Blusukan Bu Risma dan Lambannya Pemda Majene

Blusukan Bu Risma dan Lambannya Pemda Majene
©Okezone Nasional

Setelah seminggu di pengungsian, warga Ulumanda, Kabupaten Majene mendapat angin segar oleh kedatangan tamu agung, Menteri Sosial Tri Rismaharani (Bu Risma). Harapannya dengan kehadiran beliau dapat mengurangi beban para korban gempa.

Didampingi rombongan Gubernur Sulawesi Barat, Ali Baal Masdar dan Bupati Majene, Bu risma tiba pukul 13.00 Wita di Desa Sulai.

Penyambutan digelar dengan riang gembira. Tenda kementerian sosial yang dipersiapkan pemerintah setempat telah berjejer dengan rapi. Puluhan anak-anak dikumpulkan untuk bermain bersama Bu Risma, mungkin semacam trauma healing.

Masing-masing kepala desa, terkhusus di Kecamatan Ulumanda, hadir untuk menyambutnya. Tidak terkecuali kepala desa yang berada di pegunungan Ulumanda, mereka akan menyampaikan keluh kesah warga yang terdampak bencana.

Seperti halnya Kepala Desa Kabiraan, Paharuddin DM, semenjak pagi beliau sudah berada di wilayah Desa Sulai. Besar harapan bertemu dengan perwakilan pemerintah pusat tersebut.

“Kami akan menyampaikan rasa syukur yang mendalam dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Menteri Tri Rismaharani,” ungkapnya.

Dengan suara khasnya, mantan aktivis mahasiswa ini menambahkan, “Kami siap mengantar beliau ke titik paling terdampak yang ada di Kecamatan Ulumanda termasuk Desa Kabiraan.”

Bagaimana tidak, seperti yang dilansir Makassar terkini.id (03/02/2021), “Belum bisa diakses, kades minta sisa longsoran di Tamerimbi Kabiraan dibersihkan.” Dalam rilisnya ayah dari dua anak ini menyampaikan, “Kami meminta alat berat untuk membuka akses ke Dusun Tamerimbi, selain itu untuk mengeruk sungai di Tamerimbi agar sungai tidak ke perkampungan.”

Pada saat gempa kedua terjadi dengan kekuatan 6,2 magnitudo pukul 02.28 Wita (Jumat/05/01/2121), longsoran bukit Tandeallo tumpah ke tengah perkampungan Tamerimbi dan menutup sungai. Akibatnya rumah-rumah warga digenangi air, sebagian tertimbun longsor di antaranya rata dengan tanah. Hingga hari ini kampung tersebut layaknya sungai dengan rumah-rumah hancur di sekitarnya.

Bila dihitung secara keseluruhan warga di Desa Kabiraan; sebanyak 400 KK dengan kondisi rumah hancur total dan 1400 jiwa mengungsi dengan tenda seadanya. Tidak seperti tenda yang disediakan pemerintah daerah dalam menyambut Bu Risma. Tenda yang mereka gunakan serupa dengan desa lainnya, baik yang berada di Kecamatan Ulumanda maupun di Malunda.

Namun harapan untuk menyampaikan keluh kesah warganya dibatasi oleh pemerintah daerah kabupaten Majene. Kurang lebih satu menit waktu yang diberikan kepada kepala desa untuk berbicara.

“Kami memohon maaf kepada warga Desa Kabiraan, harapan mereka tidak kami sampaikan dengan baik, karena dibatasi oleh waktu. Saya hanya diberi waktu kurang lebih satu menit,” ungkapnya.

“Harusnya pemerintah daerah mengantar Bu Risma ke titik paling parah, melihat warga kami yang tidur dan makan dengan tenda seadanya,” sambungnya dengan tegas.

Lebih lanjut, mantan aktivis ini membeberkan pasca kunjungan Bu risma, seluruh pemerintah desa diarahkan untuk menjemput bantuan dari berbagai daerah yang ditampung di pendopo rumah jabatan Bupati Majene. Biaya dan akomodasi justru ditanggung oleh desa.

Berdasarkan penyampaian kepala desa tersebut, publik dapat menilai betapa lambannya pemerintah daerah Kabupaten Majene dalam menangani bencana.

Secara hukum, bencana alam adalah satu peristiwa hukum yang berakibat hukum pula. Akibat hukum selalu menimbulkan kewajiban dan hak. Lantas pihak mana yang dibebankan hak dan kewajiban? Mari kita cermati penjelasan hukumnya.

Dalam UU Tentang Penanggulangan Bencana No. 24 Tahun 2007 BAB III pasal 5 menjelaskan pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Lebih lanjut pasal 6 mempertegas tanggung  jawab  pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana  yang meliputi:

  1. Pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan;
  2. Perlindungan masyarakat dari dampak bencana;
  3. Penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan sesuai standar pelayanan minimum;
  4. Pemulihan kondisi dari dampak bencana;
  5. Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang memadai;
  6. Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai; dan
  7. Pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak bencana.

Dan UU tersebut telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Majene No. 09 Tahun 2019 dengan pasal, bunyi, dan subtansi yang sama. Maka tidak seharusnya warga dibiarkan terlantar dengan pengungsian seadanya.

Dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, secara khusus telah menetapkan anggaran tanggap darurat bencana, dari mitigasi sampai pemulihan. Bukan malah membebankan kepada tiap desa.

Perlu untuk dicatat, terkhusus kepada Bupati Baru yang terpilih di Desember lalu. Gempa ini menjadi pelajaran, agar pemerintah daerah Kabupaten Majene berbenah diri, bahkan mesti memperbaiki niatnya dalam mengemban jabatan. Mengutamakan keselamatan warga adalah hukum paling tertinggi. Solus Populi Supremasi Lex Esto, begitulah bunyi asas hukumnya.

Syam