Virus dan Serba-serbi Kuliah Online

Virus dan Serba-serbi Kuliah Online
©Sevima

Tidak semua dapat membeli kuota paket data ataupun memiliki handphone yang canggih untuk melaksanakan kuliah online.

Covid-19 telah membawa dampak begitu signifikan dalam kehidupan manusia, memaksa membongkar kebiasaan lama menjadi sesuatu yang lebih baru walau terasa tabu bagi kebanyakan orang. Salat di masjid, misalnya, kini tak lagi dihiasi penampakan jemaah dikarekanan adanya imbauan dari Majelis Ulama Indonesia maupun Pemerintah agar kiranya melaksanakan ibadah dan kegiatan aktivitas di rumah saja.

Kini tak ada lagi desak-desakan macet di jalan raya akibat dampak physical distancing antar sesama. Begitu pula bagi mereka para pedagang kaki lima maupun pengusaha tingkat menengah makin terpuruk akibat laju perekonomian tak lagi seperti biasa.

Begitu pula bagi mereka yang tahun ini akan menutup usia di penjara intelektual (kampus) harus sabar dan tabah dikarenakan jadwal atau pelaksanaan wisuda tertunda sampai waktu yang tidak ditentukan. Semuanya mendapat dampak yang besar dari virus ini.

Dampak ini juga berakibat besar bagi mahasiswa/mahasiswi serta pelajar di seluruh Indonesia. Dengan adanya imbauan dari pemerintah membuat proses pembelajaran dilaksanakan secara online (daring ).

Namun ternyata dari metode pembelajaran online ini banyak memberikan dampak yang kurang baik bagi mahasiswa maupun pelajar. Pasalnya, tingkat perekonomian dari masing-masing mereka berbeda. Ini tentunya menjadi hambatan karena tidak semua dapat membeli kuota paket data ataupun memiliki handphone yang canggih untuk melaksanakan kuliah online.

Metodenya juga cukup berbeda dari beberapa dosen yang memberi pelajaran. Ada yang menggunakan Google Class Room, WhatsApp, Aplikasi Zoom Meeting, YouTube, dan lain sebagainya sebagai media untuk melaksanakan daring.

Alih-alih ketika membawakan perkuliahan secara daring mahasiswa bagai bebek yang dituntun rapi agar masuk ke dalam kandang, semua kompak menjawab salam, iya pak, iya bu. Namun di belakang layar ternyata iya iye yang tadi dilontarkan ke grup Class Room misalnya ataupun WhatsApp berbuah hujatan bahkan makian atau diperlembut menjadi sebuah kelah keluhan. Di tambah lagi kuota yang akan dihemat selama waktu yang tidak ditentukan, mereka harus memutar otak untuk itu, apalagi bagi mereka yang orang tuanya tak dapat bekerja di tengah-tengah Covid-19 ini.

Betul kata bapak pendidikan Brazil, Puolo Friere bahwa sejatinya pendidikan seharusnya memanusiakan manusia, bukan malah membinasakan manusia demi menggugurkan kewajibannya.

Nah, seharusnya baik dosen maupun mahasiswa/pelajar harus memikirkan bagaimana kemudian dalam proses pembelajaran agar efektif dan efisien tanpa harus memberikan tugas yang berlebihan sehingga memaksa untuk mencari di Google ataupun mencari sumber literasi di berbagai tempat, karena situasi dan kondisi yang masih rentan penyebaran virus Covid-19.

Baca juga:

Namun nihilnya proses pembelajaran secara daring ini juga banyak membisukan nalar kritis mahasiswa. Lebih banyak yang bungkam dan menurut bagai bebek yang masuk dalam kandang ketimbang menyampaikan keluh kesahnya secara langsung.

Akhirnya dalam prosesnya menjadi kurang efektif. Absensi maupun pemberian tugas dan mata kuliah tak berjalan dengan baik. Implikasinya hanya sebatas menggugurkan kewajiban semata bagi keduanya.

Akhirnya penulis hanya ingin berkata inilah serba-serbi kelah keluh yang bertumpu menjadi satu. Tiada kata nan upaya yang paling berharga saat ini selain bersabar dan berikhtiar serta berdoa agar wabah ini cepat di angkat oleh Allah swt dan kita yang banyak menumpuk keluh cepat berlalu.

Ibnu Azka
Latest posts by Ibnu Azka (see all)