
Sakit
Pilu
Panas
Gerah
Setiap saat aku rasakan
Kulitku dicincang kapak-kapak raksasa
Badanku letih
Setiap saat harus ditempa mesin-mesin beringas itu
Aku dibakar dalam tanur api
Panas dan mengerikan sekali
Aku heran
Berulang-ulang harus kudengar ratap tangis kalian
Mengapa harus longsor?
Mengapa harus banjir bandang?
Mengapa suhu dunia kita panas?
Kalian tidak pernah sadar kalau telingaku kesakitan menangkap keluhmu
Kalau mau sejahtera
Hentikan kejahilan kalian
Satu pintaku obati lukaku yang dalam dan pelik ini
Banjir
Sampahmu berserakan
Parit-paritmu lumpur berdekil
Mulai dari plastik sampai kaleng-kaleng hedonmu
Hujan datang dan parit itu meluap
Bencana tak lagi terelakan
Masih mau banjir lagi?
Percakapan Manusia dan Semesta
Ada dua pihak beradu elegi
Manusia menangis pilu
Bencana silih berganti datang
Panas bumi
Longsor banjir
Mau persalahkan siapa saudara tanya semesta kepada manusia?
Kalian punya akal dan nurani
Sadar tidak jika engkau sendiri yang menanam lukamu
Engkau ego saudara
Memikirkan diri sendiri
Sedang aku lesu menatap sendu
Kau inginkan penderitaan berakhir?
Aku juga sama
Aku mau kalian bertobat
Aku rindu Firdaus yang duluKau juga kan?
Mari kita berdamai!
- Elegi Semesta - 28 September 2019
- Malam Minggu - 22 September 2019
- Riuh Rintih Pemilik Jalanan - 19 September 2019