Agama Itu Politik atau Sudah Diracuni?

Agama Itu Politik atau Sudah Diracuni?
©Nusantara News

Agama di sini bukanlah sesuatu yang umum karena agama pasti bersifat spesifik dan berbeda. Dan jika agama adalah sesuatu umum, peperangan pun tidak menjadi sesuatu yang perlu. Namun kali ini kita akan membahasnya secara radikal bagaimanakah agama menjadi politik dan kapan agama itu menjadi politik.

Di dalam agama Kristen, kita akan mengenal kata sekularisme. Sekularisme menurut Wikipedia adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau badan negara harus berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan.

Dalam runutan sejarah, kita dapat melihatnya dengan jelas bagaimana agama menjadi supremasi dari ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan selalu saja berada di bawah agama sedangkan para ilmuwan harus mengikuti alur tersebut. Misalnya saja kematian Galileo yang sekarang masih saja menjadi pertanyaan. Hanya karena dia mendukung ilmu pengetahuan dan tidak mendukung agama.

Di dalam sejarah agama Kristen yang lebih lama lagi, kita akan mendapati sebuah proses politik. Di zaman saat itu terkesan akan daya politisnya agama. Agama menjadi dominan ketimbang raja. Sehingga secara politis raja pun harus tunduk pada pemimpin agama, yang secara istilah disebut paus.

Sebenarnya tujuan dari paus itu sendiri baik. Ia ingin memisahkan agama dan negara karena jika kita lihat dalam segi politik. Agama hanya sekadar nama saja tetapi sifat-sifat orang yang menjalankan negara sangat tidak mencerminkan seorang yang agamais. Dengan begitu, agama pun dipisah dari negara. Dan konflik ini pun berlangsung sampai bertemunya dengan ilmu pengetahuan, yang tak lain sebuah sekularisasi.

Jadi dapat kita lihat dengan jelas, pemisahan agama dan negara juga berdasarkan unsur politik. Agama sangat jarang membahas politik di negeri-negeri barat yang tidak lain karena landasannya ada pada sekularisme. Negara-negara Barat pun cenderung ke arah pengetahuan yang membebaskan manusia, yang lebih rasional dan tidak terkekang agama.

Tapi pada akhirnya, pengetahuan juga menjadi alat politik alias tidak jauh terkekang oleh kepentingan. Sehingga ada beberapa mazhab yang mengakui pengetahuan itu tak bebas kepentingan dan lebih mengarahkannya kepada kepentingan kemanusiaannya seperti mazhab Frankrut.

Apakah Agama Gagal Membawa Kemanusiaan?

Di dalam Islam sendiri, ada beberapa ahli yang mengatakan bahwa yang politik dan agama sangat sulit dibedakan. Seperti salah satu seorang sejarawan, Bernard Lewis, jelas-jelas terlihat kebingungan dalam menjelaskan agama Islam.

Baca juga:

Apakah mungkin karena latar belakang Bernard yang seorang Yahudi sehingga dia sulit membedakan yang politis di agama Islam?

Jika kita melihat situasi saat ini, terdapat beragam pemikiran tentang agama. Ada yang mengatakan agama di perkotaan itu lebih cenderung radikal karena langsung berhadapan dunia politis sedangkan di desa lebih mengarah proses kultur.

Peristiwa ini memang amat disayangkan. Radikalisme itu sendiri berdekatan dengan pemahaman fundamental yang lebih mengarah pada dasar-dasar.

Menurut penulis, sulit untuk mengungkapkan kalau agama itu tidak radikal. Karena pada dasarnya radikalisme lebih mengarahkan kepada akar kehidupan, seperti mengapa kita hidup; apa tujuan hidup kita di dunia ini.

Ada juga yang berpendapat seperti yang terungkap dalam sebuah buku Islam Politik bahwa sebenarnya agama Islam mengalami kehilangan kekuatan politisnya setelah kematian Rasulullah. Setelah kematian beliau, Islam sudah sempurna menjadi agama. Dan tak ada lagi arahan untuk politik.

Namun, dengan keadaan agama yang membingungkan, kita yang memang seharusnya menjadi sandaran agama untuk agama justru disalahgunakan beberapa orang.

Kejadian 9/11 di Amerika menandakan simbol kebencian terhadap agama Islam. Tapi ada rumor tersebar bahwa di balik kejadian itu sebenarnya sebuah konspirasi agar orang-orang membenci Islam. Arab yang sebagai pemimpin Liga Arab justru menuai kecurigaan sebagai agen Amerika bahwa merekalah yang menciptakan al-Qaeda. Bahkan dalam peperangan antarsaudara muslim juga tidak lepas dari kepentingan ekonomi politik yang memang jelas-jelas berhubungan dengan sumber daya alam.

Atau Kita yang Tak Bisa Menerima Agama sebagai Sebuah Peraturan Kemanusiaan?

Jika kita melihat lebih dalam lagi, agama sangat mempresentasikan peraturan kemanusiaan yang seadil-adilnya. Sehingga kita sebagai manusia yang menua merasa aman dengan kabar agama seperti itu.

Baca juga:

Namun, jika kita melihat reduksinya, kita akan terjebak pada sebuah doktrin. Artinya, jika kita seorang beragama, bukan berarti kita tak memakai nalar kita dalam melihat berbagai macam peristiwa konflik agama tanpa mendasarkannya pada materialisme.

Michael Bakunin, salah seorang Marxisme, pernah mengatakan di  dalam bukunya Tuhan dan Negara bahwa kita tak sebaiknya terlalu idealis. Itu karena ketika kita idealis namun kita lapar, itu sama saja kita bermimpi dengan tidur yang sangat panjang. Sedangkan materialisme juga menyarankan kita agar kita sadar akan kondisi praktis kita.

Mana mungkin kita akan menjalankan sebuah idealisme tanpa materialisme yang mendukung idealisme kita? Maka perlu kita memperhatikan kondisi realnya yang bersifat materi dari pada idealisnya suatu ideologi.

Donald Trump, sebagai Presiden Amerika, melihat celah ini dan ingin merenggut kota suci Yerusalem. Bukankah ini yang terjadi pada saat presiden terdahulu Amerika, George Bush, menjadikan Islam sebagai terorisme, dan menyerang negara Irak?

Apakah Trump lebih mengerikan ketimbang Bush karena kata-katanya yang selalu saja menusuk kita? Tentunya sudah jelas-jelas bahwa agama sudah terlecehkan dan berpindah posisi dari agama kepada kepentingan.

Yepihodov