
Di Indonesia sedang terjadi keruntuhan ekologis justru dunia berada dalam era di mana ekologi menjadi panglima berbagai negara maju sejak 1990-an telah mengupayakan dan mengamankan satu bumi ini dari kerusakan dan kehancuran akibat pemanasan global dan praktik produksi dengan energi kotor. Kelompok rentan adalah kelompok paling menderita saat lingkungan hidup rusak.
Negara-negara berkembang masih jatuh pada paradigma eksploitatif di dalam pembangunan yang menghadirkan ragam kutukan sumber daya yang maha mengerikan. Kekayaan sumber daya yang salah dikelola ternyata telah mengirim petaka yang berkepanjangan bagi masyarakat.
Banyak ahli berteriak bahwa pertumbuhan ekonomi tak akan punya banyak arti jika lingkungan hidup hancur. Wabah zoonosis covid-19 ini terhubung kuat dengan kesadaran ekologi kita yang terus-menerus menguat dalam satu sisi dan juga ada pengingkaran di sisi lainnya.
Selain miskin, mereka akan sulit bertahan hidup jika pola pola pembangunan yang dilakukan negara itu mengancam ekosistem tempat tumpuhan hidup mereka. Tangisan bumi adalah jeritan orang-orang miskin. Begitulah pesan dari Leonardo Boff dalam bukunya Cry of the Earth, Cry of the Poor yang terbit tahun 1997 silam. Karenanya, ekologi pembebasan tak dapat dipisahkan. Jika mau membebaskan orang miskin, harus cegah kehancuran lingkungan hidup.
Tiga tahun sebelum Paus Fransiskus mengeluarkan ensiklik Laudato Si’ (2015), satu ensiklik bercorak ajaran sosial Gereja Katolik dalam fokus ekologi, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) telah menyampaikan Pesan Pastoral Sidang KWI Tahun 2012 tentang Ekopastoral. Dengan pesan tersebut, Gereja ingin terlibat dalam usaha bersama melestarikan menjaga keutuhan ciptaan dan kelestarian lingkungan.
Inilah perspektif penting dalam rangka menciptakan ruang bagi pahlawan pada era ekologi. Prinsipnya, siapa pun yang berkomitmen untuk menjaga keutuhan ciptaan dan kelestarian lingkungan hidup pantas disebut pahlawan pada era ekologi justru karena kita sedang berperang melawan krisis ekologi yang tak kunjungan berakhir, bahkan kian tragis. Agar layak menjadi pahlawan lingkungan pada era ekologi, kita harus melakukan pertobatan ekologis.
Haedar Nashir juga banyak menyampaikan pembelaaan yang keras bagi tata kelola lingkungan hidup yang lebih adil dan juga lebih berparadigma ekologis. “Jangan sampai segolongan kecil orang menguasai hajat hidup rakyat dan kekuatan sumber daya alam kita hanya untuk kepentingan mereka” (Haedar Nashir, 2018).
- Ekologi Pembebasan - 3 Juli 2021
- Pengamen di Pinggir Jalan Perkotaan - 29 Juni 2021