Adu Pintar Fadli Zon

Adu Pintar Fadli Zon
©Nasional Tempo

Nalar Warga – Kalau itu dilakukan Fadli Zon, gak ada yang heran. Terlalu sering sudah dia mengambil jalan itu. Jangankan tusuk dari belakang teman yang berada dalam satu barisan, secara benderang pun dia lakukan.

Itu terkait dirinya sebagai kader Gerindra yang notabene adalah satu koalisi dengan pemerintah namun suara Fadli bukan hanya terdengar sebagai oposisi namun justru lebih mirip suara haters. Dia bicara ngaco pada kebijakan pemerintah terkait kenaikan harga BBM.

Tidak seperti biasanya yang cenderung suka-suka, kali ini dia memang terlihat berusaha untuk kelihatan pintar. Dia bikin thread dan pakai data. Tumben…

Tapi tetap saja gak kelihatan pintar. Dia masih terlihat asal comot saja. Seperti gak tahu beda fisik garam dan gula, baginya sepanjang itu ada di dekat piring, itu pasti garam.

Salah satunya adalah saat dia bicara ICP (Indonesian Crude Price) dengan acuan dari tulisan Anthony Budiawan, dia bicara tentang produksi minyak mentah kita setiap hari yang berkisar 611 ribu barel per hari.

Kurang lebih, justru karena ada kenaikan harga minyak dunia, dia bilang bahwa Indonesia justru seharusnya untung dan maka gak perlu lepas subsidi. “Selisih harga ICP sebesar US$37 per barel itu telah menambah pendapatan negara sebesar Rp111 triliun,” katanya.

“Dari sisi belanja memang mengakibatkan bertambahnya belanja negara, tapi jumlahnya menurut INDEF hanya sebesar Rp96,2 triliun. Sehingga, negara sebenarnya masih mengantongi surplus anggaran sebesar Rp14,8 triliun,” lanjut dia.

Seandainya Fadli menyertakan data lebih baik, tentu dia juga akan menyertakan berapa jumlah kebutuhan harian negara ini. Di sana ada muncul angka sekitar 1,4 juta barrel per hari.

Baca juga:

Itu data menurut Benny Lubiantara Deputi Perencanaan SKK Migas. Dia berungkap bahwa saat ini produksi minyak mentah di Indonesia hanya mampu mencapai 700.000 ribu barel per hari (bph). Namun, konsumsi negara kita mencapai 1,4 juta bph hingga 1,5 juta bph.

“Ada gap yang besar, yang mana mau tidak mau harus impor,” ungkap Benny dalam acara Energy Outlook 2022 yang disiarkan oleh CNBC Indonesia, Kamis (24/02/2022).

Maka, ketika produksi kita adalah 611 ribu barel per hari namun kebutuhan kita adalah 1.4 juta barel per hari, tentu nalar kita berkata benar bahwa kita nombok.

Tapi nalar Fadli berbeda. Kitalah yang justru mendapat untung. Angka surplus 14,8 triliun dia sebutkan. Pantaskah tanpa data yang lebih masuk akal angka dari Fadli yang mengatakan bahwa setelah adanya kenaikan harga dunia pada minyak kita maka kita masih surplus 14.8 triliun?

Itu baru masuk akal bila minyak mentah kita ibarat emas dan BBM yang kita impor adalah perak. 611 ribu barel berharga lebih mahal dibanding 1.4 juta barel minyak yang kita impor. Tanpa data itu, Fadli memang asal comot.

Terkait cuitan Fadli yang lain, dengan menggunakan data yang lain, perlukah kita perdebatkan keabsahannya? Tumben dia kali ini memang keliatan agak pintar. Data cukup komplit dan urut lho, pasti ada yang ngajarin tuh.

Tapi apa pun itu, keputusan pemerintah mengurangi subsidi memang pantas kita dukung. Itu jauh lebih baik di masa sulit seperti saat ini, di masa kelebihan ruang fiskal jauh lebih berguna agar pembangunan tetap akan terus berjalan.

Paling tidak, dengan pengurangan subsidi ini pemerintah memiliki ruang fiskal yang lebih longgar pada situasi dunia yang sedang tidak baik-baik saja.

Baca juga:

Konon, gara-gara BBM itu memang terasa membebani, kesadaran kita bersama untuk beralih pada energi terbarukan justru menyeruak. Banyak di antara kita sudah mulai migrasi ke baterai. Motor dan dan mobil dengan baterai kini seperti terlihat masuk akal untuk kita miliki.

Percaya atau tidak, sedikit banyak itu akan membantu memperlambat pemanasan global. Pakistan sangat merasakan dampak tersebut. Banjir luar biasa hebat hingga hampir 30 persen daratan negara itu kemarin seperti berubah menjadi danau.

“Bukankah Fadli sebagai anak buah pak Prabowo seharusnya lebih bijak bicara?” Bukan Fadli bila tak bikin sensasi. Rujukan pun sengaja dia ambil dari sosok Anthony Budiawan yang belakangan ini memang selalu mencari sisi salah rezim Jokowi.

Fadli seharusnya memang bagian dari koalisi, namun sepertinya jiwanya masih tersangkut rindu pada orba. Itu saja.

*Leonita_Lestari

Warganet
Latest posts by Warganet (see all)