. Ia ditangkap kemudian divonis hukuman percobaan karena medianya menulis berita yang dianggap menghina Presiden Megawati Soekarnoputri.

Atau kasus Muzakir dan Nanang Mamija. mereka dijerat Pasal 143 dan 147 karena menginjak gambar Presiden Megawati Soekarnoputri dan Wakil Presiden Hamzah Haz kala itu.

Masuknya pasal Contempt of Court juga berpotensi mengancam kemerdekaan profesi jurnalis yang berusaha memberikan seputar kasus-kasus yang berjalan di pengadilan. Inti dari pasal tersebut adalah memuat larangan mempublikasikan informasi apa pun seputar proses penyelenggaraan peradilan.

RKUHP Ngawur Lari dari Tujuan Perumusan KUHP

Dengan adanya pasal-pasal penghinaan dan masuknya pasal Contempt of Court tersebut, terlihat bahwa RKUHP ini bertolak belakang dengan tujuan dan semangat dari perumusan KUHP baru yang diniatkan untuk menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. RKUHP ngawur.

Seharusnya pemerintah dan DPR menghormati jaminan atas kebebasan berpendapat dan berekspresi yang sudah diatur dalam konstitusi, UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, dalam perumusan pasal-pasal penghinaan di RKUHP.

Seharusnya DPR dan pemerintah mengedepankan prinsip penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia, khususnya hak kebebasan berekspresi dan berpendapat serta kebebasan pers, dalam membuat rumusan dan ketentuan di RKUHP.

*Sumber: Serial twit @LBH_Jakarta

___________________

Artikel Terkait: