
Kumpulan sajak resistensi yang bermajas tujuh
Klimaks Kanister
Moncong masker membabi
Dengus napas berirama ganjil
Sporadis hembus keras kanister
Handalmu kaca pelindung berkabut
Kau, dia, dan mereka terlukis di sana
Saling mendekat bak laga Leonidas
Tembus barikade phalanx ala Spartan
Tiada terukur antara maju dan mundur
Tapak cakar jalanan dalam gores amuk
Blarr….
Gas kalengan mulai terpicu
Telanjangi keagungan mata
Menikam hingga berasa tunanetra
Pedih ini terbopong teriakan sekarat
Blarrr……
Citra apinya melukis senja
Seolah menolak matahari tenggelam
Harap terus tanpa ufuk lagi
Kuasa waktu ingin kebiri
Menuntut hingga berkalang
Antiklimaks Senja
Beringsut tanpa riuh
Saling pandang tanpa tanda tanya
Tameng-tameng telah turun
Berderik menggesek aspal
Pulang berperaduan lampu dan sirine
Sedang yang menolak senja
Mereka, dia, kau
Masih liar menatap koloni itu
Seolah iri, dari bawah hingga ujung
Berpelindung bahan dari uang kami
Yang terlempar berasap tadi
Juga uang kami
Epizeuksis Sekedup
Koloni bertameng, pulang, pulang, pulanglah
Mereka, dia dan kau, duduk, duduk, duduklah
Jalanan bersekedup, sekedup, sekeduplah
Malam datang, datang, datanglah
Pagi, pagilah, siang, sianglah, sore, sorelah
Malam, malam, malam, malamlah
Polisi, mahasiswa, mahasiswa, mahasiswalah
Mahasiswa, polisi, polisi, polisilah
Mereka muda yang marah, marah, marahlah
Mahasiswa, tentara, tentara, tentaralah
Dar, der, dor, dor, dor, jangan dor-lah
Prak, kepruk, kepruk, jangan kepruklah
Arena gladiator tanpa predator
Suara, suarakan, suarakanlah
Mandat Tautotes
Penguasa daulat rakyat, rakyat daulat pertiwi
Penguasa dan rakyat sama saja
Penguasa mandat rakyat, rakyat mandat negeri
Penguasa dan rakyat sama saja
Eratlah mengikat rindu anak bangsa
Pada darahnya yang muda manja
Terendap gelora mahardika pendahulu
Sayangi dengan pasti tak bertepi
Itu anak negeri yang sakti
Apofasis Titah Ujung Jari
Tak mau mengatakan altar demokrasi sudah berdarah
Tak mau mengatakan pilar ini sudah roboh
Bersendau gurau pada serius titah
Berkecipuk pada hamparan kering yang terlanjur basah
Saat ujung telunjuk sudah saling caci
Bersiaplah genggaman jari akan meninju
Saat genggaman sudah mendarat muka
Bersiaplah tendangan bersua jumpa
Tulis demos dan kratos dengan pekak megafon
Jangan paksa menjadi demon yang iblis itu
Mereka tulis demos dan kratos dengan jalang poster
Jangan paksa menjadi demon yang iblis itu
Alurlah dalam nalar
Nalarlah dalam ajar
Erotesis Salvo
Apa perlu keranda ini berjalan?
Tembakan salvo cukuplah bagi pahlawan
Biarkan menyalak dirgantara
Karena keinginan Nusa
Apa perlu nisan ini tertancap?
In memoriam cukuplah bagi kusuma
Biarkan kokon di pusara
Karena keinginan Bangsa
Apa perlu tanda cita ini tersemat?
Seroja cukuplah menghias baju
Biarkan gagah menempel
Karena keinginan raja
Antifrasis Mimbar Tanpa Kayu
Tegarlah di sini saja
Bebas tersentuh udara
Pelantang massa tiada berduka
Mati hidup sama saja
Setelah usai mimbar udara
Tetaplah di sini
Lidah kami yang putus tak terurus
Menyalak abadi setengah mati
Mimbar tanpa kayu tak akan layu
Garda depan selalu
Kepal-kepal jantan tanpa kawal
Membela angkasa murung
Saksi-saksi keringat setengah sekarat
Teriakan menyengat kuasa yang sesat
Maju meradang berkalang hadang
Terpandang atau ditendang
- Kreol dan Pijin; Arbitrer yang Terpinggirkan - 7 Oktober 2021
- Bergaduh di Balairung Raja - 6 Oktober 2021
- Intuisionisme Filantropis Pemaksimal Utilitas - 4 Oktober 2021