Di tengah dinamika perpolitikan Indonesia, kalimat legendaris Soekarno, “Bangsa Indonesia, Jangan Gontok-gontokan!” kembali menggema. Frasa ini memiliki makna yang dalam, seperti gelombang laut yang mendamaikan, namun sering kali terabaikan. Dalam konteks yang lebih luas, seruan itu mencerminkan perjuangan menghadapi perpecahan dan pentingnya persatuan di antara sesama anak bangsa. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi arti dari pernyataan itu dan implikasinya bagi masyarakat Indonesia saat ini.
Sejak dulu, Indonesia dikenal oleh keanekaragamannya. Di setiap sudut tanah air ini, berbagai suku, agama, dan budaya saling berinteraksi, menciptakan mozaik yang indah. Namun, di balik keindahan itu, ada tantangan tersendiri. Gontok-gontokan atau pertikaian antar golongan sering kali mengancam kestabilan sosial. Dengan kata lain, dalam satu kapal yang besar ini, terkadang kita lupa untuk mendayung ke arah yang sama.
Memahami makna dari seruan Soekarno membutuhkan refleksi mendalam akan nilai-nilai kebangsaan. Seperti pepatah “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”, semangat kolektif ini harus dihidupkan kembali agar tidak tergerus oleh kepentingan pribadi atau golongan. Dalam setiap diskusi, apakah itu di ruang public, media sosial, atau dalam forum-forum komunitas, penting bagi kita untuk memperhatikan setiap kata yang kita ucapkan dan bagaimana dampaknya terhadap orang lain.
Ironisnya, di zaman yang serba cepat ini, banyak individu lebih memilih untuk terlibat dalam pertikaian yang tidak berujung. Daripada membahas ide yang membangun, kita sering kali terjerumus ke dalam adu argumen yang justru memecah belah. Kontradiksi ini mencerminkan betapa mudahnya kita terpengaruh oleh provokasi yang tidak konstruktif, seperti angin puyuh yang mengacak-acak perairan tenang.
Penting untuk menyadari bahwa gontok-gontokan bukan hanya sekadar perkelahian fisik, melainkan juga pertikaian ide dan nilai. Penggunaan istilah yang saling menyakiti, retorika yang tajam, bahkan hoaks, semua itu berkontribusi pada ketegangan sosial. Disinilah urgensi untuk menerapkan prinsip kedewasaan berargumentasi jadi sangat penting. Menciptakan ruang diskusi yang sehat dan penuh rasa hormat akan menghasilkan dialog yang lebih produktif.
Sebagai bangsa, kita harus belajar dari sejarah. Indonesia pernah mengalami masa-masa kelam akibat perpecahan. Dari konflik horizontal hingga krisis politik, semua itu menunjukkan betapa rapuhnya persatuan kita ketika terpancing oleh kepentingan sempit. Campakkanlah ego dan mari kita berorientasi pada kesamaan tujuan: kemajuan negara dan kesejahteraan rakyat. Dalam setiap langkah, kita perlu menanamkan rasa saling menghormati dan menghargai pendapat orang lain meskipun berbeda.
Pemerintah dan rakyat menjadi dua entitas yang tidak terpisahkan dalam menjaga persatuan. Kebijakan yang inklusif dari pemerintah dapat mendorong masyarakat untuk saling mendukung. Dalam hal ini, transparansi dan komunikasi yang baik antara pemerintah dan warga sangatlah penting. Dengan demikian, mistrust atau ketidakpercayaan tidak akan tumbuh, dan sinergi antara keduanya bisa terbangun.
Namun, tantangan ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Setiap individu memiliki peran dalam merajut kembali jembatan persatuan. Di tengah kesenjangan ideologi, kita dapat berperan sebagai jembatan yang menghubungkan antara pandangan yang berbeda. Berani mendengarkan, punya empati, dan meningkatkan keterlibatan sosial adalah langkah-langkah konkret yang bisa kita ambil. Dengan cara tersebut, kita tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga pelaku aktif dalam menciptakan kedamaian.
Lebih dari itu, pendidikan juga memegang peranan penting dalam mencegah gontok-gontokan. Kurikulum yang mengedepankan toleransi dan nilai-nilai kemanusiaan harus diperkenalkan sejak dini. Di sekolah, anak-anak dapat diajarkan untuk saling menghargai perbedaan dan berkolaborasi dalam berbagai kegiatan. Keterampilan ini akan membekali generasi penerus untuk menghadapi tantangan yang lebih besar di masa depan.
Dengan bijak, kita mesti ingat bahwa perbedaan adalah sebuah kekayaan, bukan sebuah penghalang. Setiap perbedaan yang ada dapat membawa perspektif baru, ibarat berbagai warna dalam satu lukisan. Ketika kita memandang perbedaan sebagai kekuatan daripada kelemahan, maka semangat untuk bersatu akan tumbuh subur. Jadi, mari kita jadikan pesan Soekarno ini sebagai pengingat untuk menumbuhkan solidaritas dan tolong-menolong di antara kita.
Bangsa Indonesia adalah satu entitas yang beragam. Dalam menjalani kehidupan di era globalisasi yang penuh tantangan ini, mari kita jalin kerjasama dan kedamaian. Ayo bangkit, gapai cita-cita mulia, dan lontarkan seruan “Jangan Gontok-gontokan!” sebagai wujud nyata kita dalam menciptakan harmoni di negeri yang kita cintai ini. Semoga seruan itu tidak hanya menjadi ungkapan, tetapi juga tindakan yang menggerakkan kita untuk menciptakan Indonesia yang lebih bersatu dan berkelas dunia.






