Setiap tahun, tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Tahun 2022 ini, tema yang diusung adalah “Merdeka Belajar,” yang menegaskan komitmen untuk memberikan pendidikan yang inklusif dan berkualitas bagi semua anak bangsa. Namun, di balik semangat itu, muncul tantangan besar: bagaimana seharusnya kita mengimplikasikan prinsip merdeka belajar di tengah gempuran liberalisasi pendidikan yang mengancam jiwa pendidikan nasional kita?
Mungkin ada di antara kita yang bertanya-tanya: apakah pendidikan yang bebas dan merdeka benar-benar dapat terwujud jika sistem pendidikan kita terlalu dipengaruhi oleh kepentingan komersial? Dalam beberapa tahun terakhir, liberalisasi pendidikan telah menjadi isu yang kian mendesak. Kebijakan-kebijakan yang condong pada privatization dan pasar bebas sering kali berdampak negatif, mengikis esensi dari pendidikan itu sendiri.
Pendidikan merupakan hak asasi setiap warga negara, yang seharusnya tidak diperdagangkan. Namun, realitas menunjukkan bahwa pendidikan kini telah menjadi komoditas. Siswa dan orang tua dipaksa untuk memilih antara kualitas pendidikan yang tinggi dengan harga yang selangit atau pendidikan yang terjangkau tetapi berkualitas rendah. Inilah yang perlu kita lawan.
Pada Hardiknas 2022 ini, mari kita renungkan kembali makna pendidikan yang merdeka. Pendidikan harus dapat memberikan kesempatan yang sama bagi semua anak tanpa terkecuali. Kita perlu menekankan bahwa “Merdeka Belajar” bukan sekadar jargon, tetapi sebuah gerakan kolektif untuk melawan segala bentuk eksklusi dalam pendidikan.
Mari kita telaah lebih dalam. “Merdeka Belajar” mengajak kita untuk memahami bahwa pendidikan seharusnya lebih menekankan pada pengalaman dan proses belajar yang menyenangkan, daripada sekadar fokus pada kurikulum yang kaku dan eksaminasi yang menegangkan. Di sinilah tantangannya. Apakah lembaga pendidikan kita sudah siap untuk menerapkan metode pembelajaran yang lebih inovatif dan ramah anak?
Sebagai langkah awal, kita perlu mempawarkan beberapa prinsip dasar dari pendidikan merdeka. Pertama, pendidikan yang bersifat inklusif. Anak dari segala latar belakang sosial-ekonomi harus memiliki akses yang sama terhadap pendidikan berkualitas. Kedua, pendidikan yang mengutamakan kreativitas. Metode pembelajaran harus mendorong siswa untuk berpikir kritis dan kreatif, bukan hanya menghafal informasi. Ketiga, pendidikan yang berbasis pengalaman. Siswa harus terlibat langsung dalam proses belajar, agar dapat memahami materi dengan baik dan aplikatif.
Namun, untuk mewujudkan visi pendidikan merdeka ini, diperlukan dukungan dari berbagai pihak. Pemerintah sebagai pengampu kebijakan harus berkomitmen untuk menyediakan anggaran yang cukup bagi pendidikan publik. Anggaran pendidikan harus dialokasikan secara proporsional untuk meningkatkan kualitas pengajaran dan fasilitas pendidikan di sekolah-sekolah, terutama di daerah terpencil.
Di sisi lain, peran masyarakat juga sangat penting. Orang tua, sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anak, perlu menyadari pentingnya pendidikan merdeka. Mereka perlu menjembatani kebijakan yang diambil oleh pemerintah dengan realitas yang ada di lapangan. Komunitas juga harus terlibat dalam mengawasi dan mendukung kebijakan pendidikan yang inklusif.
Tentu, kita tak bisa mengabaikan peran teknologi dalam transformasi pendidikan. Dalam dunia serba digital, teknologi informasi menawarkan peluang baru untuk mengakses ilmu pengetahuan. Namun, di sisi lain, harus ada regulasi yang ketat agar teknologi tidak menjadi instrumen untuk mengekstrak keuntungan semata. Apakah kita sudah siap untuk menghadapi tantangan ini?
Mungkin pertanyaannya adalah: bagaimana kita bisa menjadikan teknologi sebagai alat yang memberdayakan, bukan malah memperlebar jurang ketidakadilan? Dengan melibatkan semua stakeholder pendidikan, kita bisa menciptakan sebuah ekosistem pendidikan yang sehat dan berkelanjutan. Inilah tantangan yang harus kita atasi bersama.
Seiring dengan peringatan Hardiknas 2022, saatnya bagi kita untuk bersepakat memperjuangkan pendidikan yang berorientasi pada keadilan sosial. Mari kita menolak segala bentuk liberalisasi pendidikan yang ingin merongrong hak-hak dasar anak-anak kita. Mari kita bersinergi dalam menyebarluaskan konsep “Merdeka Belajar” yang mengedepankan nilai-nilai humanisme dan demokrasi.
Di era yang semakin kompleks ini, pendidikan merupakan modal dasar bagi masa depan bangsa. Hardiknas 2022 menjadi momentum yang tepat untuk kita semua merenung dan beraksi. Apakah kita siap untuk mewujudkan pendidikan yang bebas dari pikiran kapitalistik, dan menuju pendidikan yang truly merdeka dan manusiawi? Mari kita menjadi bagian dari solusi ini, dan sama-sama berjuang demi masa depan pendidikan anak-anak kita.






