
Masih ingatkah bagaimana sejarah munculnya warung kopi di dunia? Ya, ia muncul lebih awal di Eropa.
Di Prancis, orang menyebutnya sebagai salon; dan di Inggris, coffee house. Di dalamnya memang menjual kopi siap minum. Oleh karena itu, di Indonesia, tempat-tempat tersebut bernama warung kopi.
Awalnya, warung-warung itu menyediakan teh dan minuman lain. Namun, karena negara-negara Eropa berhasil membawa kopi dari negara jajahan seperti Indonesia, maka dengan cepat kopi menjadi populer, banyak orang menggemarinya, dan menjadi minuman orang-orang kaya.
Mari kita lihat penikmat kopinya. Tempat ini mulai populer bukan karena kopinya saja, tetapi juga karena fungsinya. Para penikmat kopi menggunakan tempat ini bukan sekadar untuk minum kopi, mereka juga memanfaatkannya sebagai tempat berdiskusi. Bahkan, menjadi sentral bagi diskusi-diskusi kultural waktu itu.
Banyak hal yang mereka diskusikan. Pada awalnya, hanya masalah sastra dan seni, termasuk musik. Namun, kemudian dengan diskusi-diskusi ilmiah dan politik. Bahkan, setiap penulis buku selalu mendiskusikan tulisannya di warkop-warkop sebelum terbit, begitu pun dengan para seniman.
Di Jerman, meskipun ada perkumpulan semacam ini, namun tidak menggunakan warkop sebagai alat. Perkumpulan masyarakat di negara ini adalah Tischgesselschaften (himpunan masyarakat meja) dan Sprachgesselschaften (himpunan masyarakat sastra).
Sama seperti warung kopi, mereka awalnya fokus pada sastra dan ilmu pengetahuan. Tapi, pada akhirnya menjadi politis juga.
Perkembangan diskusi di warkop kemudian tercium oleh pemerintah sehingga sempat dalam pengawasan dan terlarang karena pemerintah takut kegiatan itu akan mengganggu stabilitas politik. Bukan hanya karena isi diskusinya saja, masyarakat penggemar warung kopi yang makin besar juga menjadi pertimbangan pemerintah.
Baca juga:
Karena mustahil pemerintah memperhatikan sebuah diskusi dengan kualitas tinggi jika kelompok mereka hanya sedikit.
Sejarah mencatat bahwa perjalanan warung kopi memiliki andil besar dalam perubahan sistem pemerintahan di Eropa bahkan dunia. Sistem pemerintahan monarki (kerajaan) yang kini berganti dengan sistem demokrasi (kerakyatan) merupakan hasil diskusi dan pergerakan para penikmat warung kopi.
Fungsi warung kopi yang tidak hanya sebagai tempat berkumpul, tetapi juga sebagai tempat pengeraman kegelisahan politik, menciptakan kondisi politik yang berbeda.
Dari diskusi di warung kopi, kemudian mengubah pemahaman dan kesadaran masyarakat. Bahkan, hingga menggerakkan mereka untuk memperjuangkan hak individu yang sudah sejak lama menjadi dambaan setiap warga masyarakat.
Pemerintahan yang awalnya berjalan berdasarkan perbudakan (monarki), karena pengaruh warung kopi, semuanya berubah menjadi pemerintahan yang menjunjung tinggi hak-hak individu, yaitu demokrasi. Sekarang, hampir seluruh negara di dunia menggunakan demokrasi sebagai sistem pemerintahan.
Namun, fungsi warkop yang mampu memengaruhi pemerintahan tidak akan dapat berjalan lancar jika hak individu terbatas. Di Indonesia, kejadian ini pernah terjadi di masa pemerintahan Orde Baru.
Soeharto, sebagai presiden Indonesia waktu itu bertingkah sangat otoriter. Semua hal yang menyangkut negara harus mengikuti kehendaknya. Kebebasan individu ia tekan dengan alasan kestabilan pemerintahan.
Akibatnya, warkop di Indonesia waktu itu tidak mampu berbicara banyak dan tampil heroik memperjuangkan hak-hak rakyat. Semua pemerintah batasi dan awasi dengan ketat bahkan anarkis.
Halaman selanjutnya >>>
- Pemblokiran Media Sosial, Sudah Tepatkah? - 23 November 2019
- Warung Kopi; Dari Solidaritas Publik ke Solidaritas Privat - 21 Agustus 2017
- Menggagas Ruang Pemberadaban - 10 Agustus 2017