Wulanjarngirim

Itu sekaligus bukti JALUR REMPAH yang telah lama terpetakan namun di masa kini memang cenderung terlupakan.

Mungkinkah pengetahuan tentang jalur pelayaran saat itu tak menggunakan ilmu perbintangan sebagai acuan? Dengan kata lain, ilmu dan teori perbintangan leluhur kita sudah matang sejak dahulu kala.

Pernah dengar apa itu Wulanjarngirim? Itu adalah rasi bintang di belahan langit selatan dan terutama akan terlihat pada April hingga Mei. Dalam film Avatar yang sangat tersohor itu, tempat tersebut diberi nama dengan Alpha Centauri.

Ratusan tahun yang lalu leluhur kita telah melihat dan memberinya nama. Artinya, pada suatu masa dulu kita memang pernah menjadi bangsa lebih pintar dibanding dengan banyak bangsa lain. Bagaimana sekarang?

Mungkin benar adanya bila saat ini sebagai bangsa, kita seperti sedang bingung ingin berjalan ke arah mana. Banyak ahli tafsir agama yang kita jumpai akhir-akhir ini senang dengan langkah mundur. Mengajak dan membuat negara ini berjalan terbalik.

Tugas kita bersama untuk menolaknya. Pulang dan kembali pada fitrah kita sebagai manusia yang memiliki kodrat berpikir harus menjadi tafsir kita bersama. Bukankah sukses seorang anak sering kali menjadi tolok ukur sekaligus sebagai cerminan siapa orang tuanya?

Manusia yang makin beradab dan mampu menjangkau seluruh sudut semesta pun seharusnya adalah cermin siapa yang menciptakannya.

Renaissance, sebuah fase perubahan budaya hidup bangsa Eropa yang pernah terpuruk oleh dogma dan tafsir sempit agama di masa lalu, sepertinya sudah sangat mendesak bagi bangsa ini.

Ruang diskusi bagi nalar kita berbicara harus segera kita buat. Menciptakan komunitas melek dan peduli teknologi atas tanggung jawab kita sebagai satu-satunya ciptaan yang diberi akal sebagai bentuk tafsir sudah selayaknya kita buat lebih masif.

Morowali sebagai pusat nikel dan inovasi baterai mobil listrik berskala dunia dapat kita jadikan mercusuar. Rencana pembangunan Bukit Algoritma dengan komunitas ilmiah di dalamnya sudah selayaknya segera kita tetapkan demi wajah paradigma baru bangsa ini.

Bila benar bisa, bukan 5 atau 10 tahun ke depan kita sudah harus menjadi pemimpin kita targetkan, komunitas ramah kemajuan demi masa depan yang lebih pasti bagi bangsa ini akan sudah kita capai. Sisanya, hanya akan tampak seperti bola salju.

Pada titik seperti itu, siapakah yang akan mampu menghentikan laju dari sebuah bola salju yang makin membesar?

Pada 30 hingga 50 tahun mendatang, bukan kita sebagai manusia Indonesia hanya akan duduk sebagai penumpang saat menuju Mars, dari Biak roket milik dan buatan kita akan terlihat sedang diluncurkan dengan target tertuju planet yang kita ingin.

Mustahil? Ya, bagi mereka yang senang dengan tafsir lama di mana melulu surga selalu dibicarakan.

*Leonita_Lestari

Warganet
Latest posts by Warganet (see all)