Yesus Kristus Itu ‘Pejuang Antirasisme’

Sejarahnya untuk sampai ke puncak kesuksesan dan kejayaan itu bukan tanpa gesekan-gesekan pergolakan yang kecil. Pasalnya, ia mesti memecahkan dulu Rasisme Struktural dan dan Rasisme Idelogis yang ada dan bertumbuh subur dalam masyarakatnya di Brazil.

Pasalnya, nama ‘Pele’ awalnya adalah sebuah ungkapan perendahan, pengucilan, penghinaan, diskirminatif, stigmatif dan rasis. Ia tidak berkecil hati, ia tidak mundur, ia juga tidak minder, justru kata ‘pele’ itu menjadi sebuah batu loncatan bagi semangat Nacimenton kecil untuk menjadi pesepakbola yang hebat kelak.

Dan bukan tanpa hasil, hasrat yang mengebu-gebu untuk bisa menjadi pahlawan bagi negeranya, terutama ras-nya yang selama itu direndahkan sebagai bangsa kelas dua, bangsa budak, dan bangsa buangan.

Dengan berhasil mencetak banyak gol dengan kepala, dengan menampilkan pola permainan yang apik dengan memadukan tradisi tarian ‘gingga’ dengan aturan permainan bola sehingga terlihat indah, Pele berhasil tampil sebagai ‘bintang’ paling terang di jamannya.

Pele berhasil mendapatkan beberapa penghargaan dan pencapaian yang luar biasa, di antaranya; The Best FIFA Special Award (2023), Ballon d’Or Dream Team (2020), FIFA Ballon d’Or Prix d’Honneur (2014), Bambi – Millennium Award (2005), BBC Sports Personality of the Year Lifetime Achievement Award (2005), Laureus World Sports Award for Lifetime Achievement (2000), BBC Sports Personality World Sport Star of the Year (1970), dan  Milliyet Sports Award for World Athlete of the Year (1971), (https://id.wikipedia.org/wiki/Pel%C3%A9, 18/03/2023).

Ronaldinho, selain Pele, Brazil tidak pernah henti-hentinya melahirkan pemain-pemain bola legendaris. Setelah Pele, muncul beberapa pemain legendaris lainnya pula yang sempat menggegerkan panggung persepakbolaan dunia, dan karenanya manjadi tamparan keras bagi negera-negara kolonial, kapital, dan feodal seperti beberapa negara di Eropa kontinental yang sudah berabad-abad lama hidup dalam tandon dan kutub Rasisme Struktural, Rasisme Idelogis, Kapitalisme, kolonialisme dan Feodalisme akut junto kronis.

Ia adalah Ronaldinho yang menjadi titisan Pele kemudian. Ia banyak memecahkan rekor, ia banyak menunjukkan permainan yang super apik dan indah Par excellent. Setelah Ronaldinho muncul lagi Robinho, ia pun digadang-gadang akan menjadi pemain paling legendaris dikemudian hari, namun karena karena sebuah skandal yang menyeret namanya, ia pun hilang dari peradaban pesepakbola kulit hitam di panggung Lapangan Hijau Global.

Ronaldinho berhasil menyebet beberapa trofi bergengsi selama masa karirnya; Pemain Terbaik Dunia FIFA (FIFA World Player of the Year; 2004, dan 2005), Bola de Ouro (2012), Penghargaan World Soccer untuk Pemain Terbaik Tahun Ini (World Soccer Player of the Year; 2004, 2005), FIFA FIFPro World XI (2005, 2006, 2007), Golden Foot (2009), Ballon d’Or (2005), Penghargaan Sepak Bola Klub UEFA untuk Pemain Terbaik Tahun Ini (UEFA Club Footballer of the Year; 2006), Penyerang Terbaik Liga Champions UEFA (UEFA Club Forward of the Year; 2005), UEFA Ultimate Team of the Year (2015), Trofi EFE (Trofeo EFE; 2004), Pemain Terbaik Dunia versi FIFPro (FIFPro World Player of the Year; 2005 dan 2006), dan Penghargaan ESPY untuk Pemain Sepak Bola Terbaik (Best Soccer Player ESPY Award; 2006), (https://id.wikipedia.org/wiki/Ronaldinho, 18/03/2023).

Kylian Mbape, sepertinya Prancis sebagai kolonial, kapital, Imperial dan feodal paling ganas di benua Afrika kala itu sudah berekonsiliasi dengan masa lalunya. Tidak pernah selama beberapa dekade lalu nama-nama pemain Prancis yang notabene berkulit hitam berambut keriting tidak masuk dalam daftar pemain inti Tim Nasional.

Baru kemudian pada perhelatan piala dunia 2018, hampir semua pemain-pemain inti Tim Nasional muncul nama-nama baru dari pemain-pemain yang notabene berkulit hitam dan berambut keriting.

Disinyalir bahwa di balik kemenangan negara Prancis dalam perhelatan piala dunia itu tidak terlepas dari perjuangan beberapa pemain kulit hitam yang menjadi aktor kunci di balik kemenangan bersejarah itu, yakni Kyian Mbapa, Paul Pogba dan Konte.

Ketiga pemain kulit hitam dan berambut keriting itu menjadi trisula permainan Timnas Prancis sehingga trofi piala dunia itu berhasil diangkat oleh negara dengan julukan ‘Blue City’ itu.

Disinyalir pula bahwa keberagaman dalam komposisi pemain dan permainan itulah yang menjadi salah satu modal dasar kemenangan Prancis. Hal yang serupa juga terlihat dalam perhelatan piala dunia 2022 Qatar.

Kita melihat bahwa sekalipun beberapa pemain kunci Prancis yang berkulit hitam seperti Paul Pogba dan Konte absen, namun sepertinya Mbape dan teman-temannya tidak kehabisan semangat untuk menunjukkan kepada dunia bahwa mereka yang dulunya dianggap sebelah mata kini menjadi putra mahkota di lapangan hijau mewakili negara yang menjajahnya berabad-abad lamanya.

Mbape menjadi salah satu pemain terbaik sepanjang beberapa tahun ini. Ia juga menjadi paling mudah dan paling baik di era ini. Sementara ini ia menempati posisi paling atas sebagai pemain muda paling mahal dan terbaik. Ia digadang-gadang akan menjadi “the next Pele”.

Selain Kylian Mbape, ada juga nama-nama seperti Konte, Pogba, Vincius Jr, dan pemain kulit hitam legendaris lainnya lagi dewasa ini di dunia sepakbola yang mengangkat harkat dan martabat bangsa kulit hitam dalam rangka memberantas sistem Apartheid yang masih tersisa, guna menegakkan Kesetaraan ras.

Walaupun terbilang masih relatif sangat muda Mbape berhasil mendapatkan beberapa penghargaan bergengsi di bidang sepakbola dunia; Golden Boy (2017), Telefoot Trophy for Best Young French Footballer (2017), Kopa Trophy (2018), FIFA FIFPro World XI (2018, 2019, dan 2020), Pesepak Bola Terbaik Perancis (French Player of the Year; 2018), Trophées UNFP du football Ligue 1 Player of the Year (2019), dan Best International Men’s Soccer Player ESPY Award (2022). Penghargaan ini ia sebet dalam kurung waktu 2017-2023, ia masih begitu muda tentu masih banyak lagi penghargaan yang akan ia taklukkan kedepannya, (https://id.wikipedia.org/wiki/Kylian_Mbape, 18/04/2023).

Martin Luther King Jr, Billy Cosby dan Barack Obama

Berbicara tentang perjuangan melawan Rasisme di lembaran peradaban dunia kita juga tidak bisa terlepas dari nama-nama ini, yakni Pdt. Marthin Luther King Jr, Komedian Billy Cosby dan Presiden Kulit Hitam Pertama Barack Obama.

Pertama, Marthin Luther King Jr (1929-1968) adalah seorang pendeta Baptis, ia dikenal sebagai pejuang Antirasisme paling terkemuka di Eropa, khususnya di Amerika serikat.

Ia banyak melalukan Aksi demonstrasi damai, melalukan orasi-orasi keras ke rezim Apartheid di Eropa kala yang secara terang-terangan mendiskreditkan, mediskriminasi, memarjinalisasikan dan mengalienasikan bangsa kulit hitam di Eropa, terutama di Amerika.

Sebagai seorang kulit hitam yang terpelajar saat itu Marthin merasa bertanggung jawab penuh untuk menegakkan Kesetaraan ras di Amerika. Secara penuh konsistensi ia mulai menggalang bangsa kulit untuk sadar, bangkit dan melawan sistem Apartheid dan mulai menuntut hak-hak asasinya sebagai manusia yang berharga, bermartabat dan berharkat yang mulia sama dengan manusia dan bangsa-bangsa lainnya sehingga perendahan dan pelecehan martabat manusia yang dilanggengkan oleh sistem Apartheid itu harus dimusnahkan sampai ke akar-akarnya.

Aktivitas kemanusiaan dan kedamaian itu mendapatkan gelombang soalidaritas yang besar. Walaupun pada akhirnya pencapaian perjuangan Antirasisme ini hanya ia bayar dengan nyawanya sekalipun, tapi paling tidak mimpi Pendeta Marthin Luther King Jr agar suatu hari bangsa kulit hitam dan kulit putih akan duduk sejajar dan setara, makan dan minum bersama itu akhirnya bisa terwujud dengan terpilihnya Barack Obama sebagai Presiden Kulit Hitam Pertama di Amerika Serikat.

Pendeta Marthin Luther King Jr berhasil mendapatkan beberapa penghargaan terkemuka dari dunia atas dedikasi dan kiprah perjuangannya menegakkan Kesetaraan, Keadilan dan Perdamaian dunia; Penghargaan Nobel untuk Perdamaian (Nobel Peace Prize; 1964), Penghargaan Grammy untuk Album Spoken Word Terbaik (Grammy Award for Best Audio Book, Narration & Storytelling Recording; 1971), Medali Kebebasan Amerika Serikat (Presidential Medal of Freedom; 1977), Spingarn Medal (1957), Medali Emas Kongres (Congressional Gold Medal; 2004), Jawaharlal Nehru Award untuk Pemahaman Internasional (Jawaharlal Nehru Award for International Understanding; 1966), dan Margaret Sanger Awards (1966), (https://id.wikipedia.org/wiki/Martin_Luther_King_Jr., 18/03/2023).

Kedua, Biliy Cosby. Selain pendeta Martin Luther King Jr yang berjuang memutuskan tali polarisasi, Segmentasi dan Segregasi antara bangsa kulit hitam dan bangsa kulit putih di Eropa, Amerika yang dikenal dengan sistem Apartheid. Kita juga mesti tidak melupakan Bily Cosby, seorang komedian kulit hitam.

Halaman selanjutnya >>>
Siorus Degei
Latest posts by Siorus Degei (see all)