
Apa keistimewaan seorang perempuan? Secara semantik kita membaca makna yang luhur dari kata “empu”. Empu berarti tuan atau person yang dimuliakan dan dihormati. Ini memang diksi yang berbunyi dan punya gema yang signifikan. Namun saya mencurigai dominasi tata bahasa laki-laki.
Referensi tuan ialah laki-laki. Jika perempuan disebut tuan putri artinya ia mengemban privilese identitas ayahnya sebagai raja. Mungkin ada lintasan pengertian di kepala kita bahwa tuan (laki-laki) punya oposisi leksikal dengan nyonya (perempuan).
Perempuan adalah subjek istimewa kendati dieksploitasi oleh sistem kebudayaan patriarki. Alam mendesain biologi perempuan secara sangat agung. Perempuan adalah ibunda kehidupan.
Vagina adalah gerbang mulia, tempat masuk dan keluar riwayat dari beragam kisah: menstruasi, intimasi seksual (kopulasi), dan proses persalinan (partus). Ovarium merupakan ladang surga benih feminitas pertama diproduksi. Rahim adalah rumah kehidupaan yang memesona, lokus genius awal, tempat dewi kehidupan merawat jejak-jejak genom umat manusia.
Dari rahim itu genealogi kita tumbuh. Tidak hanya rasa aman di sana. Ibunda mengalami rasa sakit yang purna waktu melahirkan. Itulah pengalaman derita paling primordial yang tidak pernah dialami oleh laki-laki.
Dalam sajak Ibunda Rendra menulis, engkau adalah kesuburan/atau restu atau kerbau bantaian. Ibunda adalah korban ketidakadilan yang dibiasakan oleh kultur, tetapi juga kurban dari restu yang diberikan alam baginya. Sajak itu diakhiri dengan baris penutup yang konklusif, cinta dan korban tak bisa dibagi.
Demikian keagungan perempuan dari struktur dasariahnya sampai pada ekspresi historisnya. Perempuan adalah simbol kepenuhan dari pemberian yang berkelimpahan. “Ibu adalah pelengkap sempurna kenduri besar kehidupan,” tulis Rendra dalam sajaknya berjudul Sajak Ibunda. Saya mengutip sebuah bait yang memukau.
Mengingat ibu
aku melihat janji baik kehidupan.
Mendengar suara ibu,
aku percaya akan kebaikan manusia.
Melihat foto ibu,
aku mewarisi naluri kejadian alam semesta.
Apakah ada alasan untuk mengeliminasi perempuan? Perempuan adalah singgasana segala keindahan. Ia adalah metafora yang kaya.
Karena itu, dalam tulisan ini saya menyatakan respek untuk seorang sahabat di hari ulang tahunnya. Ia perempuan, tetapi memilih jalan hidup yang melampaui panggilan alamiahnya untuk melahirkan anak. Ia seorang biarawati. Memilih untuk tidak menikah demi Kerajaan Allah.
Ulang Tahun Sr. Atyna Missa, SSpS
1 Oktober merupakan riwayat waktu yang diberi jejak refleksi kritis. Suster Atyna, demikian ia disapa, selalu memberi pesan ketika hari itu hampir tiba. Artinya ia punya kesadaran tentang waktu, bahwa ia lahir di suatu silam, hidup dalam kekinian, kelak akan pulang ke masa paling final: kematian.
Atyna lahir di Ainaro, salah satu kota di Timor Leste, 31 tahun yang lalu. Timor Leste adalah tanah air ibunya. Namun mereka kemudian ke Indonesia pada 1999 karena situasi politik yang tidak menentu, krisis Timor Timur. Kampung halaman ayahnya, Noetoko, sebuah desa di TTS (Timor Tengah Selatan), NTT, menjadi rumah bagi Atyna dan ketujuh saudara-saudarinya untuk merajut kasih merawat impian lewat asuhan orangtua, dua-duanya guru.
Sekarang Atyna sedang menempuh studi filsafat di IFTK (Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif) Ledalero, Maumere-Flores, NTT. Apa artinya dia seorang perempuan biarawati Katolik menempuh pendidikan filsafat? Apa maksud menulis esai tentang hari ulang tahunnya?
Ulang tahun seorang perempuan menyatakan suatu siklus hidup atau fase pertumbuhan bahwa rahim merawat waktu eksistensial dan memberi makna tentangnya: kelahiran adalah hidup yang mengalir seperti waktu. Perempuan merawat waktu ibarat semesta memberi ruang bagi musim untuk tiba.
Ada disiplin dan kritisisme menghayati waktu. Perempuan menghitung waktu seperti ia memperhitungkan ekonomi rumah tangga. Selalu ada kepekaan soal waktu karena dilatih dengan periode alamiah mengalami menstruasi.
Demikian Atyna, tahu baik kapan harus berdoa dan belajar, menyusun jadwal hidup secara jelas dan tegas. Ia mempersembahkan hidup untuk menghayati waktu secara proporsional. Waktu bagi Atyna bukanlah dimensi eksternal, melainkan suasana dari interioritas pengalaman yang turut membentuk kesadaran akan pentingnya satu detik sekarang ini dan di sini (hic et nunc).
Halaman selanjutnya >>>
- Stadion Kanjuruhan, Colesseum-nya Indonesia - 10 Oktober 2022
- Ulang Tahun Seorang Perempuan - 4 Oktober 2022
- Kesetaraan Keakraban - 2 Oktober 2022