Baca Dulu Baru Nulis!

Baca Dulu Baru Nulis!
©Dok. Pribadi

Mengapa harus baca dulu baru nulis?

Tulisan yang saya bagikan di bawah ini merupakan tulisan saya ketika mengikuti seleksi Duta Baca Daerah Provinsi Sulawesi Barat pada 2018. Tulisan ini menjadi syarat administrasi bersama berkas-berkas lainnya seperti biodata atau CV, fotokopi tanda pengenal, dan lain sebagainya.

Saat itu saya masih berdomisili di ibu kota Mamuju, Sulawesi Barat. Saya tertarik mengikuti seleksinya karena saya suka sekali menulis dan saya telah memiliki banyak tulisan yang bisa menjadi referensi bagi pembaca.

Namun, “tanpa terdengar” ada proses tahapan seleksi dan pemilihan seperti administrasi, tes tulis, dan wawancara, tiba-tiba saja telah terpilih sebagai Duta Baca Sulawesi Barat. Saya sebagai peserta seleksi tidak pernah dihubungi panitia, baik lewat telepon, media sosial, dan lain sebagainya. Setidaknya, ada informasi jika berkas-berkas kami tidak memenuhi syarat administrasi.

Tulisan ini saya terbitkan agar bisa dibaca adik-adik mahasiswa di seluruh Indonesia umumnya, dan khususnya untuk mahasiswaku di STIT AL Chaeriyah prodi Manajemen Pendidikan Islam mata kuliah manajemen perpustakaan semester tiga (3). Semoga tulisan ini bisa menggugah minat baca kalian.

Here we go…

Andai Aku Jadi Duta Baca Daerah Provinsi Sulawesi Barat

Lock up your liberaries if you like, but there is no gate, no lock, no bolt, that you can set upon the freedom of my mind… (Virginia Woolf).

Ada istilah yang pernah saya lihat di foto Instagram (IG) seorang kawan yang menulis caption “NULIS DULU BARU KAMU”, kata-kata yang bikin semangat berliterasi sekaligus bikin baper. Baper karena kata KAMU. Iya, kamu, kamu itu. Namun, bukan kata-kata kamu yang akan saya bahas di sini tapi kata “nulisnya”.

Saya lebih suka mengatakan “BACA DULU BARU NULIS”. Mengapa harus baca dulu baru nulis? Karena setelah membaca, kita telah membuka pikiran, wawasan, dan menemukan ide-ide baru. Kemudian, kita pun bisa menuliskan hasil yang kita baca tadi dengan menganalisisnya menjadi sebuah artikel atau esai.

Membaca bukan hanya membaca tulisan, namun juga membaca alam semesta, membaca orang-orang atau membaca pikiran dan karakter mereka, membaca pengalaman hidup, dan lain sebagainya. Maksudnya, saya menjadi pengamat dan menuliskan hasil dari membaca tadi. Seperti saya, saya yang suka menuliskan hasil membaca pengalaman diri pribadi sehari-hari dalam jurnal harian atau buku diari. Dari hasil melihat dan meriset kehidupan manusia dan lingkungannya sehingga menjadi jurnal ilmiah. Dunia tulis-menulis sangat menantang saya.

Saya tertarik menjadi bagian dari pemerhati literasi apalagi Duta Baca Daerah yang akan mengemban amanah untuk mengembangkan literasi di Sulawesi Barat. Sehingga, saya mempunyai visi untuk: 1. Menjalin silaturahmi dan persahabatan dengan teman-teman pegiat literasi yang terbesar di Sulawesi Barat, mereka berjumlah sekitar delapan puluh enam (86) titik yang merupakan ruang diskusi, rumah baca, perpustakaan, dan sejenisnya. 2. Menjadi bagian penting dari komunitas literasi di Sulawesi Barat yang ikut berkiprah bersama. 3. Menumbuhkan potensi minat baca-tulis di Sulawesi Barat dengan berbagi motivasi, yaitu mengajar cara menulis dan berbagi buku yang saya tulis (cetak).

Baca juga:

Sedangkan misi saya ketika menjadi Duta Baca Sulawesi Barat adalah: 1. Membuat event literasi dengan mengadakan lomba-lomba, misalnya membaca buku dan menceritakan kembali atau menuliskan cerita rakyat, dengan mengatakan isu “local wisdom” yang ada di daerah Sulawesi Barat dengan upaya berbagi kembali pengetahuan dan budaya dalam masyarakat (apalagi, saya sering diundang untuk bedah buku saya sendiri).

Program yang ingin saya tawarkan yaitu: mengadakan ruang diskusi buku sesama pegiat literasi dan penikmat literasi yang diadakan bergantian di berbagai titik rumah baca. Tersedianya ruang belajar dan membaca tulis lontara (saya juga ingin belajar bersama-sama).

Di Mandar, kita punya manuskrip yang belum banyak dibaca. Selain itu juga, ruang ini menjadi tempat untuk kembali mengangkat bahasa Mandar yang diberitakan hampir punah akan sepinya penutur.

Adanya kelas menulis untuk berbagai segmen usia dengan mengundang pakar yang ahli di bidangnya, misalnya, ketika kita ingin menulis tentang kuliner Mandar, maka kita mengundang dua narasumber yang kompeten di bidang penulisan yang kekinian dan ahli masak-masakan Mandar. Kemudian, kegiatan ini langsung dituliskan dan dibagikan dengan cara mempublishnya melalui soft dan hard  copy (e-book dan cetakannya).

Program lainnya, membuat film dokumenter atau video YouTube tentang kegiatan literasi di Mandar. Lalu, menarik minat baca anak muda dengan menyediakan toko buku dengan bekerja sama dengan toko buku, tersedianya lapak buku gratis di berbagai titik, dan barter buku yang dikelola bersama-sama pegiat literasi. Terakhir, berbagi buku diari yang ‘syantik’ untuk anak SD dan SMP agar anak-anak lebih senang menulis buku diari daripada main di hp smart.

Books are the mirrors of the soul (Virginia Woolf)

Terus terang saya belum mempunyai perpustakaan, atau rumah baca yang “terkenal” karena sering berpindah tempat. Namun, saya mempunyai banyak buku (perpustakaan mini) yang dapat diakses banyak orang. Buku saya tersebar di Mamuju, Lapeo – Kenje Polman, Batangase, Maros, dan Makassar.

Semoga, tahun ini, saya segera dapat melaunching dunia saya (perpustakaan) di Kenje, Campalagian, Polewali Mandar. Dan berbagi lebih banyak informasi terutama tentang buku dan penulisan kepada segala kalangan. Saya bisa menulis karena dulu telah banyak membaca. So, baca dulu baru nulis.

*Graha Nusa, Mamuju, 06 Agustus 2018 – Lapeo, 121021.

Zuhriah
Latest posts by Zuhriah (see all)