Belajar Kritis dan Dinamis dalam Bingkai Kebinekaan ala Mahasiswa FUPI

Belajar Kritis dan Dinamis dalam Bingkai Kebinekaan ala Mahasiswa FUPI
©NN

FUPI (Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam) sebagai fakultas yang menekankan aspek Pemikiran Islam dan dasar-dasar agama tentu saja lekat dengan cara atau metode berpikir.

Mahasiswa masa kini banyak yang masih belum kritis. Mereka cenderung menerima informasi apa saja yang mereka dapat tanpa menyaringnya terlebih dahulu. Banyak di kalangan mereka yang bersikap “sendiko dawuh” yang artinya manut-manut saja.

Apalagi diproses pembelajaran daring seperti hari ini, kalau tidak sendiko dawuh sama senior, ya dosen. Tambah lagi sendiko dawuh sama google, youtube, atau media sosial yang lainnya.

Nggak salah sih sikap sendiko dawuh ini. Ya kalau sendiko dawuh sama dosen sih gak masalah, toh mereka juga dosen kita sendiri. Keilmuannya dapat dipertanggungjawabkan. Tapi kalau sendiko dawuhnya sama google, youtube, internet maupun media sosial lain yang cenderung berkembang luas, ya perlu hati-hati.

Sikap sendiko dawuh dalam bahasa jawa diartikan sebagai sikap pasif. Pasif menerima jejalan-jejalan tanpa memikirkan kembali atau meninjau ulang apakah yang telah dibilang sang pemberi informasi ini benar atau tidak. Syukur-syukur benar. Tapi kalau salah, kan kita sendiri yang rempong.

Sikap ini perlu kita tinjau lebih lanjut. FUPI (Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam) sebagai fakultas yang menekankan aspek Pemikiran Islam dan dasar-dasar agama tentu saja lekat dengan cara atau metode berpikir.

Kalau anak FUPI cara berpikirnya masih pada tahap “manut”, maka bukan tidak mungkin mereka akan menjadi mahasiswa yang radikal, hanya menganggap apa yang dia yakini benar lantas akan mematenkan anggapannya sendiri. Ngeri, kan? Mahasiswa FUPI kok begitu. Nyatanya sih juga masih ada yang begitu (makanya aku nulis esai kayak gini).

Lha kalau udah kayak gini gimana? Makanya kita perlu untuk mengembangkan sikap kritis dan dinamis dalam bingkai kebinekaan. Apa sih kritis itu? Dan apa sih dinamis itu? Lalu kritis dan dinamis ini dilapisi dengan kebinekaan. Gimana sih kebinekaan itu?

Pertama, kritis. Kalau menurut KBBI, kritis artinya tidak lekas percaya, bersifat selalu menemukan kesalahan atau kekeliruan, tajam dalam penganalisisan. Kalau “mengkritis” berarti tindakan untuk berlaku kritis yang artinya menjadikan kritis tehadap sesuatu.

Baca juga:

Lalu gimana caranya mahasiswa FUPI itu kritis? Mahasiswa yang background-nya “sebuah pemikiran” tentu saja yang dapat dilakukan ialah banyak mbaca. Makin banyak mbaca, maka daya nalar seorang mahasiswa akan berkembang, mereka akan cenderung untuk mengombinasikan bahan bacaan A dengan B, A dengan C, dan begitu seterusnya hingga Z. Dengan itu, mereka tidak akan mudah untuk menerima info dari luar dengan “saklek” tapi ia akan memeriksa kembali dengan bacaan yang telah ia baca.

Selain itu, mahasiswa FUPI juga perlu “update” dengan berita kekinian. Misal, mahasiswa FUPI harus banyak baca berita biar mereka juga kontekstual. Tak hanya kontekstual, mereka juga akan cenderung peka terhadap keadaan jika sudah tau berita terkini.

Kedua, dinamis. Apa sih dinamis itu? Kok dinamis itu diperlukan dalam berperilaku? Apalagi di lingkungan mahasiswa FUPI.

Lagi-lagi aku harus buka KBBI di HP untuk melihat arti kata dinamis itu. Dinamis diartikan penuh semangat sehingga cepat bergerak dan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan dan sebagainya; mengandung dinamika. Arti singkatnya ya bisa menyesuaikan diri dengan keadaan.

Jadi mahasiswa FUPI itu jangan terlalu tegang (kalau tegang itu sange, eh maaf bukan mau bilang kalau mahasiswa FUPI sangean. Enggak kok), jangan terlalu serius, sampai lupa kalau keadaan itu akan selalu berubah-ubah. Dan mau ga mau ya kita tetap menyesuaikan diri dengan lingkungan dong.

Mahasiswa FUPI itu dibentuk untuk menjadi pribadi yang tidak kagetan. Kalau mahasiswa FUPI lihat yang beda dikit aja kaget? Ya bukan mahasiswa FUPI dong. Lalu gimana caranya? Kita harus meningkatkan kesadaran diri bahwa kita hidup di lingkungan FUPI yang berbeda-beda, beda pergaulan mahasiswa, beda pemikiran, dan kajian ilmu antara SMP, SMA yang sebelumnya kita emban.

Jadi, mahasiswa FUPI diharapkan lentur dalam menyesuaikan diri dengan keadaan yang ada, perubahan cara berpikir dari SMA ke kuliah, perubahan pemikiran dengan kondisi dan perkembangan zaman.

Ketiga, kebinekaan. Kata ini sih gak asing di telingaku. Tapi mari kita lihat saja di referensi yang valid.

KBBI mengatakan kebinekaan itu keberagaman. Artinya apa? Kita hidup di lingkungan FUPI terlebih lagi di lingkungan negara ini yang multireligius, multikultural, pokoknya serba multi-lah (ingat multi, bukan mukti. Kalau mukti itu temanku yang belum lulus-lulus sampai sekarang). Jadi kita juga harus menyadari kalau perbedaan yang ada ini merupakan keniscayaan dan memang kodrat natural sebuah kehidupan.

Baca juga:

Sampailah kita ke tahap terakhir, yakni menggabungkan antara berpikir kritis dan dinamis dalam bingkai kebinekaan. Jadi, berpikir kritis dan dinamis yang telah kita bahas di atas tidak seharusnya melenceng dari kaidah kaidah keberagaman. Sehingga, sikap terakhir yang kita bangun ialah sikap yang humanis.

Tahu humanis enggak? Humanis itu ya memanusiakan manusia. Misalnya, saling menghargai pendapat, menghargai pemikiran yang berbeda ini adalah sikap yang luwes, dan berpikir kritis terhadap kaidah-kaidah paten yang sudah tidak update.

Kayaknya udah aja deh tulisanku hari ini. Ini tuh refleksi tulisan karena mahasiswa baru lagi pada PBAK atau Ospek-lah bahasa trennya.

Rosi Islamiyati